Sukses

Gambaran Ngerinya Penghimpitan di Alam Kubur dalam Hadis

Apa itu penghimpitan alam kubur? Ini penjelasannya menurut Al-Quran dan Hadis

Liputan6.com, Jakarta - Kalau saja manusia bisa melihat atau diperlihatkan tentang apa yang dialami oleh orang-orang yang telah mati di alam kubur, tentu sikap dan perilakunya akan berbeda dengan apa yang dilakukan saat ini.

Mata manusia tidak dapat melihat apa yang dialami oleh orang yang telah mati, tetapi sebenarnya telinga kita telah diperdengarkan bagaimana keadaan orang yang telah berada di alam kubur. Dan itulah pengingat agar manusia tidak semaunya dalam bersikap dan bertindak. Manusia yang masih hidup sebaiknya jangan main-main apalagi sampai menyepelekan fenomena penghimpitan di alam kubur.

Sungguh, alam kubur akan mengalami penyempitan dan barang siapa yang diselamatkan dari penghimpitan  itu, maka selamatlah ia. Berdoalah kepada Allah seraya memohon agar diselamatkan dari siksa kubur.

Hadis nabi dari Aisyah RA berkata, bahwa Rasulullah saw berdoa pada waktu shalat agar terlindung dari siksa kubur, fitnah Dajjal, hingga fitnah kehidupan dan kematian.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari azab kubur, dari azab neraka, dari fitnah kehidupan, fitnah kematian dan dari fitnah Dajjal. (HR Bukhari dan Muslim)

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Ini Hadis tentang Peristiwa Penghimpitan Kubur

Mengutip muslim.or.id, ahlusunah mengimani bahwa di alam kubur akan terjadi peristiwa ضغطة /dhoghthoh/ (penghimpitan). Ini didasari oleh beberapa hadis yang sahih, di antaranya:

Pertama, hadis dari Aisyah Radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِيًا مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ

“Sesungguhnya di alam kubur akan terjadi penghimpitan. Andaikan ada orang yang selamat darinya, maka sungguh Sa’ad bin Mu’adz akan selamat darinya” (HR. Ahmad [6/55], disahihkan Al Albani dalam as-Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 1695).

Kedua, hadis dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhu, bahwa bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika Sa’ad bin Mu’adz Radhiallahu ‘anhu meninggal,

هَذَا الَّذِي تَحَرَّكَ لَهُ الْعَرْشُ وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَشَهِدَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنْ الْمَلَائِكَةِ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ فُرِّجَ عَنْهُ

“Lelaki ini membuat Arsy berguncang, dan akan dibukakan baginya pintu-pintu langit, dan ia akan dipersaksikan oleh 70 malaikat sebagai orang yang baik. Namun, ia mengalami penghimpitan di alam kubur kemudian terlepas darinya” (HR. An Nasa’i no. 2055, disahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).

Ketiga, hadis dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika ada seorang anak kecil yang meninggal,

لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ القَبْرِ لَأَفْلَتَ هَذَا الصَبِيُّ

“Andaikan ada orang yang selamat dari penghimpitan di alam kubur, sungguh anak ini akan selamat” (HR. Ath Thabarani dalam Mu’jam Al Kabir [4/121], disahihkan Al Albani dalam as-Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 2164).

 

3 dari 4 halaman

Nasib Orang Kafir dan Munafik

Ulama sepakat bahwa orang kafir dan munafik pasti akan mengalami penghimpitan. Sebagaimana dalam hadis dari Al Barra’ bin ‘Azib Radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang orang kafir dan munafik,

وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ

“… kemudian kuburnya pun menghimpitnya hingga remuk tulang-tulangnya” (HR. Abu Daud no. 4753, Ahmad no. 17803, disahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Kemudian, jumhur ulama mengatakan bahwa para Nabi dan Rasul ‘Alaihimussalam tidak mengalami penghimpitan di alam kubur. As Suyuthi Rahimahullah mengatakan,

والمعروف أن الأنبياء لا يضغطون

“Pendapat yang makruf, para Nabi tidak mengalami penghimpitan” (Syarhus Shudur bi Syarhi Haalil Mauta wal Qubur, karya As Suyuthi, hal. 114).

Al Munawi Rahimahullah mengatakan,

وأقول: استثناؤه الأنبياء ظاهر، وأما الأولياء فلا يكاد يصح؛ ألا ترى إلى جلالة مقام سعد بن معاذ وقد ضم

“Saya katakan, pendapat yang mengecualikan para Nabi dari terkena penghimpitan adalah pendapat yang kuat. Adapun mengecualikan para wali, maka ini pendapat yang tidak tepat. Tidakkah Anda lihat bagaimana Sa’ad bin Mu’adz saja yang kedudukannya tinggi tetap mengalami penghimpitan?!” (Faidhul Qadir, 5: 313).

 

4 dari 4 halaman

Ini Nasib Orang Beriman Selain Para Nabi dan Rasul

Adapun orang-orang beriman selain para Nabi dan Rasul, maka ada khilaf yang kuat di tengah ulama apakah mereka mengalami penghimpitan ataukah tidak? Sebagian ulama mengatakan bahwa para auliya’ (orang-orang saleh) tidak mengalami penghimpitan di alam kubur. Namun pendapat yang kuat (sebagaimana disebutkan Al Munawi) adalah bahwa orang-orang beriman selain para Nabi dan Rasul, mereka semua mengalami penghimpitan tanpa terkecuali. Sebagaimana zahir dari hadis Aisyah Radhiallahu ‘anha. Oleh karena itu, Ibnu Abi Mulaikah Rahimahullah, seorang tabiin, berkata,

ما أجير من ضغطة القبر ولا سعد بن معاذ الذي منديل من مناديله خير من الدنيا وما فيها!

“Tidak ada yang selamat dari penghimpitan, bahkan Sa’ad bin Mu’adz saja tidak selamat. Padahal satu sapu tangan beliau itu lebih baik daripada dunia dan seisinya!” (Diriwayatkan dalam kitab Az Zuhd karya Hannad bin as-Sarri [1/125]).

Bahkan anak kecil yang belum terkena beban syariat saja terkena penghimpitan sebagaimana dalam hadis Abu Ayyub Radhiallahu ‘anhu.

Bagaimana bentuk penghimpitan yang dialami orang-orang beriman?

Walaupun orang-orang beriman mengalami penghimpitan di alam kubur, namun bentuknya berbeda dengan yang dialami orang-orang kafir dan munafik. Ada dua pendapat ulama dalam masalah ini.

Pertama, penghimpitan yang mereka rasakan adalah penghimpitan maknawi, yang berupa rasa takut dan gelisah. Bukan penghimpitan kubur secara hakiki. Abu Bakar At Taimi Rahimahullah mengatakan,

كان يقالُ: إن ضمَّةَ القبرِ إنَّما أصلُها أن الأرض أُمُّهم، ومنها خلقُوا، فغابُوا عنها الغيبةَ الطويلةَ، فلما رَدُّوا إليها أولادَها، ضمَّتهم ضمَّ الوالدةِ التي غابَ عنها ولدُها

“Para ulama mengatakan, bentuk penghimpitan di alam kubur itu pada asalnya karena bumi bagaikan ibu bagi manusia. Di sana mereka diciptakan, kemudian tiba-tiba ia tidak lagi berada di bumi untuk waktu yang lama. Ketika anak-anak bumi ini dikembalikan kepadanya, maka ia merasakan kesempitan sebagaimana sempitnya seorang ibu yang kehilangan anaknya” (Tafsir Ibnu Rajab, 2: 373).

Kedua, penghimpitan yang mereka rasakan adalah penghimpitan hakiki, namun hanya sebentar. Al Munawi Rahimahullah mengatakan,

المؤمن الكامل ينضم عليه ثم ينفرج عنه سريعًا، والمؤمن العاصي يطول ضمه ثم يتراخى عنه بعد، وأن الكافر يدوم ضمه، أو يكاد أن يدوم

“Seorang mukmin yang sempurna imannya, akan mengalami penghimpitan, kemudian dengan cepat segera dilepaskan. Sedangkan seorang mukmin yang ahli maksiat akan diperlama penghimpitannya. Sedangkan penghimpitan orang kafir akan selamanya dihimpit atau hampir selamanya” (Faidhul Qadir, 2: 168).

Kapan terjadi penghimpitan di dalam kubur?

Penghimpitan di alam kubur terjadi sebelum pertanyaan dua malaikat. Ar Ramli Rahimahullah mengatakan,

وضمة القبر للميت قبل سؤال الملكين

“Penghimpitan di alam kubur terjadi sebelum pertanyaan dua Malaikat” (Fatawa Ar Ramli, 6: 33).

Al Muzanni Rahimahullah dalam Syarhus Sunnah beliau berkata,

ثمَّ هم بعد الضغطة فِي الْقُبُور مساءلون

“Kemudian mereka setelah mengalami penghimpitan, mereka akan ditanya (oleh malaikat)” (Syarhus Sunnah lil Muzanni, poin ke 10).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah juga menjelaskan,

الأحاديث الصحيحة تدل على أن الرجل إذا سأله الملكان وأجاب بالصواب فسح له في قبره، فإن صح الحديث فالمعنى أنه أول ما دخل ضمه القبر ثم فسح له

“Hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa seseorang ketika ia berhasil menjawab pertanyaan dua malaikat di dalam kubur dengan benar, maka akan dilapangkan kuburnya. Jika hadis tentang penghimpitan itu sahih, maka maknanya, pertama kali ia masuk ke dalam kubur, ia akan dihimpit oleh kubur, kemudian akan dilapangkan (setelah menjawab pertanyaan)” (Liqa Babil Maftuh, 17: 36). Wallahu a’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul