Sukses

Budaya Puasa di Indonesia Timur, dari Berburu Ulama hingga Takjil di Masjid

Budaya mendatangi masjid-masjid guna mendekatkan diri kepada ulama tersebut adalah bagian dari menjaga hubungan kontak batin antara pemimpin agama dan umatnya.

Liputan6.com, Jakarta - Ramadan di wilayah timur Indonesia menjadi momentum untuk mempererat soliditas sosial masyarakat Indonesia. Budaya kulineran menjelang berbuka puasa hingga berbondong-bondong mendatangi ulama yang memimpin tarawih di masjid menjadi tradisi umat muslim yang terus lestari hingga saat ini.

Hal itu disampaikan oleh Peneliti Naskah Nusantara K.H. Ahmad Baso dalam acara Inspirasi Ramadan 2024 yang diselenggarakan oleh BKN PDI Perjuangan dipandu oleh host Aris Setiawan Yodi dan co-host Shalimar Anwar Sani pada Kamis (14/3/2024)

"Pada dasarnya sama tradisi puasa di timur Indonesia dengan daerah lainnya, sama-sama ada tarawih, sama-sama ada imsaknya saat sahur. Namun, bagi kami salah satu yang paling membedakan saat ramadan itu budaya kuliner berburu takjil sebelum berbuka, ini yang unik dan tidak ada di bulan selain ramadan," jelasnya.

Menurut Baso, saat Ramadan, kuliner yang tersedia justru lebih beragam dibandingkan hari-hari di luar Ramadan. Para orang tua di rumah memasak makanan yang berbeda untuk hidangan sahur dan berbuka dengan tujuan salah satunya menyemangati anak-anaknya agar mampu berpuasa.

Selain berburu kuliner, tradisi lainnya saat ramadan di timur Indonesia, yakni berlomba-lomba mendatangi ulama yang datang untuk berceramah dan memimpin solat tarawih di masjid-masjid. Tradisi tersebut yang kemudian akrab disebut tarawih keliling.

"Di timur Indonesia kami biasa untuk berebut dan berbondong-bondong mendatangi masjid di mana didatangi ulama-ulama yang kami anggap tersohor saat tarawih. Termasuk saat itu saya juga hadir saat almarhum KH Zainudin MZ ke Masjid Raya Makassar," katanya.

Budaya mendatangi masjid-masjid, lanjutnya guna mendekatkan diri kepada ulama tersebut adalah bagian dari menjaga hubungan kontak batin antara pemimpin agama dan umatnya.

Hal itu agar ajaran-ajaran luhur Islam dapat lebih dipahami dan dipraktikan masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya.

"Itu sebabnya salah satunya mengapa santri jika ketemu ustad atau kyainya, mencium tangan kyainya dengan sangat khidmat, bahkan sampai dibolak-balik tangannya," sebutnya.

Terakhir Baso menyampaikan, budaya dalam masyarakat Indonesia tidak lepas dari peran seorang ibu. Ramainya proses jual beli di pasar, ramainya tradisi kulineran saat Ramadan hampir mustahil terjadi jika tanpa peran seorang ibu.

"Budaya saling berdialog, budaya berbincang di pasar, budaya kuliner saat Ramadan semua ini kan budaya yang akan memperkuat soliditas masyarakat Indonesia. Konflik bisa dihindari dengan dialog," ia menambahkan.

Â