Sukses

9 Perkara yang Mengurangi Pahala Puasa, Hindari Agar Tidak Sia-Sia

Hal-hal yang dapat mengurangi pahala puasa dan perlu untuk dihindari

Liputan6.com, Jakarta Hal-hal yang mengurangi pahala puasa merupakan perhatian penting bagi umat Islam yang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Para ulama fikih telah memberikan definisi yang jelas tentang puasa sebagai menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa dari terbit fajar hingga tenggelam matahari. Namun, selain memperhatikan hal-hal yang secara langsung membatalkan puasa, umat Islam juga harus menghindari perkara-perkara yang dapat mengurangi nilai dan pahala ibadah puasa yang dilakukan.

Pentingnya waspada terhadap hal-hal yang dapat mengurangi pahala puasa terkait dengan keutamaan ibadah tersebut. Puasa Ramadan bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan waktu yang dianggap istimewa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan jiwa dan pikiran, serta meningkatkan kualitas spiritual. Oleh karena itu, menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi pahala puasa merupakan bentuk kesungguhan dalam menjalankan ibadah tersebut.

Selain itu, kesadaran akan hal-hal yang dapat mengurangi pahala puasa juga mencerminkan kepatuhan dan ketaatan umat Islam terhadap ajaran agama. Dengan menjaga kesucian dan keutamaan ibadah puasa, umat Islam dapat memperoleh manfaat spiritual yang lebih besar dan mendapatkan berkah serta ampunan Allah SWT.

Untuk itu, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber hal-hal yang dapat mengurangi pahala puasa dan perlu untuk dihindari, pada Senin (18/3).

2 dari 5 halaman

1. Gibah/Bergunjing

Gibah atau bergunjing adalah perilaku yang harus dihindari dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya di bulan Ramadan. Hal ini disebabkan oleh dampak negatifnya yang dapat mengganggu hubungan ukhuwah (persaudaraan), merusak kasih sayang, menimbulkan permusuhan, menyebarkan aib, dan bahkan menimbulkan kehinaan dalam masyarakat. Aidh Abdullah Al-Qarni dalam bukunya "Awas! Bahaya Lidah" menyampaikan pentingnya menjauhi gibah atau bergunjing dalam interaksi sehari-hari.

Larangan terhadap gibah juga terdapat dalam Al-Qur'an surah Al Hujurat ayat 12 yang menyatakan:

"يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ"

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Dengan demikian, gibah atau bergunjing bukanlah perilaku yang dianjurkan dalam Islam karena dapat merusak hubungan antar sesama dan menimbulkan dosa di sisi Allah SWT.

2. Adu Domba

Menurut Toto Adidarmo dan Mulyadi dalam buku "Pendidikan Agama Islam," adu domba atau namimah merupakan perilaku yang diharamkan dalam Islam. Hal ini didukung oleh ijma' ulama yang menyatakan bahwa adu domba adalah perbuatan yang terlarang. Salah satu dalil yang menguatkan larangan ini terdapat dalam hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Dalam hadis tersebut, Hudzaifah mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang senang mengadu domba (qattāt; nammām)." (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa pelaku adu domba tidak akan mendapatkan tempat di surga, karena perilaku tersebut bertentangan dengan nilai-nilai ukhuwah (persaudaraan) dan mengganggu keharmonisan hubungan antar sesama muslim. Oleh karena itu, dalam Islam, adu domba dianggap sebagai perbuatan yang harus dihindari agar tidak mengganggu kedamaian dan persatuan umat.

3 dari 5 halaman

3. Berbohong

Dusta atau bohong adalah ucapan yang tidak sesuai dengan kenyataan secara sengaja, yang dikutip dari buku "Menggapai Rahmat dan Ampunan di Bulan Ramadhan" karya Abu Utsman Kharisman. Dalam Islam, dusta tidak hanya merusak pahala puasa seseorang tetapi juga memiliki konsekuensi yang serius. Salah satu dampak buruk dari dusta adalah dapat menjerumuskan seseorang ke dalam dosa-dosa besar yang dapat menghantarkan mereka ke dalam neraka.

Sebagai bukti larangan dusta dalam Islam, terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang menyatakan:

"Jauhilah kedustaan karena kedustaan menyeret pada perbuatan perbuatan fajir (menyimpang) dan perbuatan fajir menyeret menuju neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan menyengaja memilih berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai tukang dusta." (HR Bukhari dan Muslim)

Dari hadis ini, kita dapat memahami betapa seriusnya larangan berdusta dalam Islam. Dusta bukan hanya sekadar kebohongan, tetapi juga merupakan awal dari perbuatan-perbuatan dosa yang lebih besar, yang dapat mengarahkan seseorang ke dalam kebinasaan. Oleh karena itu, dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan khususnya dalam bulan Ramadhan, umat Muslim diingatkan untuk menjauhi perilaku dusta dan selalu berbicara dengan jujur dan benar.

4. Mengeluh Lapar dan Haus dalam Bulan Puasa

Bulan puasa merupakan waktu yang diberikan Allah SWT untuk umat Muslim agar dapat mengalami dan menguatkan ketabahan serta keteguhan hati dalam menjalankan perintah-Nya. Salah satu ujian yang nyata dalam bulan suci ini adalah menahan lapar dan haus selama berpuasa.

Menurut Islamic Finder, mengeluh tentang beratnya menahan lapar dan haus saat menjalankan puasa dapat mengurangi nilai pahala puasa seseorang. Sebaliknya, umat Muslim diajarkan untuk menemukan manfaat dari berpuasa dengan merasakan kesengsaraan yang dirasakan oleh orang-orang yang kelaparan dan kehausan sepanjang hari.

Dalam Islam, berpuasa tidak hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga mengendalikan diri dari mengeluh dan menguatkan rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan. Dengan bersyukur, umat Muslim dapat memperoleh berkah yang lebih besar dan menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

4 dari 5 halaman

5. Tidak Menjaga Lisan

Pesan Nabi Muhammad SAW mengenai pentingnya menjaga lisan selama berpuasa sangatlah relevan dalam memahami makna sejati dari ibadah puasa. Beliau bersabda, "Puasa yang benar bukan hanya berpantang dari makanan dan minuman, melainkan puasa yang benar adalah dengan menjauhkan diri dari kegiatan yang sia-sia dan pembicaraan cabul." (HR. Ibnu Khuzaimah)

Dalam konteks ini, menjaga lisan mencakup menghindari segala bentuk percakapan yang tidak bermanfaat, sia-sia, atau berpotensi merugikan orang lain. Hal ini termasuk dalam kategori pembicaraan yang dapat mengurangi pahala puasa seseorang, meskipun tidak membatalkan puasa tersebut. Dalam bulan Ramadan, di mana umat Muslim diwajibkan menjalankan puasa dengan penuh kesungguhan, menjaga lisan merupakan bagian integral dari ibadah puasa itu sendiri.

Dengan demikian, menjaga lisan bukan hanya menjadi tugas saat berpuasa, tetapi juga merupakan bagian dari tuntutan ajaran Islam sehari-hari untuk menjaga hubungan harmonis antara sesama manusia dan menjauhi perbuatan yang merugikan.

6. Berlebihan Makan saat Sahur dan Berbuka Puasa

Salah satu aspek penting dalam menjalankan ibadah puasa adalah mengontrol konsumsi makanan saat sahur dan berbuka puasa. Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum, serta mengendalikan diri dalam segala aspek kehidupan.

Hal ini terkait dengan pesan beliau yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan, termasuk dalam hal konsumsi makanan. Mengonsumsi makanan secara berlebihan hanya akan membawa dampak buruk bagi kesehatan, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang mengedepankan keselamatan dan kesehatan tubuh.

Oleh karena itu, meskipun menjalankan puasa sepanjang hari, umat Muslim diajarkan untuk tidak melakukan balas dendam saat berbuka atau sahur dengan makan berlebihan. Sebaliknya, mereka dianjurkan untuk tetap makan dengan porsi yang seimbang dan memilih makanan yang bergizi serta sehat. Dalam momen Ramadan ini, umat Muslim diberikan kesempatan untuk lebih memahami nilai-nilai disiplin dan kendali diri dalam mengonsumsi makanan, serta memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh.

5 dari 5 halaman

7. Sumpah Palsu

Dalam ajaran Islam, sumpah palsu dianggap sebagai salah satu dosa besar yang dapat menenggelamkan pelakunya ke dalam neraka, kecuali jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh. Hal ini ditegaskan dalam Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii karya Musthafa Dib Al-Bugha, yang menyebut sumpah palsu sebagai "al-yamin al-ghamus" atau sumpah yang dapat menenggelamkan.

Pendapat ini didukung oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari 'Abdullah bin 'Amr RA, di mana Nabi Muhammad SAW bersabda, "Perbuatan yang termasuk dosa besar adalah mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh orang, dan sumpah palsu." (HR Bukhari dalam Al-Aiman wa al-Nudzur, Bab Al-Yamin al-Ghamûs)

Dari hadis ini, kita dapat memahami bahwa sumpah palsu adalah dosa besar yang harus dihindari oleh umat Muslim. Selain dapat menenggelamkan pelakunya ke dalam neraka jika tidak bertaubat, sumpah palsu juga bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran dan integritas yang diajarkan dalam ajaran Islam.

8. Tidak Menjaga Pandangan 

Al-Qur'an memberikan petunjuk yang jelas mengenai pentingnya menjaga pandangan dalam surah An Nur ayat 30:

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Artinya: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang mereka perbuat."

Dalam ayat ini, umat Muslim diperintahkan untuk menjaga pandangan mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang melanggar batas-batas kesucian dan kehormatan. Hal ini merupakan bagian dari kesempurnaan iman dan kesucian hati dalam menjalankan ajaran Islam.

9. Tidur Berlebihan dan Pengaruhnya terhadap Pahala Puasa

Tidur berlebihan selama berpuasa dapat mengurangi nilai ibadah puasa seseorang. Meskipun ada hadis yang menyebutkan bahwa tidurnya orang berpuasa dianggap sebagai ibadah, diamnya sebagai tasbih, doanya diterima, dan pahalanya dilipatgandakan, namun hadis tersebut dikategorikan lemah oleh beberapa perawi, sebagaimana disebutkan dalam IslamQA.

Selain itu, menjadikan tidur berlebihan sebagai alasan untuk menghindari aktivitas atau pekerjaan yang seharusnya dilakukan dapat mengurangi produktivitas dan kualitas ibadah selama bulan Ramadan. Islam mengajarkan umatnya untuk tetap menjalankan aktivitas dan tugas sehari-hari dengan seimbang, tanpa berlebihan maupun kurang, untuk menjaga kesehatan tubuh dan kualitas ibadah mereka.