Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia menggelar buka puasa bersama tokoh lintas agama. Acara ini mengusung tema "Bhinneka Rasa, Satu Persaudaraan".
Hadir, salah satu pendiri dan anggota MHM, Prof Quraish Shihab, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Anggota Komite Eksekutif MHM TGB M Zainul Majdi, perwakilan Kedutaan Besar Mesir dan Malaysia, Staf Ahli Mendikbudristek Adlin Sila, serta puluhan tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu, dan Penghayat Kepercayaan.
Baca Juga
Hadir juga, utusan dari kantor pusat MHM, Omar Obeidat (Direktur Kantor-Kantor Cabang Luar Negeri MHM) dan Saeed Khattab (Koordinator Kantor-kantor Cabang Luar Negeri MHM).
Advertisement
Acara diawali dengan doa bersama yang dibacakan perwakilan dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu, dan Penghayat Kepercayaan. Semua pembaca doa adalah perempuan. Mereka melangitkan harapan untuk semakin kokohnya rasa persaudaraan dan toleransi umat beragama di Indonesia. Tak lupa, doa juga dipanjatkan untuk kemajuan bangsa dan negara.
"Hari ini kita duduk bersama di meja yang sama dari latar belakang agama dan kepecayaan yang berbeda. Kita berkedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Atas nama MHM kami ucapkan terima kasih atas kehadiran semua dalam acara Buka Puasa Bersama Tokoh Lintas Agama," terang Direktur MHM kantor cabang Indonesia, Muchlis M Hanafi, saat memberikan sambutan di Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Mengutip Imam Ali, Muchlis M Hanafi mengatakan, "Manusia ada yang satu saudara seagama dan yang tidak seagama itu setara dalam kemanusiaan."
MHM lembaga independen lintas negara yang didirikan 2014 sejumlah ulama, tokoh, dan cendekiawan dari berbagai agama. Organisasi ini bertujuan mengukuhkan dan mengembangkan budaya damai, toleransi, koeksistensi dan persaudaraan manusia
Selama 10 tahun, kata Muchlis, beragam inisiatif diluncurkan MHM. Berbagai acara digelar. Beragam fenomena, mulai islamophobia, terorisme, perubahan iklim, menarik perhatian MHM. Sebagai puncaknya, dideklarasikan dokumen bersejarah tentang Persaudaraan Manusia yang ditandatangani Grand Syekh Al Azhar dengan Paus Fransiskus pada 4 Februari 2019.
"Dokumen yang menggambarkan nilai kemanusiaan yang ingin mengajak masyarakat dunia kembangkan budaya damai dan harmoni dalam keragaman," paparnya.
"Dokumen ini mendapat sambutan hangat dari tokoh agama dunia. Tahun 2020, PBB tetapkan 4 Februari sebagai Hari Persaudaraan Manusia Sedunia," sambungnya.
Mewakili Kementerian Agama, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib mengapresiasi dan berterima kasih atas inisiasi program dan kegiatan MHM yang bemanfaat bagi bangsa Indonesia. Kemenag, kata Adib, telah menjalin sejumlah kerja sama dengan MHM. Misalnya, menerbitkan seruan Khutbah Jumat dengan tema persaudaraan manusia. Selain itu, menggelar lomba menulis naskah Khutbah Jumat, masih dengan tema yang sama.
"Ini program luar biasa. Semoga sinergi ini bisa terus ditingkatkan dan diperluas," tegasnya.
"Praktik baik program MHM untuk mengantarkan dunia semakin damai dan harmoni bisa dirasakan bangsa Indonesia," sambungnya.
Â
Kesan Ramadan
Momen buka puasa bersama ini juga diisi dengan berbagi kesan dan pengalaman seputar Ramadan. Dipandu Staf Khusus Presiden Bidang Sosial, Ayu Kartika Dewi, ada tujuh tokoh agama yang diberi kesempatan berbagi kesan dan pengalaman.
Sekretaris Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pdt. Jacklevyn Manuputty mendapat giliran pertama. Dia mengapresiasi giat buka puasa bersama "Bhinneka Rasa, Satu Persaudaraan".
"Giat ini menyentuh rasa kemanusiaan paling dasar. Saya merasa terberkati juga," sebutnya.
Pdt. Jacklevyn Manuputty lalu berbagi cerita saat konflik di Maluku. Ramadan saat itu menjadi salah satu masa tenang yang dimanfaatkan sebagai ruang "perjumpaan" guna mencari solusi.
"Suatu ketika di Ramadan, kami telpon teman muslim yang biasa dipanggil Pak Haji. Saya mau berbuka di situ boleh tidak? Boleh. Padahal situasi masih tegang," kenangnya.
"Sampai di sana, Ibu haji sudah sediakan makanan di meja. Setelah salat, duduk semua di meja. Sebelum makan, saya justru diingatkan pak haji untuk berdoa. Lalu kita buka puasa bersama di satu meja. Ini menjadi kolektif memori yang sangat luar biasa," sebutnya.
Nina Rustina, Wakil Ketua Bidang Budaya dan Tradisi Puan Hayati Indonesia, juga punya kesan tersendiri. Baginya, Ramadan menjadi momen terbaik untuk berbagi dan menguatkan toleransi.
"Saya seorang ibu. Setiap Ramadan menyenangkan. Ibu-ibu bisa berkreasi membuat takjil paling enak buat keluarganya. Ramadan itu bulan nyata untuk bisa toleran kepada kaum muslimin," ucapnya.
Wakil dari Khonghucu, Wandi Suwardi bercerita tentang pengalaman hidup di tengah masyarakat muslim. Dia tidak merasa sendiri. "Saat ramadan penuh berkah. Ikut jajan sore hari. Pagi ikut bangun sahur," ujarnya.
Sekretaris Komite Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan pada Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Rm. Agustinus Heri Wibowo, merasa Ramadan sarat akan pengalaman yang mempersatukan dan menggembirakan.
"Kami merayakan itu bukan semata hari raya muslim, tapi milik bersama. Kita tidak ikut puasa tapi Idul Fitri paling semangat. Kita ikut minta maaf. Ramadan adalah pengalaman yang mempersatukan," jelasnya.
Â
Advertisement
Tentang Pesan Puasa
Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof Amany Lubis, wakil Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Dr. I Wayan Kantun Mandara, dan wakil Sangha Theravada Bhante Dhammasubho Mahathera, berbagi tentang konsep puasa.
Menyitir QS Al Baqarah: 183, Prof Amany menjelaskan konsep puasa bukan hanya milik umat Islam. Umat Islam mengakui dan meyakini bahwa puasa adalah amalan yang biasa dilakukan semua umat manusia sejak adanya manusia sampai akhir zaman
"Semua agama, tradisi, dan budaya memiliki tradisi puasa. Bentuknya beragam. Yang menyatukan kita semua adalah puasa," kata Prof Amany.
Menurut I Wayan Kantun Mandara, puasa berasal dari kata upa dan wasa. Upa mendekatkan diri. Wasa nama Tuhan. "Puasa adalah segala aktivitas kegiatan umat yang selalu mendekatkan diri pada Tuhan," tuturnya.
Sementara Banthe Dhammasubho dari Buddha menjelaskan puasa dark Bahasa Palu, bahasa Buddha pada zaman itu. Puasa berasal dark kata Upo Sata atau Posa. Di bahasa jawa, disebut menjadi Poso.
"Puasa bukan bahasa Arab tapi bahasa Buddha. Sunan Kalijaga milih kata itu dari pada shiyam," terangnya sembari mengatakan telah menjalani puasa menurut ajaran Buddha hingga 40 tahun.
Buka Puasa Bersama Tokoh Agama "Bhinneka Rasa Satu Persaudaraan" ditutup dengan penyiraman pohon Butun (simbol perdamaian) oleh tujuh tokoh agama.