Sukses

Ingin Masuk Surga Sekeluarga? Begini Caranya

Setiap insan memiliki cita-cita masuk surga bersama keluarga: Begini cara wujudkannya.

Liputan6.com, Jakarta - Rasa-rasanya bersama keluarga di dunia akhirat indah sekali. Mempunyai cita-cita untuk masuk surga bersama keluarga merupakan dorongan yang sangat mulia dalam Islam.

Keluarga adalah salah satu institusi yang paling penting dalam Islam, di mana hubungan yang kuat dan harmonis di antara anggota keluarga adalah hal yang sangat dianjurkan.

Bersama-sama memupuk keimanan, melakukan amal kebaikan, dan saling mendukung dalam menjalankan ajaran agama adalah langkah-langkah penting untuk meraih tujuan tersebut.

Dengan memperkuat ikatan keluarga dan berusaha bersama-sama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, kita berharap dapat bersama-sama meraih surga sebagai puncak kebahagiaan abadi di akhirat.

Dalam Islam, keluarga bukan hanya sekadar ikatan darah, tetapi juga ikatan iman dan ketakwaan. Oleh karena itu, penting bagi setiap anggota keluarga untuk saling mendukung dalam memperkuat keimanan dan ketaqwaan.

Menjadi teladan yang baik, saling berbagi ilmu dan pengalaman agama, serta saling mengingatkan untuk menjalankan ajaran Islam dengan baik adalah langkah-langkah yang sangat dianjurkan.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Berikut Firman Allah SWT

Selain itu, bersama-sama melakukan amal kebaikan juga merupakan bagian penting dalam mencapai cita-cita masuk surga bersama keluarga. Amal kebaikan seperti sedekah, bakti sosial, dan berbagai bentuk ibadah yang dilakukan bersama-sama sebagai keluarga akan membawa berkah dan keberkahan bagi kita semua.

Tak lupa, doa bersama sebagai keluarga juga memiliki kekuatan yang besar dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan berdoa bersama-sama, kita memohon kepada-Nya agar diberikan keberkahan, hidayah, dan ampunan-Nya kepada keluarga kita sehingga kita dapat bersama-sama meraih surga sebagai tempat tinggal yang penuh dengan kenikmatan dan kebahagiaan selama-lamanya.

Mengutip muslim.or.id, “Allah memberikan kebaikan pada anak karena berkah amalan orang tua. Dan Allah memberikan kebaikan pada orang tua karena berkah doanya anak.

Allah Ta’ala berfirman

وَٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّیَّتُهُم بِإِیمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّیَّتَهُمۡ وَمَاۤ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَیۡ  كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِی

‘Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.‘ (QS. At-Thur: 21).

3 dari 4 halaman

Ini Bentuk Kebaikan Allah SWT

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, ‘Allah mengabarkan tentang kebaikan, kemuliaan, pemberian, dan kelembutan-Nya pada makhluk-Nya. Yaitu, bahwa orang-orang beriman, jika anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Allah akan mempertemukan mereka kembali dalam satu kedudukan. Walaupun kedudukan tersebut tidak dicapai oleh anak cucunya. Sehingga orang tua ini merasa bahagia dengan kehadiran anak cucunya bersama mereka di surga.

Allah mengumpulkan mereka dalam penampilan yang terbaik. Allah mengangkat kekurangan amal sang anak-cucu dan menjadikan amal mereka sempurna tanpa mengurangi amal dan kedudukan orang tua. Akhirnya, mereka pun berada dalam derajat yang sama.

Karenanya Allah berfirman, ‘Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka.’

Ini bentuk kebaikan Allah pada sang anak karena keberkahan amalan orang tua.”

Maka, wahai ayah bunda yang saleh dan salehah, semangatlah dalam beramal kebaikan, baik yang terkait hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Allah tidak akan menyia-nyiakan kebaikan yang dilakukan hamba-Nya. Dan mudah-mudahan kita bisa kembali berkumpul dengan keluarga kita di surga.

Adapun sang anak, ia bisa mewujudkan kemuliaan keluarga ini dengan memperbanyak doa kebaikan dan permohonan ampun untuk kedua orang tuanya. Syekh melanjutkan penjelasannya,

“Adapun kebaikan Allah pada orang tua, adalah karena keberkahan amalan anak.

4 dari 4 halaman

Untuk Anak: Perbanyaklah Doa Kebaikan untuk Orang Tua

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata, Rasulullah bersabda,

إن الله ليرفع الدرجة للعبد الصالح في الجنة فيقول : يا رب ، أنى لي هذه ؟ فيقول : باستغفار ولدك لك “

“Sesungguhnya Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Sang hamba ini pun berkata, ‘Ya Rabb, bagaimana bisa setinggi ini?’ Allah berfirman, ‘Karena permohonan ampun anakmu untukmu.'”

Sanad hadis ini sahih dan ada hadis lain yang menguatkan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah  bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له

‘Jika seorang anak Adam wafat, terputuslah amalannya, kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.’

Maka, wahai putra-putri yang saleh dan salehah, perbanyaklah doa kebaikan untuk orang tua kita, baik ketika mereka hidup maupun ketika mereka sudah wafat. Selipkan doa untuk mereka dalam waktu-waktu mustajab berdoa, ketika sujud, di sepertiga malam terakhir, antara azan dan ikamah, serta waktu-waktu lainnya.

Satu hal yang perlu diingat dalam pembahasan mendoakan kedua orang tua adalah apabila orang tua kita wafat dalam keadaan kufur, maka kita terlarang untuk mendoakan mereka dengan kebahagiaan akhirat seperti ampunan, rahmat, dilapangkan kubur, dan lain sebagainya. Allah Ta’ala berfirman,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya tentang ayat ini, “Sesungguhnya memintakan ampun untuk mereka dalam kondisi seperti ini adalah kesalahan dan tak bermanfaat. Hal seperti ini tak layak dilakukan oleh Nabi dan orang beriman. Karena, jika mereka mati dalam keadaan musyrik atau diketahui mati dalam keadaan berbuat kesyirikan, maka telah dipastikan azab bagi mereka dan mereka mesti kekal di neraka. Tidak bermanfaat syafaat siapa pun dan permohonan ampun dari siapa pun untuk mereka.” (Tafsir As-Sa’di)

Adapun ketika hidup, maka boleh mendoakan mereka agar mendapatkan hidayah Islam atau agar mendapatkan kebaikan dunia, seperti ‘Semoga cepat sembuh’ jika mereka sakit; atau ‘Semoga selamat sampai tujuan’ jika mereka safar; dan doa lainnya untuk kebaikan urusan dunia [2].

Dalam satu riwayat, Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَرْحَمُكُم اللَّهُ، فَيَقُولُ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Dahulu, Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berharap beliau mau mendoakan mereka, ‘yarhamukallah (semoga Allah merahmati kalian).’ Namun, Rasulullah hanya mengatakan, ‘yahdikumullah wa yushlihu balakum’ (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan memperbaiki keadaan kalian).” (HR. Tirmidzi)

Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu pernah berpapasan dengan seseorang yang penampilannya seperti penampilan seorang muslim, bahkan orang itu mengucapkan salam. Uqbah pun membalas salamnya, ‘Wa’alaikassalam warahmatullah wabarakatuh.’ Namun, ada seorang anak kecil yang memberi tahu Uqbah bahwa orang tadi adalah seorang Nasrani. Uqbah pun berbalik mengejarnya dan ketika menjumpainya, Uqbah mengatakan,

إن رحمة الله وبركاته على المؤمنين، لكن أطال الله حياتك، وأكثر مالك، وولدك

“Sesungguhnya rahmat dan keberkahan Allah itu untuk orang beriman. Namun, semoga Allah memanjangkan umurmu dan memperbanyak harta dan anak-anakmu.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, dihasankan oleh Al-Albani). Wallahu a’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul