Sukses

Saat Kiamat Pengemis akan Datang dengan Wajah Tanpa Daging, Na'udzubillah

Begini wajah pengemis saat kiamat, jangan sampai terjerumus!

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan pengemis di negeri ini belum bisa tuntas. Masih saja kita bisa saksikan layaknya pemandangan sehari-hari. Tren terbaru adalah manusia silver.

Fenomena banyaknya pengemis di Indonesia adalah masalah kompleks yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Salah satu penyebab utama banyaknya peminta-minta adalah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Namun, ada pula yang berpandangan kritis. Mengemis dianggap sebagai pekerjaan. Mereka meminta-minta sebagai mata pencaharian.

Pada Ramadhan, fenomena mengemis bahkan lebih marak. Ada yang menyebutnya sebagai pengemis kambuhan.

Bagaimana tidak marak, pendapatan mereka jauh lebih tinggi jika dibandingkan karyawan swasta, atau bahkan pegawai di instansi tertentu. Makanya, ada pula yang disebut pengemis kaya raya.

Mereka tak sadar bahwa kelak, hari kiamat dan di akhirat, kebiasaannya mengemis membawa konsekuensi berat.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Benarkah saat Kiamat Datang Tanpa Daging di Wajahnya?

 

Menukil voa.com, diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

لَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain (mengemis) sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Redaksi di atas ditujukan kepada laki-laki, tapi maksudnya adalah laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang disebutkan Imam Al-Shan’ani di Subul al-Salam.

3 dari 3 halaman

Makna Wajahnya Tanpa Sekerat Daging

Makna di wajahnya tak ada sekerat daging adalah ia disiksa pada wajahnya sehingga dagingnya rontok berjatuhan. Ini sebagai sangsi karena dirinya menghinakan wajahnya dengan meminta-minta. Pendapat lain mengatakan, ia dibangkitkan dengan wajah tanpa daging, wajahnya hanya tengkorak saja, sebagai tanda untuk untuk dirinya.

Haram meminta-minta atau mengemis sebagai pekerjaan. Yaitu untuk mendapat kekayaan. Bukan karena terpaksa atau terdesak kebutuhan. Ini sebagaimana hadits yang lain,

مَنْ سَأَلَ اَلنَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا, فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا, فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

“Barangsiapa meminta-minta harta orang untuk memperkaya diri, sebenarnya ia hanyalah meminta bara api. Oleh karenanya, silahkan meminta sedikit atau banyak.” (HR. Muslim)

Pengemis yang meminta-minta harta untuk memperkaya diri dan menghimpunnya tanpa satu kebutuhan mendesak, sesungguhnya ia telah mengumpulkan bara api neraka untuk dirinya. Sebabnya, karena dirinya mengumpulkan harta haram. Harta yang dikumpulkan dengan cara ini adalah haram. Otomatis, cara untuk mengumpulkannya (mengemis) juga haram.

Orang yang masih mampu bekerja dan usaha, haram meminta-minta (mengemis) kepada manusia. Dan pekerjaan, walau berat dan berlaba kecil, lebih baik bagi pelakunya daripada ia meminta-minta. [Lihat Video: Bekerja Dengan Tangan Sendiri]

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ, فَيَأْتِي بِحُزْمَةِ اَلْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ, فَيَبِيعَهَا, فَيَكُفَّ اَللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ, خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ اَلنَّاسَ أَعْطَوهُ أَوْ مَنَعُوهُ

“Seorang di antara kamu yang mengambil talinya, lalu datang dengan seonggok kayu di atas punggungnya, kemudian menjualnya dan dengan hasil itu ia menjaga kehormatannya adalah lebih baik daripada ia meminta-minta orang yang terkadang mereka memberinya atau menolaknya.” (HR. Al-Bukhari)

Para ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil penguat akan haramnya meminta-minta (mengemis) bagi orang yang masih mampu bekerja dan berusaha. Sekaligus menjadi dorongan banting tulang dan peras keringat untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sehingga seorang muslim tidak menjadi duri di tengah masyarakatnya yang hanya menyusahkan manusia sekelilingnya. Sesungguhnya menjaga kehormatan diri adalah wajib, walau dengan pekerjaan yang berat dan berupah tak seberapa. Wallahu A’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul