Â
Liputan6.com, Jakarta - Banyak tokoh Muslim memiliki kontribusi penting dalam sejarah psikologi. Namun, namanya perlahan redup dan kalah populer oleh tokoh Barat.
Secara historis, perkembangan psikologi barat telah mendominasi literatur dan penelitian dalam konteks global.
Advertisement
Tokoh-tokoh seperti Sigmund Freud, Carl Jung, dan B.F. Skinner telah menjadi pusat perhatian dalam kajian psikologi, baik dalam konteks akademis maupun populer.
Karya-karya mereka telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan menjadi acuan utama dalam bidang psikologi modern. Dalam konteks globalisasi dan pengaruh media, popularitas mereka lebih mudah tersebar luas.
Di sisi lain, tokoh-tokoh psikologi Muslim, seperti Ibn Sina dan al-Ghazali, sering kali kurang dikenal di luar dunia Islam. Padahal, mereka memiliki kontribusi yang signifikan dalam pemikiran psikologis.
Ibn Sina, misalnya, telah mengembangkan teori tentang jiwa dan penyakit mental dalam karyanya yang terkenal, "Kitab al-Najat". Sementara al-Ghazali, dalam karyanya yang monumental, "Ihya Ulum al-Din", membahas aspek-aspek psikologis dalam konteks spiritualitas Islam.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Kontribusi Psikologi Islam
Apakah keterbatasan pengetahuan tentang tokoh-tokoh psikologi Muslim dapat disebabkan oleh kurangnya promosi dan penelitian yang menyeluruh tentang karya-karya mereka di luar dunia Islam?
Selain itu, perbedaan dalam kerangka pemikiran dan paradigma psikologis antara dunia Barat dan dunia Muslim juga dapat memengaruhi popularitas tokoh-tokoh tersebut.
Meskipun demikian, upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang kontribusi psikologi Muslim telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dengan lebih banyak karya yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa yang lebih luas dan konferensi serta seminar yang membahas peran psikologi dalam konteks Islam.
Mengutip Arrahim.id, sebenarnya ilmu psikologi ini sudah ada pada awal abad ke-9. Pada masa keemasan peradaban Islam sekitar abad ke-8 sampai abad ke-15, para ilmuwan muslim mengkaji berbagai macam ilmu dengan menggunakan pendekatan Al-Qur’an yang kemudian menghasilkan pemikiran-pemikiran dan karyanya yang berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya yaitu psikologi Islam.
Sangat disayangkan bahwa kita lupa, bahkan tidak tahu, siapa saja tokoh ilmuwan muslim yang memiliki peranan penting dalam bidang psikologi Islam atau ‘ilm al-nafs. Mau tahu siapa saja tokoh psikologi muslim selain tokoh-tokoh dari ilmuwan Barat? Berikut adalah lima tokoh psikologi Islam beserta pemikirannya.
Advertisement
Inilah 5 Tokoh Psikologi Muslim
Pertama, Abu Zaid al-Balkhi. Abu Zaid al-Balkhi merupakan seorang dokter yang lahir di Shamisitiyan, Balkh, Persia (sekarang Afghanistan) pada tahun 850 M dengan pemahaman di bidang matematika, kedokteran, geografi, astrologi, filsafat, dan juga psikologi.
Dalam pengajaran psikologi Islam Abu Zaid al-Balkhi sudah menuliskan lebih dari 60 buku dan manuskrip. Beliau menjelaskan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan keseimbangan jiwa dan raga yang disebut dengan Tibb al-Qalb dan al-Tibb al-Ruhani dalam karyanya yang berrjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus.
Selain itu, beliau juga dikenal lewat kritikannya pada pengobatan yang hanya berfokus pada penyakit fisik saja, padahal menurutnya pengobatan jiwa juga sama pentingnya.
Kedua, al-Razi. Memiliki nama lengkap yaitu Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi yang lahir pada tahun 865 M di Teheran, Iran. Selain deikenal sebagai tokoh psikologi, al-Razi juga dikenal sebagai dokter muslim yang berhasil mengungkapkan definisi, gejala, dan perawatan sakit mental serta masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan kesehatan mental.
Al-Razi tercatat sebagai dokter atau psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad. Beliau memiliki beberapa pemikiran. Ia menjelaskan al-nafs al-kulliyah (jiwa universal) dan al-nafs an-natiqah, al-nafs al-ghadabiyyah, dan al-nafs an-nabatiyyah (pembagian jiwa dalam beberapa bagian).
Selanjutnya, ia mengungkapkan tentang teknik konseling yang bernama ta’riful rajuli ‘uyuba nafsihi (mengungkapkan masalah), iqna’ bi al-hajaj wa al-barihin (nasihat secara umum), qom’il hawa’ wa mukhalafah ath-thiba’ (menerima kenyataan), dan ta’zim al -aql li ma’rifat (mengembalikan kepada Allah SWT).
Â
Ibnu Sina, Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, Tokoh Psikologi Luar Biasa
Ketiga, Ibn Sina, memiliki nama lengkap yaitu Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina yang lahir di Afsyanah (Uzbekistan) pada tahun 980 M. Beliau memaparkan bahwa jiwa meerupakan penyempurnaan manusia yang dibagi menjadi tiga.
Yang pertama adalah jiwa nabati yang mengandung daya nutrisi untuk mengolah makanan tubuh, daya pertumbuhan untuk mengubah nutrisi agar tubuh dapat tumbuh dan berkembang, dan daya generatif untuk mengolah makanan agar tubuh menjadi sempurna.
Yang kedua adalah jiwa hewani dengan daya penggerak yang terdiri atas daya hasrat (syahwat dan emosi) dan daya motorik, daya persepsi yang terdiri atas indera internal (indra kolektif, konsepsi, fantasi, waham, dan memori) dan indera eksternal (kemampuan alat indra).
Yang ketiga adalah jiwa rasional yang terdiri atas akal teoretis untuk memersepsi dan akal praksis untuk memproses pengetahuan dari akal teoretis.
Keempat, al-Ghazali, memiliki nama lengkap yaitu Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi Al-Ghazali yang lahir di Kota Tus, Khurasan (Iran) pada tahun 1058 M. Selain dikenal sebagai tokoh psikologi Islam, Al-Ghazali juga ahli dalam berbagai ilmu, seperti fikih dan tasawuf.
Dalam psikologi beliau mengutamakan pentingnya mengenal Allah melalui pemahaman tentang jiwa. Selain itu, Al-Ghazali membagi sifat manusia menjadi 4, yaitu sifat hewan liar (al-bahimiyah) terkait syahwat; sifat hewan buas (al-san’iyyah) terkait emosi yang negatif; sifat setan (al-syaithaniyah) yang merupakan gabungan syahwat dan emosi; sifat ketuhanan (al-rabbaniyah) yang membentuk sifat-sifat, seperti cinta, tinggi hati, dan rasa lebih tahu.
Kelima, Ibn Khaldun, memiliki nama lengkap yaitu Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami yang lahir di Tunisia pada tanggal 27 Maret 1332 M. Selain dikenal sebagai tokoh psikologi Islam, Ibn Khaldun juga dikenal sebagai sosiolog, sejarawan serta ekonom.
Dalam bidang psikologi Islam, beliau berpendapat bahwa kekerasan dan kekasaran ketika mendidik dapat menimbulkan kekerasan yang menguasai jiwa dan kemudian menghambat perkembangan diri.
Maka dari itu, beliau menekankan sistem pendidikan yang membahas tentang aktualisasi diri dalam diri manusia, sifat dasar manusia atau fitrah yang merupakan potensi yang dapat menjadi nyata ketika ada rangsangan dari luar sehingga belajar menjadi proses yang penting melalui pendidikan (ta’lim) dan latihan (al-riyadah) sesuai dengan perkembangan fisik dan psikis.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul
Advertisement