Sukses

Kisah Orang Sekampung Buka Kecepetan Gara-Gara Adzan Maghrib Masjid Berkumandang 4 Menit Lebih Awal, Sahkah Puasanya?

Fenomena buka puasa sebelum waktunya karena menyangka sudah Maghrib menjadi bahasan menarik untuk diulas. Belum lama ini, fenomena itu terjadi di Malaysia.

Liputan6.com, Jakarta - Maghrib adalah waktunya umat Islam berbuka puasa. Sunnahnya, setelah mengetahui secara pasti masuknya waktu Maghrib, maka sesegera mungkin berbuka. Bagaimana jika kadung buka puasa tapi ternyata belum masuk Maghrib? Apakah puasanya batal atau tetap sah?

Sebelum menjawab bagaimana hukumnya dalam Islam, fenomena buka puasa sebelum waktunya karena menyangka sudah Maghrib menjadi bahasan menarik untuk diulas. Belum lama ini, fenomena itu terjadi di Malaysia.

Mengutip The Rakyat Post, sebuah masjid baru di Selangor, Masjid Prima Saujana Kajang, mengumandangkan adzan Maghrib empat menit lebih cepat dari semestinya karena masalah teknis pada Sabtu, 30 Maret 2024.

Setelah insiden itu, nazir Masjid Prima Saujana Kajang, Mohamad Asri Harun mengatakan bahwa pihak masjid meminta maaf kepada umat Islam yang terdampak. Menurutnya, mereka yang mengandalkan adzan untuk berbuka puasa harus mengganti puasanya karena puasanya dianggap batal akibat kesalahan waktu tersebut.

"Jemaah yang hanya mengandalkan adzan Maghrib dari Masjid Prima Saujana Kajang untuk berbuka puasa pada hari yang bersangkutan, maka puasanya batal dan perlu diganti atau diqadha,” katanya dalam sebuah pernyataan dikutip Rabu (3/4/2024).

"Masjid telah merujuk masalah ini ke Departemen Agama Islam Selangor (JAIS) dan ketidaknyamanan ini sangat disesalkan," lanjutnya..

Namun, setelah ditelusuri oleh media Malaysia itu, tidak ditemukan pernyataan resmi dari pihak masjid untuk diketahui publik. Seorang warganet Facebook meminta pihak masjid memverifikasi apakah pesan tersebut benar atau tidak.

Terlepas dari narasi ini, kembali ke pertanyaan awal, bagaimana puasa muslim yang mengira sudah Maghrib ternyata belum, apakah sah? Simak berikut penjelasannya

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Penjelasan Ulama Syafi’iyah

Mengutip NU Online, para ulama Syafi’iyah berpandangan bahwa puasa dihukumi batal bagi orang yang menyangka telah tiba waktu maghrib hingga ia melakukan suatu hal yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum, padahal prasangkanya keliru. Hal ini seperti yang tercantum dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji.

 إذا أفطر في آخر النهار ظانا غروب الشمس، ثم تبين أنها لم تكن قد غابت بعد بطل صيامه، ووجب عليه القضاء. 

Artinya: “Ketika seseorang berbuka di akhir sore, karena menyangka bahwa matahari telah terbenam (tiba waktu maghrib). Lalu tampak padanya setelah itu bahwa matahari belum terbenam, maka puasanya batal dan wajib baginya untuk mengqadha puasa tersebut.” (Dr. Mushtafa Said al-Khin dan Dr. Mushtafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhab al-Imam as-Syafi’i, juz 2, hal. 54) 

Permasalahan ini ditegaskan secara langsung oleh Imam Syafi’i. Dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab karya Imam Nawawi, Imam Syafi’i menambahkan hukum menyantap sahur tapi ternyata sudah masuk waktu Subuh. Dua-duanya dihukumi batal puasanya. 

ولو أكل ظانا غروب الشمس فبانت طالعة أو ظانا أن الفجر لم يطلع فبان طالعا صار مفطرا هذا هو الصحيح الذي نص عليه الشافعي وقطع به المصنف والجمهور وفيه وجه شاذ أنه لا يفطر  

Artinya: “Jika seseorang makan karena menyangka matahari telah terbenam. Lalu tampak (padanya) ternyata matahari masih terlihat, atau ia makan karena menyangka fajar belum terbit, namun ternyata telah terbit, maka puasanya menjadi batal. Hukum ini adalah hukum yang sahih dan telah di nash oleh Imam Syafi’i, serta telah dipastikan (kebenarannya) oleh Mushannif (pengarang) dan mayoritas ulama. Namun terdapat pendapat yang syadz (tidak di pertimbangkan) bahwa puasa tersebut tidak batal.” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 306)

3 dari 3 halaman

Dalil yang Melandasinya

Dalil yang mendasari batalnya puasa bagi orang yang salah menyangka masuknya waktu Maghrib adalah berdasarkan kaidah “lâ ‘ibrata bidz dzan al-bayyin khatha’uhu” (tidak dapat dijadikan pertimbangan, prasangka yang jelas kesalahannya). Penjelasan demikian seperti yang disampaikan oleh Syekh Zainuddin al-Maliabari dalam kitab Fathul Mu’in-nya.

 ولو أكل باجتهاد أولا وآخرا فبان أنه أكل نهارا، بطل صومه، إذ لا عبرة بالظن البين خطؤه، فإن لم يبن شئ: صح 

Artinya: “Jika seseorang makan dengan berdasarkan ijtihadnya pada awal waktu (waktu sahur) dan akhir waktu (waktu berbuka), lalu ternyata diketahui olehnya bahwa ia makan di waktu siang (waktu puasa) maka puasanya menjadi batal, sebab tidak dapat dijadikan pertimbangan prasangka yang jelas kesalahannya. Jika ternyata tidak tampak apapun padanya maka puasanya tetap sah.” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 2, hal. 266)

Berbeda halnya ketika seseorang berbuka karena menyangka telah tiba waktu Maghrib, lalu setelah itu ia ragu-ragu dan tidak tahu apakah dugaannya tentang masuknya waktu Maghrib adalah hal yang benar atau justru salah, maka puasanya dalam hal ini tetap dihukumi sah. 

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa berbuka puasa berdasarkan informasi yang salah tentang masuknya waktu Maghrib adalah sesuatu yang membatalkan puasa. Artinya, harus diganti alias mengqadha puasanya di bulan lain, mengingat puasa yang dilakukannya adalah puasa Ramadhan. Wallahu a’lam.