Sukses

Hukum Puasa Enam Hari Pertama di Bulan Syawal dan Keutamaannya, Jangan Ketinggalan

Puasa enam hari di bulan Syawal: keutamaan, syarat, dan hukumnya

Liputan6.com, Jakarta - Puasa enam hari di bulan Syawal merupakan salah satu amalan yang disarankan dalam Islam. Bulan Syawal adalah bulan yang datang setelah bulan Ramadhan, di mana umat Islam menjalani ibadah puasa sebulan penuh.

Puasa enam hari di bulan Syawal memiliki keutamaan tersendiri, yang dapat menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan selama setahun penuh. Selanjutnya, puasa sunnah ini disebut puasa Syawal.

Hadis yang merujuk kepada keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal adalah sebagai berikut:

Dari Abu Ayyub al-Anshari RA Rasulullah bersabda, "Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadan kemudian diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim)

Meskipun tidak diwajibkan, puasa ini dianjurkan untuk dilakukan sebagai tambahan ibadah setelah selesai menjalani puasa wajib Ramadan. Ini adalah kesempatan bagi umat Islam untuk terus memperbanyak amalan ibadah dan memperoleh keberkahan dari Allah SWT.

Jika seseorang memiliki utang puasa Ramadan yang belum dilunasi, prioritasnya adalah melunasi utang tersebut sebelum menjalankan puasa sunnah seperti puasa enam hari di bulan Syawal.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Bagaimana Hadis Puasa di Bulan Syawal?

Mengutip muslim.or.id, dianjurkan bagi yang telah melaksanakan puasa Ramadhan untuk mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal. Di antara hadits yang menjelaskan tentang disyariatkannya puasa enam hari di bulan Syawal antara lain:

Hadis pertama, dari Abu Ayyub Al-Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seolah-olah berpuasa selama setahun.” (HR. Muslim no. 204)

Hadis ke dua, dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu –budak Rasulullah-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)

“Barangsiapa yang berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa mengerjakan satu kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat.” (HR. Ibnu Majah no. 1715. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah. Lihat pula Al-Irwa’, 4/107)

Hadis ke tiga, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من صام رمضان وأتبعه بست من شوال فذلك صيام الدهر

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seolah-olah berpuasa selama setahun.” (HR. Abu ‘Awanah dalam Mustakhraj, no. 2180. Dinilai shahih oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Zawaid, 3/183)

3 dari 3 halaman

Kapan Waktu Mengerjakan Amalan Ini?

Puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya sunnah dan inilah pendapat mayoritas (jumhur) ulama, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Thawus, Asy-Sya’bi, dan Maimun bin Mihran.

Pendapat ini pula yang dinyatakan oleh Abdullah bin Mubarak, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad.An-Nawawi rahimahullah mengatakan ketika menjelaskan hadits pertama di atas,

فيه دلالة صريحة لمذهب الشافعي وأحمد وداود وموافقيهم في استحباب صوم هذه الستة

“Di dalam hadits ini terdapat dalil yang tegas bagi madzhab Asy-Syafi’i, Ahmad, Dawud, beserta para ulama yang sependapat dengannya tentang dianjurkannya puasa enam hari (di bulan Syawal).”

Adapun Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas rahimahumallah berpendapat dibencinya puasa Syawal (tidak disunnahkan) dengan alasan agar puasa Syawal ini tidak dianggap sebagai puasa wajib yang harus dikerjakan setelah bulan Ramadhan usai karena waktu pelaksanaannya yang sangat dekat dengan puasa Ramadhan.

Kekhawatiran ini tidaklah tepat karena bertentangan dengan dalil-dalil yang shahih dan tegas tentang dianjurkannya puasa Syawal.

Adapun keterangan yang paling baik tentang sebab pendapat Imam Malik bin Anas rahimahullah yang tidak tepat tersebut adalah sebagaimana penjelasan Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah –peneliti mazhab Maliki dan pensyarah kitab Muwaththo’ karya Imam Malik-,

“Sesungguhnya hadits ini (hadits tentang anjuran puasa Syawal, pen.) belum sampai kepada Imam Malik. Seandainya hadits ini sampai kepada beliau, tentu beliau akan berpendapat sunnahnya (puasa Syawal).”

Puasa enam hari di bulan Syawal tidak ditentukan harus dikerjakan pada hari atau tanggal tertentu. Artinya, seseorang boleh melaksanakannya kapan saja selama masih berada di bulan Syawal. Seseorang boleh mengerjakannya di awal, tengah, atau akhir bulan Syawal. Demikian pula, seseorang boleh mengerjakannya selama enam hari berturut-turut atau terpisah.

Namun, dianjurkan untuk bersegera mengerjakan puasa Syawal setelah hari raya ‘Idul Fitri (yaitu pada tanggal 2 Syawal).

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul