Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah pengajian, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha bertanya mana yang lebih baik, antara melakukan amal dipertontonkan atau diam-diam.
"Baik yang mana amal dipertontonkan sama ndak, terus kata Imam Ghazali kalau orang itu bisa jaga tidak riya maka sebaiknya dipertontonkan," kata Gus Baha.
Selain itu, karena kebaikan harus yang muncul bukan yang tidak baik yang muncul.
Advertisement
"Jadi orang yang terlalu mendewa-dewakan humul, humul itu menutup diri, oke itu baik karena dengan humul dengan menutup diri Anda tidak riya anda tidak pamer. Tapi kata Imam Ghazali kamu juga harus ingat di antara syaratnya nabi itu harus mengumumkan kalau beliau itu seorang nabi," kata Gus Baha, seperti dalam unggahan YouTube channel Alghifari27.
"Coba kalau nabi sholatnya nggak diperlihatkan kamu harus sholat yang benar caranya gimana ya Rasulullah? itu rahasia, bingung ndak kira-kira? Nabi ngendika 'ya sudah kamu sholat niru saya'" ujar Gus Baha, menjelaskan pendapat Imam al-Ghazali.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Dahulu, Nabi Muhammad Pertontonkan Sholatnya
"Berarti nabi sholatnya diperlihatkan apa disembunyikan? Diperlihatkan kan?," katanya.
"Jadi begitu, saya berkali-kali bilang orang tahu kalau itu bidan ya berdasar tulisan itu bidan, tahu kalau itu dokter gigi ya itu ada tulisan dokter gigi," tandasnya.
Mengutip ykbik.or.id, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ.
“Sesungguhnya hal yang paling mengkhawatirkan yang aku khawatirkan pada kalian adalah syirik kecil.”
Kemudian para sahabat bertanya: “Apa syirik kecil itu wahai Rasululloh?”
Rasulullah menjawab:
اَلرِّيَاء. يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ القِيَامَةِ إِذَا جَازَى العِبَادَ بِأَعْمَالِهِمْ: اِذْهَبُوا إِلى الَّذِينَ كُنتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا, فَانظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمُ الجَزَاءَ؟
“(Syirik kecil itu adalah) Riya. Pada hari kiamat ketika Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung membalas hambanya terhadap amal-amal mereka, Allah berfirman, ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian ria kepada mereka ketika di dunia. Maka lihatlah! Apakah kalian mendapatkan balasan di sisi mereka?”
Rasulullah SAW juga bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَمَلًا فِيهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِن رِيَاءٍ.
“Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima amal yang di dalamnya terdapat seberat biji sawi dari riya.”
Advertisement
Penjelasan Riya menurut Imam al-Ghazali
Imam al-Ghazali menerangkan bahwa riya adalah sifat seseorang yang mencari kedudukan di hati orang lain dengan memperlihatkan kebaikan.
Imam al-Ghazali merangkumnya menjadi tiga tingkatan.
Pertama: riya yang paling berat adalah memperlihatkan kebaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk meloloskan diri dalam berbuat kemaksiatan.
Riya yang kedua adalah memamerkan kebaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan urusan duniawi, baik harta, tahta maupun wanita.
Riya yang ketiga paling ringan adalah memperlihatkan kebaikan karena khawatir akan dipandang jelek di mata orang lain.
Akan tetapi selama tujuan memperlihatkan kebaikan adalah supaya bisa dicontoh dan menjadi motivasi bagi orang lain untuk berbuat kebaikan, maka hal itu diperbolehkan dalam syariat.
Syaikh Hasan al-Basri berkata: “Sesungguhnya merahasiakan amal itu lebih bisa menjaga amal itu sendiri. Akan tetapi menampakkan amal juga mempunyai manfaat. Oleh karena itu Allah ta’ala memuji terhadap orang yang merahasiakan amal baik maupun yang menampakkannya. Allah berfirman:
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang faqir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.”
Mengingat zaman ini adalah zaman yang setiap orang mudah untuk memperlihatkan kebaikan dan menyebarkannya kepada khalayak umum, maka solusi supaya Muslim terhindar dari sifat riya adalah dengan menanamkan tujuan di dalam hati, supaya kebaikan yang dilakukan bisa ditiru oleh orang lain dan menjadi motivasi bagi mereka untuk melakukan kebaikan tersebut.
Firman Allah ta’ala:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya: ”Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul