Sukses

10 Etika Bertemu dan Silaturahim saat Lebaran, Jika Disuguhi Makanan Bagaimana?

Etika bertamu dan bersilaturahim ketika lebaran penting untuk diperhatikan agar kehangatan dan kerharmonisan antar sesama tetap terjaga.

Liputan6.com, Jakarta Silaturahim menjadi salah satu hal yang penting ketika hari lebaran untuk menjaga hubungan kekeluargaan dan keharmonisan antar sesama. Terlebih bisa berkumpul bersama dengan orangtua, keluarga, kerabat hingga sahabat terdekat.

Hal tersebut memang sudah menjadi tradisi di masyarakat dan syariat pun menganjurkan demikian. Hikmah dan keutamaannya pun luar biasa di antaranya dapat meluaskan rezeki dan membawa pengampunan dosa.

Dalam salah satu hadis Riwayat Al-Dailami dijelaskan: 

إِذَا دَخَلَ الضَّيْفُ عَلَى الْقَوْمِ دَخَلَ بِرِزْقِهِ وَإِذَاخَرَجَ خَرَجَ بِمَغْفِرَةِ ذُنُوْبِهِمْ  

Artinya: Ketika tamu masuk rumah seseorang, maka tamu itu datang dengan membawa rezeki. Ketika tamu itu keluar, maka ia keluar dengan membawa pengampunan dosa. (HR Ad-Dailami). 

Namun, seringkali momen sakral tersebut menjadi kurang khidmat karena tercederai oleh sikap ataupun tindakan yang tak sepatutnya dilakukan. Oleh sebab itu, maka penting untuk memperhatikan bagaimana adab bersilaturahim yang benar.

Berikut merupakan 10 etika bertamu dan silaturahim saat Lebaran​​​​​​ yang baik sesuai tuntunan syariat sebagaimana dikutip dari laman NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Etika Bertamu saat Lebaran

1. Niat Silaturrahim saat Lebaran 

Segala sesuatu bergantung kepada niatnya. Saat kita berkunjung kepada seseorang, hendaknya disertai niat yang baik dan mulia. Misalnya, berbakti kepada orang tua dan memuliakan mereka jika yang dikunjungi adalah orang tua. Menyambung tali silaturahim, memperkuat ikatan sesama muslim, memenuhi undangan jika sebelumnya ada undangan, membahagiakan orang yang dikunjungi, dan sebagainya.  

2. Waktu Silaturrahim 

Advertisement Saat berkunjung atau bertamu hendaknya tidak dilakukan pada waktu istirahat atau saat orang baru pulang bepergian. Tujuannya agar tidak mengganggu waktu istirahat dan kenyamanannya. Makanya, agar tuan rumah lebih siap, sebaiknya kita membuat janji atau jadwal terlebih dahulu. 

3. Tidak Terburu-Buru 

Saat bertamu juga hendaknya tidak terlalu buru-buru, namun tidak pula terlalu terlama, kecuali diminta oleh tuan rumah. Kendati harus menginap, dianjurkan oleh Rasulullah saw. paling lama sampai tiga hari.   

الضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ، فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ، أَلَا فَلْيَرْتَحِلِ الضَّيْفُ، وَلَا يَشُقَّ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ   

Artinya: “Hak menjamu tamu itu hanya tiga hari. Lebih dari itu adalah sedekah. Maka (setelah itu) hendaknya tamu pergi, sehingga tidak memberatkan tuan rumah.” (HR. Ahmad).     

4. Tidak Pilih-Pilih 

Tidak membeda-bedakan atau memilih-milih orang yang dikunjungi, baik yang kaya maupun yang miskin, baik pejabat maupun sipil. Hanya saja, sudah menjadi tuntunan syariat dan budaya yang berlaku, yang lebih muda datang kepada yang lebih sepuh, bawahan datang kepada atasan, dan seterusnya.

Apa pun keadaan mereka, hendaknya tidak menjadi halangan bagi kita untuk menemui dan mengunjunginya.   

5. Tidak Bermaksud Cari Makan Gratis 

Kedatangan kita ke tempat seseorang atau ke suatu jamuan, jangan sampai dimaksudkan untuk memenuhi keinginan makan atau mencari kenikmatan hidangan secara gratis. Kendati disiapkan hidangan, terima dan cicipilah dengan senang hati meski merasa sedikit kenyang, menerimanya tidak berlebihan, berusaha menghabiskan makanan yang sudah di piring, dan selalu meluruskan niat, seperti mencari kekuatan ibadah, menuai keberkahan makan bersama, dan sebagainya.  

3 dari 3 halaman

Etika Bertamu saat Lebaran

6. Menjaga Sikap dan Sopan santun 

Tetap menjaga sikap dan sopan santun di hadapan tuan rumah dan keluarganya, seperti mengucap salam, menyalami orang yang hadir, duduk di tempat yang diinginkan tuan rumah. Jangan sampai melontarkan candaan atau perkataan berlebihan yang sekiranya menyinggung perasaan tuan rumah. 

Jangan terlalu memperhatikan keadaan seisi rumah. Jangan duduk di depan ruangan perempuan atau menghalangi orang lewat. Tidak banyak bertanya kepada tuan rumah kecuali hal penting saja seperti toilet dan tempat shalat. Tidak beranjak keluar atau pulang sebelum mendapat izin dari tuan rumah.    

7. Tunjukkanlah selalu perbuatan yang membahagiakan tuan rumah

Bahkan, demi membahagiakannya, saat berpuasa sekalipun pun kita diperbolehkan berbuka selama puasa yang ditunaikan adalah puasa sunah, bukan puasa wajib.   

أَنْ لَا يَمْتَنِعَ لِكَوْنِهِ صَائِمًا بَلْ يَحْضُرُ فَإِنْ كَانَ يَسُرُّ أَخَاهُ إِفْطَارُهُ فَلْيُفْطِرْ وَلْيَحْتَسِبْ فِي إِفْطَارِهِ بِنِيَّةِ إِدْخَالِ السُّرُورِ عَلَى قَلْبِ أَخِيهِ ... وذلك في صوم التطوع

Artinya: “Memenuhi undangan hendaknya jangan sampai terhalang oleh keadaan seseorang sedang berpuasa. Tetap datanglah menghadirinya. Bahkan, jika berbuka adalah hal lebih menyenangkan saudaranya, maka berbukalah. Perhatikan pula, saat ia berbuka, harus diniatkan memberikan kesenangan dalam hati saudaranya. Namun, itu dilakukan dalam puasa sunnah.” (ِl-Ghazali, II/20).          

8. Menghindari Fitnah 

Untuk menghindari fitnah, seorang laki-laki hendaknya tidak bertamu ke rumah seorang yang tuan rumahnya perempuan sendirian kecuali si laki-laki membawa istri atau keluarga istrinya yang lain.      

9. Tidak Pamer Kekayaan 

Memenuhi undangan, silaturahim, atau berkunjung kepada seseorang bukan ajang untuk pamer kekayaan atau barang yang kita miliki. Sebab, penampilan yang berlebihan bisa saja membuat orang yang dikunjungi merasa minder, malu, dan tidak nyaman. Maka berpenampilanlah secara sederhana dan seperlunya saja.    

10. Membawa Bingkisan 

Termasuk membahagiakan tuan rumah adalah membawa bingkisan atau buah tangan, baik untuk si pemilik rumah, keluarga, atau anak-anaknya. Namun ini bukan satu keharusan, sehingga menjadi penghalang tercapainya silaturahim.