Sukses

Gus Baha Ingin Malaikat Izrail Hadir dalam Pengajiannya, Ini Alasannya

Ulama kharismatik yang merupakan pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3IA, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha pernah melontarkan lelucon perihal keinginannya supaya malaikat Izrail mengikuti pengajiannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ulama kharismatik yang merupakan pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3IA, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha pernah melontarkan lelucon perihal keinginannya supaya malaikat Izrail mengikuti pengajiannya.

Alasan yang dikemukakan ulama kelahiran Rembang ini pun sangat kocak. Meskipun demikian, hal yang beliau sampaikan tetap sarat makna.

“Di hari kiamat itu masih ada malaikat yang tidak rusak yaitu delapan malaikat yang termasuk panitia malaikat, maka Izroil itu, semoga ikut ngaji di sini, Izroil itu kacau. Kacaunya itu, dia taunya terlambat. Masyhur itu, setelah orang mati semua di hari kiamat, kamu tidak tahu karena sudah mati,” katanya dikutip dari tayangan YouTube Kang Santri Chanel, Sabtu (13/04/2024).

Murid Mbah Moen ini mengaku informasi ini diperoleh melalui kitab yang beliau baca. Di mana saat kiamat dan semua makhluk yang bernyawa telah mati, tinggal satu makhluk sendirian yang masih hidup yakni malaikat Izroil yang bertugas menyampaikan wahyu.

“Ini saya tahu ya di kitab, setelah mati semua Allah bertanya: “Izrail, sudah mati semua?” “sudah Gusti,” sudah semua?”, “sudah” Masih satu, Mana Gusti, saya cabut nyawanya,” Allah: “kamu,” demikian cerita dialog Allah dengan malaikat Izrail sebagaimana dikisahkan oleh Gus Baha.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Alasannya

Ulama asl rembang ini menceritakan bahwa tatkala malaikat Izrail mencabut nyawanya sendiri ternyata ia merasakan kesakitan yang luar biasa.

“Wah setelah itu Izrail cabut nyawa sendiri, itu kesakitannya masya Allah,” terangnya.

Tapi saat ini menurut Gus Baha malaikat Izrail belum tahu kalau orang yang dicabut nyawanya itu merasakan hal yang sangat sakit. Dengan nada guyonan khasnya, beliau pun mengharapkan bahwa malaikat Izrail mendengarkan pengajiannya supaya segera tahu sakitnya saat dicabut nyawanya.

“Tapi sekarang dia belum tahu kalau itu sakit, sekarang belum tahu, makanya semoga mendengarkan (pengajian ini—pen) supaya tahu," katanya berkelakar.

“Allah bertanya kepada Izrail: “bagaimana?” “sakit sekali gusti, sakit sekali,” imbuhnya

“Lantas Izrail bilang begini: “kalau saja saya tahu dicabut nyawanya itu sakit sekali, maka saya tidak main cobat cabut, ternyata sakit,” kisahnya.

 

3 dari 3 halaman

Gambaran Sakitnya saat Sakaratul Maut

Kematian adalah peristiwa berpisahnya ruh dari jasad. Dan itu tidak terjadi kecuali disertai mabuk dan rasa nyeri yang teramat sangat. Bahkan, ia menjadi rasa nyeri paling nyeri yang menimpa seorang hamba di dunia. Mabuk dan rasa nyeri itulah kemudian disebut dengan sakaratul maut.

Tak heran sakaratul maut menjadi sesuatu yang ditakuti dan dijauhi setiap makhluk yang bernyawa, sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Qur’an, “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya,” (QS Qaf [50]: 19).

Banyak ayat dan hadits yang menggambarkan betapa beratnya sakaratul maut, terutama yang dialami oleh hamba-hamba zalim dan ahli maksiat. Di antaranya adalah ayat berikut, “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedangkan para malaikat memukuli dengan tangannya (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya,” (QS Al-An‘am [6]: 93).

Beratnya kematian juga tergambar dari perbincangan singkat antara Sayidina ‘Umar ibn Al-Khathab dengan Ka‘b. Pria yang tengah menjabat sebagai khalifah kedua itu bertanya, “Wahai Ka‘b, sampaikanlah kepadaku tentang maut.” Ia menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, maut itu bagaikan sebuah pohon yang banyak durinya dimasukkan ke dalam perut ibnu Adam. Setiap duri memegang satu urat darinya. Kemudian ditarik sekaligus oleh seorang laki-laki yang sangat kuat. Maka terputuslah semua urat yang menyangkut pada duri. Tertinggallah urat-urat yang tersisa.”

Kemudian, saat menghadapi sakaratul maut ‘Amr ibn Al-‘Ash pernah ditanya oleh putranya tentang gambaran kematian. Ia menjawab, “Demi Allah, dua sisi tubuhku seakan-akan berada dalam himpitan. Napasku seakan-akan keluar dari lubang jarum. Dan sebuah dahan berduri ditarik sekaligus dari ujung telapak kaki hingga ujung kepalaku.”

Bahkan, beratnya kematian juga dirasakan oleh para nabi. Hanya saja menurut Al-Qurthubi, bagi mereka beratnya kematian memiliki dua keuntungan. Keuntungan pertama adalah menyempurnakan keutamaan mereka dan mengangkat derajat mereka. Dan beratnya kematian mereka bukan berarti sebuah kekurangan atau celaan. Sebab, manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang di bawah mereka. Keuntungan kedua adalah memberi tahu makhluk atau umat akan beratnya kematian. Mereka mungkin mengira bahwa kematian itu ringan. Namun, jika beratnya kematian disampaikan oleh para nabi, mereka sendiri merasakannya, padahal mereka adalah orang-orang mulia di sisi Allah, barulah umat akan memahaminya. Hanya saja kematian para nabi dan umatnya ada perbedaan. Kematian para nabi tidak terjadi sebelum diberikan tawaran atau pilihan. (Lihat: Jami‘ al-‘Ulum wal-Hikam, jilid 38, hal. 32).

Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul