Sukses

Sudah Memaafkan tapi Menolak untuk Berjumpa, Ini Kata Ustadzah Oki

Hukum memaafkan orang lain, tapi menolak untuk bertemu secara langsung. Begini penjelasan dari ustazah oki setiana dewi.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam hubungan antarsesama manusia ada kalanya terjadi kesalahpahaman ataupun kekhilafan yang barangkali sulit untuk ditolerir dan dimaafkan begitu saja.

Sedanngkan Islam sendiri sangat memuliakan bagi mereka yang dengan ikhlas memaafkan kesalahan ataupun perbuatan tidak baik dari orang lain terhadap dirinya. 

Sebab perkara memaafkan adalah hal yang lebih sulit untuk dilakukan daripada meminta maaf, terlebih jika hatinya sangat tersakiti oleh orang lain yang melukainya.

Bahkan ada yang sudah memaafkan tetapi memutuskan untuk tidak ingin berjumpa atau berinteraksi secara langsung dengan orang tersebut. Lantas bagaimanakah Islam memandang tentang hal ini?

Dikutip dari laman genmusim.id, Ustadzah Oki Setiana Dewi menjelaskan perihal masalah seseorang yang telah dilukai hatinya oleh orang lain.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 3 halaman

Belajar dari Kisah Wahsyi

Seseorang mungkin pernah mencoba untuk ikhlas memaafkan kesalahan orang lain, namun karena masih teringat akan kesalahannya sehingga ia enggan untuk berjumpa dengan seseorang yang telah melukai hatinya.

Hal tersebut ternyata diperbolehkan dalam Islam. Karena perkara serupa pernah terjadi pada diri Nabi Muhammad Saw, ketika peristiwa perang uhud.

Dimana Rasulullah melakukan perang uhud bersama pamannya yang bernama Hamzah bin Abu Muthalib, yang dikenal dengan sebagai singa-Nya Allah Swt. Dan ada seorang wanita yang bernama Hindun, beliau adalah istri dari seorang pembesar Quraisy yang bernama Abu sufyan.

Pada suatu hari Hindun meminta kepada salah satu budaknya yang bernama Wahsyi dengan memberikan sebuah perintah yang begitu keji. Hindun memberikan perintah kepada Wahsyi, jika dirinya (wahsyi) bisa membunuh Nabi Muhammad, atau sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, atau Hamzah bin Abu Muthalib, maka dirinya (wahsyi) akan dibebaskan menjadi budak dan ia akan merdeka. 

Tentu tawaran itu langsung diterima oleh Wahsyi, karena ia ingin merdeka dan agar terbebas dari budak. Sehingga, pada saat perang Uhud berlangsung, Wahsyi langsung mengincar Hamzah bin Abu Muthalib untuk dijadikan sasarannya pada kesempatan perang tersebut.

Dari kejauhan Wahsyi fokus untuk melihat gerak-gerik Hamzah bin Abu Muthalib, dan sampai dirasa pada saat yang tepat, Wahsyi langsung melemparkan tombaknya kea rah Hamzah bin Abu Muthalib.

Dan tombak tersebut tepat mengenai perut Hamzah bin Abu Muthalib. Sehingga Hamzah menjadi syahid pada perang Uhud tersebut.

 

3 dari 3 halaman

Hukum Memaafkan Tapi Menolak Berjumpa

Kejadian tersebut membuat hati Rasulullah teramat sakit dan sedih akibat wafatnya Hamzah bin Abu Muthalib pada perang uhud.

Bagaimana tidak? Ketika jenazah pamannya Hamzah bin Abu Muthalib akan kuburkan, Hindun datang dan langsung membuka jenazah Hamzah bin Abu Muthalib dan kemudian dibelah dadanya Hamzah bin Abu Muthalib dan dimakan jantungnya.

“Benar wahai Rasulullah”.

Lalu Rasulullah pun meminta dirinya untuk menceritakan kembali kepadanya, atas kejadian wafat pamannya yang bernama Hamzah bin Abu Muthalib yang telah dibunuh oleh dirinya.

Wahsyi pun lalu menceritakan kembali kronologinya kepada Rasulullah. Sehingga pada saat itu, Rasulullah pun teringat kembali atas kejadian itu, hingga membuat dirinya sedih atas wafat pamannya yang bernama Hamzah bin Abu Muthalib.

Kemudian Rasulullah pun berkata kepada Wahsyi:

“Saya memaafkan engkau wahai Wahsyi, namun saya tidak sanggup untuk memandang wajahmu, karena setiap kali memandang wajahmu, akan teringat pada kejadian perang uhud dulu, maka jauhkanlah wajahmu dari hadapanku selamanya”, ucap Rasulullah.

Maka, dari kisah ini kita bisa belajar, bahwasanya jika kita telah memaafkan seseorang yang telah menyakiti hati kita tapi tidak mau untuk berjumpa itu diperbolehkan dalam Islam.

Karena untuk lebih menjaga hati kita, agar tetap bersih dan terhindar dari hal-hal yang mampu mengotori hati.