Liputan6.com, Jakarta - Tiupan sangkakala atau terompet oleh malaikat Israfil menandakan hari kiamat telah tiba. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an tiupan pertama membuat mati seluruh makhluk hidup yang dikehendakinya.
Baca Juga
Advertisement
Adapun tiupan yang kedua membangunkan atau membangkitkan manusia dari alam kuburnya. hari itu disebut dengan Yaumul Ba'ats atau hari kebangkitan. Firman Allah SWT:
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَصَعِقَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَمَنْ فِى الْاَرْضِ اِلَّا مَنْ شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ ثُمَّ نُفِخَ فِيْهِ اُخْرٰى فَاِذَا هُمْ قِيَامٌ يَّنْظُرُوْنَ
“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. Az-Zumar : 68)
Tatkala manusia dibangkitkan, Imam al-Ghazali mengungkap 2 kondisi manusia yang kondisinya sangat bertolak belakang. Satu golongan dibangkitkan dalam keadaan mulia dan terhormat sementara golongan lainnya dalam kondisi sangat hina.
Simak Video Pilihan Ini:
2 Golongan Manusia Menurut al-Ghazali
Menukil Republika, Imam al Ghazali dalam kitabnya berjudul Minhajul ‘Abidin menjelaskan ada dua kondisi manusia saat dibangkitkan dari kuburnya pada Hari Kiamat. Pertama, ada orang yang keluar dari kuburnya dan kendaraan buraq telah siap menantinya tepat di atas kuburannya, lengkap dengan mahkota dan perhiasan.
Kemudian orang itu akan mengendarainya menuju surga yang penuh dengan berbagai macam kenikmatan. Saking mulianya, dia tidak diperkenankan berjalan kaki menuju surga.
Kedua, ada orang yang keluar dari kuburnya dan Malaikat Zabaniyah sudah siap dengan tali belenggu. Orang itu yang sudah menderita, tidak akan dibiarkan masuk neraka dengan berjalan. Namun, malaikat akan menyeret wajahnya sampai ke dasar neraka jahanam. Oleh karena itu, sudah seharusnya manusia terus menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar terhindar dari segala siksa api neraka dan mendapat surga-Nya.
Advertisement
Sekilas tentang Imam al-Ghazali
Menukil tebuireng.online, Imam Hujjatul Islam, Muhammad bin Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Abu Hamid Al-Ghazali, dilahirkan di sebuah desa yang bernama Ghazali di kota Thous propinsi Khurosan, Iran sebelah Utara, pada tahun 450 H. Ayahnya adalah seorang miskin yang bekerja sebagai penenun. Beberapa waktu sebelum meninggal dunia , dia telah menitipkan Al-Ghazali dan saudaranya kepada temannya yang sufi, agar mendidik dan membimbingnya dengan menyerahkan harta yang dimilikinya untuk biaya keperluan sehari-hari mereka berdua.
Al-Ghazali ketika masih remaja belajar fiqih kepada Syekh Abu Naser Al-Ismaily. Beliau banyak mencatat keterangan-keterangan dari Syekh Abu Naser ini.
Sesampainya beliau di Thous, terus berusaha menyibukkan diri, selama kurang lebih tiga tahun beliau berusaha menghafal semua catatan yang beliau peroleh dari Syekh Abu Naser, hingga hafal semuanya.
Sesudah itu, Al-Ghazali pergi ke Naisabur untuk berguru kepada Imam Al-Haromain Al-Juwaini. Beliau sangat tekun belajar kepadanya, sehingga beliau mahir dalam bidang al-Quran, hadis, ilmu mantiq, dan retorika. Selain itu beliau juga mendalami ilmu hikmah dan filsafat, hingga beliau paham betul uraian-uraian para pakar ilmu tersebut.
Beliau memang cerdas dan cepat menangkap pesan ilmu pengetahuan. Karena kepandaiannya dalam berbagai bidang ilmu, gurunya, Imam Al-Haromain memberi gelar kepadanya Bahrun Mughdiq artinya lautan luas yang tak bertepi.
Beliau wafat pada hari senin 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hdalam usia 55 tahun. Imam Ibnu Al-Jouzy menceritakan dari Imam Ahmad, saudara Imam Al-Ghazali , bahwa ketika fajar pada hari tersebut terbit, beliau segera mengambil air wudhu. Setelah itu beliau meminta kain kafan, lalu berkata: Aku telah siap memenuhi panggilan-Mu dengan penuh ketaatan. Beliau kemudian membujurkan kedua kakinya dengan menghadap ke arah kiblat, terus menghembuskan nafas terakhirnya. Jenazah beliau di makamkan di Tobron, sebuah kawasan di kota Thous.
Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul