Sukses

Hukum Wudhu Menggunakan Kutek bagi Muslimah, Sah atau Tidak?

Menyikapi penggunaan kutek yang marak di kalangan perempuan khususnya muslimah, maka dalam hal ini bagaimana hukum keabsahan wudhunya?

Liputan6.com, Jakarta - Kuku yang rapi dan cantik merupakan salah satu priorotas kecantikan kaum perempuan. Tak hanya sekedar menjaga kebersihan, memoles kuku dengan warna atau riasan tertentu juga menjadi penunjang penampilan.

Misalnya saja dengan menggunakan kutek. Kutek merupakan pernis yang diaplikasikan pada kuku tangan maupun kaki.

Berbeda halnya dengan henna, kutek sendiri memiliki bentuk seperti lapisan benda/a’in yang menempel pada kuku. Sedangkan henna, yang menempel hanya warnanya saja setelah dibersihkan dari dzat henna tersebut.

Hal ini yang kemudian menjadi pertanyaan dari kaum peremuan khusunya muslimah terkait hukum menggunakan kutek itu sendiri. Apakah kutek dapat menghalangi sampainya air ke dalam kuku yang menyebabkan wudhu menjadi tidak sah? 

Berikut jawaban lengkapnya merangkum dari laman NU Online Jatim.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 2 halaman

Berpengaruh terhadap Keabsahan Wudhu

Sebelum menjawab permasalahan di atas, kita ketahui bersama bahwa membasuh kedua tangan hingga siku merupakan bagian dari rukun wudhu, yang mana jika ditinggalkan atau tidak sempurna basuhannya, maka wudhunya tidak sah. 

Kualifikasi pembasuhan anggota wudhu dengan sempurna menurut mazhab Syafi’i ialah dibasuh secara merata hingga sampainya air ke dalam kulit, tanpa ada penghalang apapun.

Menyikapi kutek yang marak di kalangan perempuan, maka dalam hal ini dapat menghalangi air sampai pada kuku. Basuhan menjadi kurang sempurna, sehingga berpengaruh terhadap keabsahan wudhu.

Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khatib, dalam kitabnya, menjawab persoalan ini sebagai berikut.

وَيَجِبُ إزَالَةُ مَا فِي شُقُوقِ الرِّجْلَيْنِ مِنْ عَيْنٍ كَشَمْعٍ وَحِنَّاءٍ. قَالَ الْجُوَيْنِيُّ: إنْ لَمْ يَصِلْ إلَى اللَّحْمِ وَيُحْمَلُ عَلَى مَا إذَا كَانَ فِي اللَّحْمِ غَوْرٌ أَخَذَا مِمَّا مَرَّ عَنْ الْمَجْمُوعِ وَلَا أَثَرَ لِدُهْنٍ ذَائِبٍ وَلَوْنِ حِنَّاءٍ، وَيَجِبُ إزَالَةُ مَا تَحْتَ الْأَظْفَارِ مِنْ وَسَخٍ يَمْنَعُ وُصُولَ الْمَاءِ

Artinya: "Wajib menghilangkan sesuatu yang menempel di sela-sela kedua kaki dari benda/dzat seperti lilin dan henna. Al-Juwaini berkata: Jika air tidak sampai ke kulit, termasuk juga pada cekungan kulit dari apa yang melewati secara keseluruhan, dan tidak pada bekas lelehan lemak dan warna henna. Dan wajib menghilangkan segala sesuatu yang menempel pada kuku dari kotoran yang mencegah sampainya air pada kuku." [Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khatib, Mughni al-Muḥtāj, (Beirut: Dar Kotob al-Ilmiyah, 1994), I: 180]

Kualifikasi pembasuhan anggota wudhu dengan sempurna menurut mazhab Syafi’i ialah dibasuh secara merata hingga sampainya air ke dalam kulit, tanpa ada penghalang apapun.

Menyikapi kutek yang marak di kalangan perempuan, maka dalam hal ini dapat menghalangi air sampai pada kuku. Basuhan menjadi kurang sempurna, sehingga berpengaruh terhadap keabsahan wudhu.