Liputan6.com, Jakarta - Eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah tak kunjung mereda seusai Israel membalas serangan Iran. Beberapa pihak khawatir konflik makin meluas dan memicu perang Iran Israel.
Namun, pandangan berbeda diungkapkan oleh pakar hubungan internasional Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dr Agus Haryanto.
Baca Juga
Menurut dia, Israel memang melakukan serangan ke Iran, namun sejauh ini belum ada tanda-tanda dilakukan serangan besar seperti yang dilakukan Israel ke Gaza.
Advertisement
"Sehingga hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa yang dilakukan Israel adalah gertakan ke Iran sekaligus menyelamatkan posisi politik pemerintah Israel," kata Agus, yang juga Ketua Umum Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII).
Sejak Oktober tahun lalu, Israel memiliki dua target yaitu menghancurkan hamas sampai akar-akarnya dan mengembalikan sandera. Namun keduanya belum dicapai walau sudah dilakukan serangan selama berbulan-bulan dan menghabiskan banyak dana.
"Situasi ini membuat legitimasi pemerintah Israel menurun di tingkat nasional," kata Agus, yang juga dosen ahli Cyberpolitics dari FISIP Unsoed.
Nasib Palestina Terabaikan
Menurut dia, dampak dari saling serang Israel dan Iran adalah terabaikannya nasib masyarakat Palestina. Kemarin, usulan DK PBB untuk keanggotaan penuh Palestina diveto Amerika Serikat.
"Sekaligus, serangan yang dilakukan oleh Israel terus menerus dilakukan sampai saat ini," ujarnya.
Agus menjelaskan, implikasi bagi Indonesia adalah naiknya harga minyak dunia yang mengakibatkan naiknya anggaran subsidi energi.
Jika anggaran subsidi tidak dinaikkan, maka daya beli masyarakat akan menurun sekaligus terjadinya perlambatan ekonomi di dalam negeri. Efek selanjutnya adalah perginya para investor.
Advertisement
AS Bantah Izinkan Israel Invasi Rafah
Melansir Antara, Gedung Putih pada Kamis (18/4) dengan tegas menyangkal telah memberikan Israel lampu hijau untuk menginvasi Kota Rafah di Gaza selatan sebagai imbalan agar Tel Aviv hanya melakukan pembalasan serangan secara "terbatas" terhadap Iran.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS mengatakan kepada Anadolu secara anonim bahwa klaim tersebut "tidak benar" dan bukan sesuatu yang telah dibahas."
Kantor berita al-Araby al-Jadeed yang berbasis di London telah melaporkan bahwa pemerintahan Biden memberikan persetujuan tersebut sebagai imbalan atas janji Israel untuk tidak melakukan pembalasan secara besar-besaran terhadap Iran atas serangan rudal balistik dan drone yang belum pernah terjadi sebelumnya pada akhir pekan lalu, dengan mengutip sumber Mesir yang tidak disebutkan namanya.
"Laporan tersebut tidak akurat," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional melalui surat elektronik.
Teheran melakukan serangan semalaman terhadap Israel pada Sabtu (13/4) sebagai balasan atas serangan pada 1 April terhadap konsulatnya di Suriah yang menewaskan tujuh perwira militer Iran, termasuk dua komandan berpangkat tinggi Korps Garda Revolusi Islam untuk Suriah dan Lebanon.
Meski Israel secara resmi tidak mengakui bertanggung jawab atas serangan itu, tetapi negara itu berulangkali menyerang target Iran di seluruh Suriah beberapa bulan belakangan. Sementara itu, AS menyangkal memiliki peran dalam serangan itu.
Ancaman Iran
Teheran mengancam akan “mempertimbangkan kembali” doktrin nuklirnya pada Kamis jika Israel menyerang fasilitas nuklir Iran di tengah meningkatnya ketegangan antara dua musuh regional tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga telah berjanji untuk menginvasi Rafah di mana 1,5 juta warga Palestina berlindung dengan menjadi pengungsi selama lebih dari setengah tahun perang berjalan.
Pemerintahan Biden mengatakan tidak akan mendukung invasi yang tidak memperhitungkan dampak kemanusiaan yang akan terjadi, dan Gedung Putih, selama beberapa pekan, telah berupaya menjadwalkan pertemuan dengan delegasi Israel di Washington untuk memberikan alternatif.
Sejauh ini, pertemuan hanya dilakukan secara virtual. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa pertemuan virtual selanjutnya akan diadakan pada Kamis.
Advertisement