Sukses

Gus Baha: Orang Tidak Ikhlas Itu Aneh, Kenapa?

Gus Baha mengatakan bahwa ikhlas itu mudah dipraktikkan dan jikalau manusia tidak memiliki sifat ikhlas justru suatu keanehan

Liputan6.com, Cilacap - Ulama ahli Qur’an asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengatakan bahwa ikhlas itu mudah dan bukan hal yang sulit. Bahkan beliau mengatakan kalau seseorang tidak bisa ikhlas merupakan suatu keanehan.

Pernyataan murid Mbah Moen ini terdengar aneh, pasalnya sering kita mendengar pernyataan bahwa ikhlas itu mudah sekali diucapkan, namun sulit untuk mengamalkannya.

Demikian halnya dengan kenyataan yang kita alami. Memang pada praktiknya, memiliki karakteristik sebagai orang ikhlas ini teramat sulit.

Ikhlas berasal dari bahasa Arab khalasa yang artinya murni, bersih dan terbebas dari segala kotoran. Singkatnya ikhlas ialah mengamalkan sesuatu karena Allah semata, bukan karena ingin pujian atau yang semisalnya.

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Ikhlas Itu Mudah

Gus Baha mengatakan bahwa ikhlas itu mudah dipraktikkan dan jikalau manusia tidak memiliki sifat ikhlas justru suatu keanehan.

“Orang tidak ikhlas menurut saya itu orang aneh, Ikhlas itu gampang,” tuturnya dikutip dari tayangan YouTube Short @gusbahaceramah1993, Jumat (19/04/2024).

Pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3iA ini mengatakan bahwa agar bisa ikhlas, maka segala sesuatu yang kita miliki harus disandarkan kepada pemahaman bahwa semuanya itu hakikatnya milik Allah.

“Sudah saya bilang kalau kamu yakin ilmu itu milik Allah ngasihkan juga Ikhlas itu milik Allahu Apa sih yang kamu punyai sehingga kamu Nak ikhlas,” tandasnya.

Jadi, jika kita merasa memiliki sesuatu, maka dalam kacamata tasawuf itu merupakan suatu kesalahan yang menyebabkan kita pada akhirnya tidak akan bisa ikhlas.

“Uang milik Allah energi kita milik Allah bumi milik Allah kemudian kamu merasa memiliki merasa memiliki itu kalau dalam ilmu tasawuf sudah kesalahan, kan bagaimana Anda punya?” tandasnya.

3 dari 3 halaman

Pahala Luar Biasa bagi Orang yang Ikhlas

Menukil Republika, pahala ikhlas adalah ditolong oleh Allah SWT. Nabi SAW menegaskan, “Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena doa orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal” (HR. Nasa’i). Ikhlas adalah beramal semata diniatkan karena Allah SWT, bukan juga karena mengharap pahala. 

Secara psikologis, kondisi batin orang yang ikhlas serupa benar dengan firman Allah SWT, “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. al-Hadid/57: 23). 

Dzun Nun al-Mishri berkata, seperti ditulis oleh Imam al-Qusyairi dalam Risalah al-Qusyairiah, bahwa ada tiga tanda ikhlas. Pertama, tatkala seseorang merasakan pujian dan celaan manusia tidak ada bedanya. Artinya, pujian manusia tidak dapat membuatnya bahagia dan merasa mulia. Begitu juga celaan orang tak membuatnya jadi berduka dan terhina.

Kedua, tatkala dia mengerjakan perbuatan baik, dia tidak menyadarinya bahwa dia mengerjakan perbuatan baik itu. Ketiga, dia lupa begitu saja bahwa dia kelak akan mendapatkan pahala di akhirat karena perbuatan baik yang dilakukan. Kalau diamati apa yang dikatakan oleh Dzun Nun al-Mishri ini membagi orang ikhlas menjadi dua, yakni mukhlis dan mukhlas.

Kita mukhlis apa sudah jadi mukhlas? Kita baru pada posisi mukhlis apabila kita masih menyadari bahwa yang kita  kerjakan itu ikhlas. Namun kita beranjak jadi mukhlas manakala kita tak lagi menyadari bahwa kita sedang melakukan sesuatu secara ikhlas. Tegasnya mukhlas tak lagi mengejar derajat mukhlis karena seorang mukhlas pasti mukhlis, dan tidak sebaliknya. 

Jadi mukhlas adalah karakter alamiah seorang mukhlish.  Mukhlas adalah respons spontan seorang mukhlis untuk berbuat kebaikan tanpa syarat,  tanpa harap. Namun keduanya adalah orang-orang yang memahami titah Allah SWT, “Katakanlah, “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.” (QS. Ali Imran/3: 29).

Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul