Sukses

Buya Yahya: Sholat Tak Perlu Sajadah, di Sawah Sekalipun Tetap Jalankan

Sholat di sawah sah meski tanpa sajadah, Buya Yahya: jangan beralasan karena tidak ada tempat

Liputan6.com, Jakarta - Tak dipungkiri, banyak yang beranggapan, sholat harus menggunakan sajadah. Karenanya, kita sering melihat seorang muslim selalu membawa sajadah saat akan sholat, seolah-olah wajib.

Namun, menurut Buya Yahya kita sama sekali tidak perlu sajadah saat kita mengerjakan sholat. Bahkan saat di sawah pun bisa melaksanakan sholat. Ketiadaan sajadah jangan sampai jadi alasan tidak sholat.

"Anda bisa sholat di mana pun tanpa sajadah, sebab bumi Allah itu suci. Di padang pasir, padang rumput di mana saja tidak pakai sajadah sah," kata Buya Yahya dalam Youtube short, @buyayahyaofficial.

Menurut KH Yahya Zainul Ma'arif, kita harus paham tentang kemudahan dalam melakukan sholat.

"Sajadah bukan syarat sahnya sholat, kotor tidak najis," tegas Buya Yahya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Di Sawah Tetap Sholat, Lumpur Tidak Najis

"Najis kan terbatas sekali, hanya ada tujuh saja najis adalah kotoran manusia, air kencing siapa yang kencing di situ kan enggak ada," ujarnya.

"Jadi di sawah, lumpur tidak najis kok, jangan gara-gara di sawah enggak ada tempat sholatnya lalu tidak sholat. Dengan sholat, Anda dapatkan 50 keutamaan, 50 derajat, diangkat derajatnya 50, diikuti malaikat," tambahnya.

"Maka sholatlah di sawah, sholatlah di perjalanan, biarpun tidak ada masjid misalnya, asalkan tempat itu tempat umum yang diizinkan bukan menggosop tempatnya orang. Kalau itu tempatnya orang, minta izin ya bisa di mana saja," tandas Pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon ini.

3 dari 4 halaman

Mengenal Sajadah beserta Sejarahnya

Mengutip Liputan6.com, kata sajadah berasal dari bahasa Arab yakni sajjadah yang berarti alat ibadah berupa satu lembar kain atau karpet yang digunakan oleh umat Muslim, beberapa denominasi Kristen, dan umat Baháʼí dalam menjalankan ibadahnya.

Sajadah sendiri biasanya diletakkan di atas tanah atau lantai sebagai alas salat. Alas tersebut digunakan saat sujud dan duduk. Hal ini dilakukan supaya terhindar dari najis. Fungsi sajadah yang paling utama adalah menjaga kesucian dalam salat dan sepatu harus dilepas saat menggunakannya.

Banyak sajadah dibuat oleh tukang tenun di pabrik. Desain sajadah umumnya menggambarkan asal wilayah dan penenunnya. Sajadah umumnya dihiasi dengan bentuk-bentuk dan pola geometris.

Selain itu, sajadah juga dihiasi dengan gambar yang mencerminkan markah tanah Islam, seperti Ka'bah. Tak hanya itu, sajadah sering dihiasi dengan simbol-simbol keagamaan yang berfungsi sebagai alat bantu untuk mengingat. Tetapi haram memuat gambar makhluk bernyawa. Sajadah sendiri banyak ditemukan di daerah Asia Tengah dan Barat.

 

4 dari 4 halaman

Sejarah Sajadah

Awal mula terbuatnya sajadah yakni pada masa Nabi Muhammad SAW yang berdoa di atas Khumrah atau tikar yang terbuat dari daum palem sebagai alas untuk kebersihan tempat untuk berdoa dan salat. Nabi Muhammad SAW berkata sajadah tidaklah hal yang wajib ada, sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad SAW,

"Seluruh bumi telah dijadikan tempat sholat, kecuali kuburan dan kamar kecil" (Al-Tirmidzi),

Namun perkembangannya sangatlah pesat dan kini banyak digunakan di masjid, mushola, bahkan di setiap rumah-rumah umat Muslim.

Pada abad pertengahan, sajadah digunakan oleh orang-orang pinggiran di Kairo, Mesir untuk sholat berjamaah. Dari situlah sajadah mulai dikenal oleh masyarakat Muslim dan terus mengalami perkembangan sampai saat ini.

Bahkan, sajadah telah digunakan di mana-mana dan oleh semua kalangan umat Muslim. Kini, sajadah telah mengalami modifikasi sedemikian rupa yang disesuaikan dengan budaya masing-masing tempat dan seni yang ada di tempat tersebut.

Padahal, awal mula pembuatan sajadah masih dengan desain yang serupa yakni desain pintu besar seperti pintu menuju surga dan selalu ada simbol mihrab dengan ceruk melengkung yang menyerupai pintu.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Â