Liputan6.com, Jakarta - Dalam Islam, bulan Dzulhijjah disebut juga sebagai bulan kurban. Pada bulan ini umat muslim disunnahkan untuk Bulan di mana bagi untuk menyembelih hewan qurban.
Di antara hewan kurban yang dapat disembelih seperti domba, sapi, atau kambing. Sedangkan uuntuk hukumnya sendiri yaitu sunnah muakkad.
Tak hanya sekedar ibadah, dengan berkurban kita juga dapat memahami akan pentingnya sikap pengorbanan dan belas kasih terhadap sesama.
Advertisement
Baca Juga
Akan tetapi bagaimana hukumnya jika ibadah qurban diselenggarakan berdampingan dengan aqiqah? Karena tidak sedikit orang yang ketika menginjak usia dewasa belum diaqiqahi oleh orang tuanya.
Mungkin karena belum mampu atau sebab lainnya, akhirnya saat dewasa si anak tersebut ingin berkurban. Apakah menggabungkan aqiqah dengan kurban diperbolehkan dalam Islam?
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Menggabungkan Kurban dengan Aqiqah
Ulama Syafiiyyah berbeda pendapat menyikapi hal ini. Menurut Imam Ibnu Hajar al-Haitami, orang tersebut hanya berhasil mendapatkan pahala salah satunya saja.
Sedangkan menurut Imam Romli, yang bersangkutan bisa mendapatkan pahala kedua-duanya. Maksudnya, apabila bertepatan antara tanggal 10-13 Dzulhijjah ada orang yang berkurban sekaligus niat juga beraqiqah dengan hewan yang sama berupa satu kambing (untuk perempuan) atau dua kambing (untuk laki-laki) menurut Imam Romli hal ini bisa mendapatkan pahala kurban dan aqiqah.
Dengan demikian, pahalanya berlipat ganda. Tentu harus diniati dari hati orang yang berkurban itu. Apabila tidak diniati, tidak akan mendapat pahala kedua-duanya. Hal ini sebagaimana penjelasan berikut:
(مسألة): لو نوى العقيقة والضحية لم تحصل غير واحدة عند (حج) ويحصل الكل عند (م ر)
Artinya : [Masalah] Jika ada orang berniat melakukan aqiqah dan kurban (secara bersamaan) tidak berbuah pahala kecuali hanya salah satunya saja menurut Imam Ibnu Hajar (Al Haitami) dan berbuah pahala kedua-duanya menurut Imam Romli. (Ibnu Hajar al-Haitami, Itsmidil Ain, [Darul Fikr], halaman: 127).
Advertisement
Beragam Pendapat Ulama
Jika mengacu pada kutipan Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani dari para tabiin dalam Fathul Bari berikut ini, jelas bahwa orang yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, kemudian ia menjalankan ibadah kurban, maka kurbannya itu saja sudah cukup baginya tanpa perlu juga beraqiqah.
فتح الباري لابن حجر - (ج 15 / ص 397) وَعِنْد عَبْد الرَّزَّاق عَنْ مَعْمَر عَنْ قَتَادَةَ " مَنْ لَمْ يَعُقّ عَنْهُ أَجْزَأْته أُضْحِيَّته " وَعِنْد اِبْنِ أَبِي شَيْبَة عَنْ مُحَمَّد بْن سِيرِينَ وَالْحَسَنِ " يُجْزِئ عَنْ الْغُلَام الْأُضْحِيَّة مِنْ الْعَقِيقَة
Artinya: Menurut Abdur Razzaq, dari Ma'mar dari Qatadah mengatakan: Barang siapa yang belum diaqiqahi, maka cukup baginya berkurban. Menurut Ibnu Abi Syaibah dari Muhammad ibn Sirin dan al-Hasan mengatakan: Cukup bagi seorang anak kurban dari aqiqah.
Kesimpulannya, terdapat perbedaan pendapat antara Imam Romli yang memperbolehkan satu hewan dengan diniatkan kurban dan aqiqah serta mendapatkan dua pahala sekaligus.
Sedangkan menurut Ibnu Hajar al-Haitami, hanya menghasilkan pahala salah satunya saja. Jika ingin mengikuti kutipan Ibnu Hajar al-Asqalani, apabila penyembelihan bertepatan waktu kurban maka cukup diniatkan kurban saja. Ini akan mencukupi tuntutan sunnah aqiqah pada seseorang.