Sukses

Bolehkah Bersedekah saat Masih Punya Utang, Apa Hukumnya?

Haruskah bayar utang atau bersedekah? Inilah hukum bersedekah bagi yang sedang punya utang, ini kata ulama.

Liputan6.com, Jakarta - Di masyarakat banyak yang bingung mengenai mana yang akan didahulukan, antara bayar utang atau sedekah terlebih dahulu.

Memang, seseorang yang punya utang wajib untuk mengembalikannya. Namun jika ditelaah, memberi sedekah juga akan membuka pintu rezeki serta menarik rezeki.

Sementara, rezeki tersebut bisa untuk bayar utang, jika datangnya dalam bentuk uang.

 

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Israa: 34)

Menyegerakan pembayaran utang juga dianjurkan dalam hadis Rasulullah SAW. Sebagai contoh, Rasulullah SAW bersabda: "Hendaklah kalian membayar utang, karena utang itu menyebabkan kemiskinan, dan membayar utang itu akan menghapuskan dosa."

Di lain sisi, sedekah juga sangat dianjurkan dalam Islam. Sedekah memiliki berbagai keutamaan yang tak hanya bermanfaat di akhirat, namun diyakini akan dibalas tunai di dunia.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Bagaimana Hukum Bersedekah Saat Utang Bertumpuk

Lantas, bagaimana hukum bersedekah bagi yang sedang punya utang?

Berkaitan dengan hal ini, para ulama ahli fiqih memiliki pandangan yang berbeda-beda perihal hukum bersedekah bagi orang yang memiliki utang, semua itu tergantung pada situasi dan kondisi orang yang hendak bersedekah.

Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya menjelaskan bahwa bersedekah bagi orang yang punya utang bukanlah perbuatan yang dianjurkan dan termasuk menyalahi sunnah. Bahkan jika dengan bersedekah tidak mampu melunasi hutangnya, maka hukumnya haram,

وَمَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَوْلَهُ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَتَصَدَّقَ حَتَّى يُؤَدِّي مَا عَلَيْهِ. قُلْتُ اَلْأَصَحُّ تَحْرِيْمُ صَدَقَتِهِ بِمَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ لِنَفَقَةِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَوْ لِدَيْنٍ لَا يَرْجُو لَهُ وَفَاءً

Artinya: “Barangsiapa yang memiliki utang, atau (tidak memiliki utang namun) berkewajiban menafkahi orang lain, maka disunnahkan baginya untuk tidak bersedekah sampai ia melunasi tanggungan yang wajib baginya. Saya berkata: Menurut pendapat yang lebih sahih, haram hukumnya menyedekahkan harta yang ia butuhkan untuk menafkahi orang yang wajib ia nafkahi, atau (harta tersebut ia butuhkan) untuk membayar utang yang tidak dapat dilunasi (seandainya ia bersedekah).” (Imam Nawawi, Minhajut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin fil Fiqh, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], halaman 95).

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Imam ar-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, juz VI, halaman 174; Imam al-Qulyubi dalam kitab Hasyiyah al-Qulyubi; Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj; Syekh Muhammad az-Zuhri al-Ghumari dalam kitab as-Sirajul Wahhaj ‘ala Matnil Minhaj; Imam Abu Zara’ah al-Iraqi dalam kitab Tahrirul Fatawa; dan beberapa ulama mazhab Syafi’iyah lainnya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki utang dan tidak bisa melunasinya kecuali dengan uang yang sedang ia miliki, maka tidak boleh baginya untuk bersedekah. Termasuk juga jika ia sedang membutuhkan uang tersebut, baik untuk dirinya sendiri ataupun orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya.

 

3 dari 3 halaman

Ternyata Ini yang Harus Didahulukan

Berbeda dengan orang yang masih memiliki harapan bisa membayar utang melalui jalur yang lain. Contoh: ada orang yang punya utang 100 ribu, dan ia memang hanya memiliki uang 100 ribu, hanya saja ia memiliki penghasilan di luar yang hasilnya bisa digunakan untuk melunasi utangnya, maka hukum bersedekah bagi orang seperti contoh ini diperbolehkan. Hal ini dengan catatan, sepanjang tidak sampai mengakhirkan pembayaran utang dari tempo yang telah ditentukan dan tidak ada tagihan dari orang yang memberi utang.

Jika berakibat mengakhirkan pembayaran atau ada tagihan dari pemberi utang, maka dalam hal ini wajib untuk menyegerakan pelunasan utangnya,

وأما تقديم الدين فلأن أداءه واجب فيتقدم على المسنون فإن رجاله وفاء من جهة أخرى ظاهرة فلا بأس بالتصدق به إلا إن حصل بذلك تأخير وقد وجب وفاء الدين على الفور بمطالبة أو غيرها فالوجه وجوب المبادرة إلى إيفائه وتحريم الصدقة بما يتوجه إليه دفعه في دينه

Artinya: “Adapun kewajiban mendahulukan membayar utang adalah karena merupakan tanggungan wajib, maka harus didahulukan dari yang sunnah (sedekah). Sedangkan jika utangnya bisa lunas melalui harta yang lain, maka tidak masalah bersedekah dengan harta tersebut, kecuali jika berakibat pada diakhirkannya pembayaran. Sedangkan ia wajib untuk segera melunasi utang tersebut karena adanya tagihan atau hal lainnya, maka dalam keadaan ini wajib untuk segera melunasi utangnya, dan haram bersedekah dengan harta yang akan digunakan untuk membayar utang.” (Syekh Khatib as-Sirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz III, halaman 122).

Kendati demikian, merujuk penjelasan Imam ar-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj, larangan bersedekah bagi orang yang punya utang tidaklah bersifat umum. Hal-hal kecil yang tidak berpengaruh pada adanya utang seperti roti, kue dan makanan ringan lainnya tetap disunnahkan dan dianjurkan. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bersedekah bagi orang yang memiliki utang tidaklah dianjurkan, bahkan bisa berhukum haram jika utangnya sudah jatuh tempo atau diharapkan tidak adanya harta yang bisa melunasi utangnya jika ia bersedekah. Karena itu, setiap orang harus benar-benar bijak dalam mengelola uangnya.

Bersedekah memang bagian dari anjuran syariat Islam dan termasuk perbuatan yang terpuji, namun menjadi kurang baik jika dilakukan oleh orang-orang yang sedang terlilit utang, atau benar-benar butuh untuk menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya. Wallahu a’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul