Sukses

Pria Paling Bodoh Menurut Buya Yahya, Siang Mukul Malamnya Menggauli!

Menurut Buya Yahya, memuukul istri itu pria bodoh. Seberapa besar dosa bagi suami yang pukuli istri?

Liputan6.com, Jakarta - Pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Buya Yahya atau KH Yahya Zainul Ma'arif mengutip sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa pria paling bodoh adalah laki-laki yang saat siang pukul istri malamnya menggaulinya.

"Nabi mengisyaratkan, mengingatkan kebodohan seorang laki-laki yang sangat bodoh adalah saat memperlakukan istrinya, siang hari dipukul malamnya digauli. Bodoh banget tuh orang," kata Buya Yahya dalam sebuah majelis pengajiannya.

Kebodohan tersebut menurut Buya, laki-lakinya saja punya hajat kok istrinya dipukuli. Semestinya, suami melindungi keluarga, bukannya memukuli istri.

"Wong dia sendiri punya hajat kok memukul. Biarpun katanya dia punya ilmu ustadz segala macam, rendah jika memukul istrinya. Istri bukan untuk dipukuli," tegas Buya Yahya, seperti dikutip dari tayangan Youtube @AkhirZamann.

Buya juga menyatakan, alangkah besar dosa seorang laki-laki memukul istrinya yang merupakan ibu dari anak-anaknya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Jangan Pukul Istri Meski Itu Layak Sekalipun

Buya membandingkan dengan orang yang mencaci orang di pasar, seketika selesai urusan marah itu akan reda. Kalau dengan pasangan, atau istri, maka setiap hari harus bertemu.

"Ketahuilah bahwa jika Anda mencaci orang di pasar sana setelah anda berpisah urusan Anda selesai. Perempuan itu sakit hati akan tapi bersama hilang wajah Anda mungkin akan hilang itu rasa sakit. Tapi kalau Anda seorang suami mencaci istri Anda, setiap hari dia melihat muka anda alangkah zalimnya," ujap Buya.

"Anda laki-laki model apa seperti itu, laki-laki hebat tidak akan memukul istrinya biarpun istrinya layak dipukul," ungkapnya.

"Dengar para suami yang sering ringan tangan yang memukul istrinya hati-hati Anda ini laki-laki atau bukan? suami atau bukan?," sebut Buya.

3 dari 4 halaman

Berikut Pandangan Islam Soal Suami Pukul Istri

Menukil nu.online.com, tindakan kekerasan, seperti memukul, menendang, menampar yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam pandangan Islam tentu tidak bisa dibenarkan. Para suami kerap mendasari tindakan itu pada Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 34 yang artinya

"Istri-istri yang kalian khawatirkan melakukan pembangkangan (tidak memenuhi hak suami), maka nasehatilah mereka, diamkan mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Bila mereka menaati kalian, maka jangan kalian cari jalan untuk merugikan mereka."

Hal yang kerap disalahpahami dan dijadikan pembenaran dari ayat di atas dalam hal ini adalah pada diksi 'wadhribuhunna' yang berarti 'dan pukullah mereka'.

Perlu diketahui, ada rincian ketentuan yang harus dipahami secara baik dalam hal ini, sehingga kesalahpahaman terhadap ayat tersebut tidak berulang. Pertama, tujuan utama memukul adalah mendidik istri agar kembali menaati atau memenuhi hak suami. Selagi tindakan yang ringan bisa ditempuh agar tujuan itu tercapai, tentu tidak boleh mengambil tindakan yang lebih berat. Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam Fakhurddin Ar-Razi dalam kitab tafsir Mafatihul Ghaib, bagaimanapun mengambil tindakan yang paling ringan sangat perintahkan dalam hal ini.

Kedua, jika terpaksa perlu mengambil tindakan memukul, maka hanya dengan boleh pukulan yang sangat ringan dalam rangka mendidik, seperti memukul dengan siwak atau sikat gigi dan semisalnya.

 

4 dari 4 halaman

Tidak Ada Alsan Pembenar Bagi Pelaku KDRT

Memukul yang dimaksud bukan dengan pukulan yang mematikan, mengakibatkan cacat permanen, luka berdarah atau patah tulang, membuat lebam, atau sangat menyakitkan.

Pemukulan juga tidak boleh dilakukan pada wajah dan bagian-bagian tubuh yang membahayakan, tidak boleh memukul di luar rumah, tidak boleh memukul di satu bagian tubuh secara berulang-ulang.

Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam Muhammad bin Jarir at-Thabari dalam kitab Jâmi’ul Bayân fi Ta’wîlil Qur’ân. Pemahaman demikian ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tepatnya pasal 6 yang menyatakan: "Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat."

Ketiga, pemukulan tidak boleh dilakukan karena didahului permusuhan atau pertikaian antara suami istri. Jika sebelumnya sudah terjadi pertikaian, suami tidak boleh memukul istri meskipun dalam rangka mendidiknya. Jika istri masih membangkang atau tidak memenuhi hak suami, jalan satu-satunya adalah melaporkan kepada hakim, bukan main hakim sendiri.

Hal ini sebagaimana dijelaskan Syekh Muhammad Syatha ad-Dimyathi dalam kitab Hâsyiyah I’ânatut Thâlibîn. Keempat, jika istri hanya akan jera dengan pukulan yang membahayakan, maka suami sama sekali tidak boleh memukul istri, baik pukulan yang ringan apalagi yang membahayakan dengan alasan apa pun.

Hal ini sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtâj. Oleh karena itu, tidak ada alasan apapun yang dapat dijadikan pembenaran tindakan KDRT terhadap istri. Apalagi sampai membawa-bawa Al-Qur’an dan ajaran Islam sebagai alasan pembenarannya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul