Liputan6.com, Cilacap - Hijab lilit leher ialah cara berhijab yang tidak menjulurkan sampai dada. Akhir-akhir ini model hijab seperti ini menjadi trend bagi wanita, terutama di kalangan anak muda.
Baca Juga
Advertisement
Seiring perkembangan fashion dewasa ini, turut serta mempengaruhi model berpakaian tak terkecuali juga dengan model hijab. Hijab lilit leher merupakan salah satu model dari sekian banyak model hijab.
Tak hanya di dunia nyata, rupanya hijab lilit leher juga menjadi trending topik di beberapa platform media sosial, seperti TikTok.
Ragam komentar dari warganet perihal ini. Sebagian ada yang mengatakan boleh memakainya dan sebagian yang lain mengatakan tidak boleh.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pertanyaannya ialah apakah memakai hijab lilit leher diperbolehkan? Apa hukumnya dalam Islam?
Simak Video Pilihan Ini:
Menjadi Tren saat Ini
Dalam postingan akun Instagram-nya, Lora Muhammad Ismail Al Kholili menjelaskan tentang hijab lilit leher. Menurutnya hijab lilit leher menjadi trending topik di media sosial, bahkan menjadi perbincangan banyak orang.
“Menurut banyak orang jilbab lilit leher bukan cara berjilbab yang diajarkan oleh agama Islam karena tidak menutupi area dada. Banyak yang menghujat sebagian Ning (Putri Kiai) karena dinilai mencontohkan cara berhijab yang tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’an,” ucapnya dikutip dari laman tebuirengonline, Rabu (01/05/2024).
Lora Ismail menjelaskan bahwa hijab merupakan penutup aurat, dalam hal ini para ulama sepakat bahwa bagi wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat yang tidak boleh ditampakkan.
Sebagian ulama dan madzhab Hanafi menambahkan kaki juga termasuk bagian yang tidak boleh terlihat.
Advertisement
3 Syarat Berhijab Menurut Syaikh Ali Jum’ah
Agama Islam tidak pernah menentukan cara dan gaya khusus dalam berhijab. Ada 3 syarat berhijab menurut Syaikh Ali Jum’ah.
والحجاب المقصود هو الثوب الذي يستر عورة المرأة بشرط الا يكون قصيرا، فيظهر شيئا من عورتها، ولا يكون رقيقا فيكشف شيئا من لون جلدها، ولا يكون ضيقا، فيصف حجم عورتها تفصيلا
“Tidak pendek sehingga ada kulit auratnya yang masih terlihat, tidak tipis sehingga warna kulitnya transparan, tidak ketat sehingga bisa menunjukkan bentuk auratnya.” Terang cicit Syaikhona Kholil Bangkalan.
Beliau mengatakan bahwa, jika seperti itu dari mana datangnya hijab syar’i dan pengharusan hijab turun ke bawah dada bahkan ada yang mewajibkan ke area jauh ke bawah?
Pemahaman itu sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 31 yang berbunyi:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ
Artinya: “Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.”
Menurut Ibnu Katsir ayat tersebut turun karena busana muslimah tidak sama dengan busana wanita jahiliyah, yang mana ketika mereka jalan di hadapan laki-laki dada mereka tidak tertutup dengan sesuatu apapun.
Mereka juga memperlihatkan leher dan daun telinga mereka. Allah kemudian menyuruh mu’minah untuk tidak mencontoh mereka dalam hal itu dengan menutupi dada dan menjulurkan hijab.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak menuntut gaya berhijab perempuan, namun Islam mengajarkan cara berhijab yang sesuai dengan syariat.
Menjulurkan Hijab Perintah Allah
Lora Ismail menyimpulkan bahwa, “Menjulurkan hijab adalah perintah Allah untuk mereka yang aurat bagian dadanya terlihat dan tidak tertutupi, bukan kepada mereka yang auratnya sudah tertutupi dengan pakaian sopan dan rapi.
Jadi, salah kaprah jika dengan dalil ayat itu ada yang mencurigai atau bahkan menghujat seorang muslimah yang baik dan tata beragama, yang sudah menutup rapat bagian dadanya. Hal itu tidak menafikan jika hijab yang terjulur panjang memang terlihat lebih aman, sopan dan lebih membatasi potensi fitnah karena lebih menutupi dari mata nakal para lelaki.”
“Silahkan berpakaian dengan cara yang menurutmu paling mendekati wanita agung nan mulia, seperti Sayyidah Fatimah. Akan tetapi jika dengan itu kamu mencurigai, menghujat bahkan menghakimi muslimah lain yang sudah berpakaian tertutup dan memenuhi syarat hanya karena ia tidak sesuai dengan pendapat dan selera berpakaianmu, maka hijabmu boleh islami, tapi hatimu jelas tidak syar’i sama sekali,” pungkas beliau.
Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement