Sukses

Mitos Gigi Copot Harus Dibuang ke Atap agar Tumbuh Lagi, Bagaimana Pandangan Islam?

Begini pandangan Islam tentang mitos gigi copot dibuang ke atap, ternyata begini sunahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Mitos melempar gigi yang tanggal atau copot ke atap telah menjadi bagian dari budaya dan tradisi di banyak tempat di dunia. Meskipun tidak ada dasar ilmiah yang kuat untuk kepercayaan ini, namun praktik tersebut tetap bertahan dari generasi ke generasi.

Bagi beberapa orang, melempar gigi copot  ke atap dianggap sebagai suatu upacara kecil yang melibatkan harapan akan tumbuhnya gigi yang kuat dan sehat pada anak tersebut. Lalu bagaimana pandangan Islam mengenai mitos semacam ini?

Sebelumnya, mitos ini juga mungkin memiliki aspek ritual atau spiritual yang penting bagi beberapa keluarga atau komunitas, sehingga mereka terus mempraktikkannya meskipun tidak ada bukti yang mendukung.

Mitos ini tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, namun hal tersebut tidak menghentikan orang-orang untuk tetap mempraktikkannya. Kebiasaan ini juga bisa dianggap sebagai bagian dari warisan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga sulit untuk dihilangkan begitu saja.

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Ini Perintah Rasulullah SAW

Dalam beberapa kasus, melempar gigi ke atap juga dianggap sebagai suatu bentuk pengalihan perhatian atau hiburan bagi anak-anak yang mengalami kehilangan gigi pertama mereka.

Meskipun mitos ini bisa dilihat sebagai sesuatu yang absurd secara ilmiah, namun nilai budaya dan tradisi seringkali lebih kuat dalam mempertahankan praktik-praktik seperti ini.

Mengutip Bincangsyariah.com, dalam Islam mekanisme sunnahnya bukan justru dilempar ke atap melainkan dipendam (dikubur). Hal tersebut sebagaimana anjuran Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis beliau menganjurkan untuk memendam 7 anggota yang terpisah dari manusia. Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

كان يأمر بدفن سبعة أشياء من الإنسان الشعر والظفر والدم والحيضة) بكسر الحاء خرقة الحيض (والسن والعلقة والمشيمة) لأنها من أجزاء الآدمي فتحترم كما تحترم جملته لما ذكر قال الحكيم: وروي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم احتجم وقال لعبد الله بن الزبير: أخفه حيث لا يراك أحد

Artinya:” Beliau Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengubur tujuh benda pada diri manusia: Rambut, kuku, darah, kain bekas darah haid, gigi, gumpalan darah, dan ari-ari. Karena mereka adalah bagian dari manusia, maka mereka dihormati sebagaimana tubuhnya dihormati, sebagaimana disebutkan Al-Hakim: Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw berbekam kemudian bersabda kepada Abdullah bin Al-Zubair: “Sembunyikan (darah bekam ini) di tempat yang tidak ada yang bisa melihatmu.” (Faidhul Qadir juz 5 halaman 198)

3 dari 3 halaman

Begini Penghormatan Bagi Tubuh Manusia

Namun dalam Kitab Fatawa As Syabkah Al Islamiyyah hadis terkait anjuran mengubur 7 benda yang ada pada diri manusia statusnya adalah dhaif (lemah). Kendatipun demikian hal tersebut tetap dianjurkan.

Mengingat tujuan penguburan 7 benda tersebut adalah sebagai penghormatan terhadap anggota badan pada diri manusia. Dan hal ini selaras dengan nash nash dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

فقد وردت بعض الآثار في الأمر بدفن الشعر، والظفر، والدم، والسن، والقلفة، والمشيمة، وهذه الآثار وإن كانت ضعيفة لكن مضمونها موافق لما دلت عليه نصوص الوحي من القرآن والسنة من حرمة الآدمي وكرامته وإذا لم يوجد مكان يدفن فيه الدم أو غيره، فيمكن أن يتخلص منه بجعله في المجاري، والبواليع، أو غيرها، مما يجعله يختفي عن أعين الناس

Artinya: “Ada beberapa riwayat tentang perintah menguburkan rambut, kuku, darah, gigi, kulup, dan ari-ari. kesucian dan harkat dan martabat manusia. Jika tidak ada tempat untuk menguburkan darah atau benda lain, maka dapat dihilangkan dengan cara ditaruh di got, gorong-gorong, atau di tempat lain yang membuatnya hilang dari pandangan orang.”

Dengan demikian mekanisme pembuangan gigi yang copot atau 7 benda yang telah dijelaskan diatas sesuai anjuran Rasulullah Saw adalah dengan menguburnya. Jika tidak ada tempat untuk mengubur maka dapat dihilangkan dengan cara dibuang di got, gorong-gorong, atau di tempat lain yang jauh dari pandangan orang.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul