Liputan6.com, Jakarta - Ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya memberikan wejangan yang dapat dicermati oleh setiap muslim. Nasihat Buya Yahya kali ini berkaitan tentang kehidupan dalam rumah tangga.
Mengawali nasihatnya, Buya Yahya berpesan agar menghindari berbuat dzalim kepada pasangan. Menurut Buya yahya, tidak dzalim kepada suami atau istri adalah bagian dari kaidah hidup indah.
Buya Yahya mengatakan, rasa marah seorang laki-laki yang sedang berselisih dengan perempuan lain yang tidak kenal -pun sebaliknya- akan mudah hilang ketika orang tersebut sudah pergi.
Advertisement
Baca Juga
“Akan tetapi, bagaimana rasanya jika Anda berselisih dengan orang yang Anda akan tidur dengan dia? Anda mencari nafkah untuk dia, Anda makan dengan dia. Anda bertemui setiap hari dengan dia, orang berada di rumahmu, akan berat sekali,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Kamis (2/5/2024).
“Makanya menjalani hidup dengan kezaliman sebetulnya dia adalah orang yang paling bodoh. Kenapa itu semuanya? Karena mental pikiran hatinya rusak. Maka yuk kita pastikan rumah tangga kita harus bahagia. Rumah tangga kita harus indah. Harus kita upayakan dan harus kita usahakan bersama-sama,” sambung Buya Yahya.
Simak Video Pilihan Ini:
Pesan Buya Yahya
Buya Yahya kemudian membagikan tips agar kehidupan rumah tangga berkah. Ia mengingatkan agar pasangan suami istri menghindari melakukan kemaksiatan di dalam rumah sendiri. Jika itu dilakukan, maka malaikat rahmat yang ada di rumah akan hilang.
“Jangan sering melakukan sesuatu di rumah yang membuat malaikat rahmat pergi. Kemaksiatan yang dilakukan di rumah menjadikan malaikat rahmat hilang. Tontonan yang tidak pantas kita tonton di rumah kita menjadikan malaikat rahmat meninggalkan rumah kita. Tidak berkah rumah itu,” pesan Buya Yahya.
Pesan Buya Yahya berikutnya adalah jangan selalu menggunjing alias membicarakan kejelekan orang lain. Bukan hanya kejelekan tetangga, tapi termasuk jangan menggosip keburukan para pejabat, artis, dan lainnya.
“Jangan biasakan menggunjing d rumah, karena itu menjadikan hilangnya berkah sebuah rumah tangga. Pastikan saya tidak boleh ngomongin kejelekan siapapun. Cuma kadang suami istri memang hobi menggunjing, karena sudah biasa dengan hati yang kotor, hati yang rusak. Tidak ada yang dilihat kecuali dia komentari dengan komentar jelek,” tutur Buya Yahya.
Advertisement
Ghibah Seperti Memakan Daging Saudara Sendiri
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah memberikan peringatan agar manusia tidak menggunjing alias ghibah. Sebab, perbuatan buruk itu disamakan seperti memakan daging saudara sendiri.
Allah SWT berfirman,
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Penjelasan Ayat
Menukil laman muslim.or.id, Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, “Ini adalah permisalan yang amat mengagumkan, diantara rahasianya adalah:
Pertama, karena ghibah mengoyak kehormatan orang lain, layaknya seorang yang memakan daging, daging tersebut akan terkoyak dari kulitnya. Mengoyak kehormatan atau harga diri, tentu lebih buruk keadaannya.
Kedua, Allah ta’ala menjadikan “bangkai daging saudaranya” sebagai permisalan, bukan daging hewan. Hal ini untuk menerangkan bahwa ghibah itu amatlah dibenci.
Ketiga, Allah ta’ala menyebut orang yang dighibahi tersebut sebagai mayit. Karena orang yang sudah mati, dia tidak kuasa untuk membela diri. Seperti itu juga orang yang sedang dighibahi, dia tidak berdaya untuk membela kehormatan dirinya.
Keempat, Allah menyebutkan ghibah dengan permisalan yang amat buruk, agar hamba-hambaNya menjauhi dan merasa jijik dengan perbuatan tercela tersebut” (Lihat: Tafsir Al-Qurtubi 16/335), lihat juga: I’laamul Muwaqqi’iin 1/170).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan, “Ayat di atas menerangkan sebuah ancaman yang keras dari perbuatan ghibah. Dan bahwasanya ghibah termasuk dosa besar. Karena Allah menyamakannya dengan memakan daging mayit, dan hal tersebut termasuk dosa besar. ” (Tafsir As-Sa’di, hal. 745). Wallahu a’lam.