Sukses

Catat! Ini Waktu Tidur yang Dianjurkan dan Dilarang Menurut Islam

Waktu-waktu yang disyariatkan dan dilarang dalam Islam untuk tidur. Ketentuan ini merupakan tuntunan yang dianjurkan bagi orang yang memungkinkan untuk melaksanakannya.

Liputan6.com, Jakarta - Tidur merupakan cara terbaik untuk beristirahat setelah melaksanakan aktivitas seharian. Tidur memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan fisik maupun mental.

Oleh karena itu, kita perlu untuk mengatur pola tidur yang tepat agar dapat memulihkan kembali stamina dan siap menjalankan aktivitas kembali di esok hari.

Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Ar-Rum ayat 23,

وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ 

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan".

Meskipun demikian, ada waktu-waktu tertentu yang tidak dianjurkan bagi seseorang untuk tidur, seperti dilansir dari laman NU Online Lampung.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 4 halaman

Waktu Tidur yang Tidak Dianjurkan

Pertama, tidur setelah shalat subuh sampai terbitnya matahari. Tidur di waktu ini dipandang akan menjadikan orang yang melakukannya terhalangi mendapatkan berkahnya rezeki dan umur. Sebab waktu-waktu tersebut merupakan waktu diturunkannya keberkahan rezeki pada seseorang. Hal ini seperti dijelaskan oleh Habib Zain bin Smith:

النوم بعد الصبح يذهب بركة الرزق والعمر لأن بركة هذه الأمة فى البكور وهو بعد صلاة الفجر إلى طلوع الشمس. 

Artinya: "Tidur setelah subuh menghilangkan berkah rezeki dan berkah umur, sebab berkahnya umat ini ada di waktu pagi, yakni waktu setelah shalat subuh sampai terbitnya matahari” (Habib Zain bin Smith, Fawaid al-Mukhtarah, halaman 590).

Kedua, tidur setelah masuk waktu ashar. Tidur pada waktu ini berisiko mengurangi daya aktif akal pelakunya. Dalam salah satu hadits dijelaskan: 

مَنْ نَامَ بَعْدَ الْعَصْرِ فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ

Artinya:  Barang siapa tidur setelah waktu ashar, lalu hilang akalnya, maka jangan pernah salahkan kecuali pada dirinya sendiri (HR. Ad-Dailami). 

Meski para ulama menghukumi hadis di atas sebagai hadis dlaif namun hadis di atas masih relevan dalam konteks fadla’il al-a’mal (perbuatan keutamaan). 

3 dari 4 halaman

Waktu Tidur yang Tidak Dianjurkan

Tidur sebelum melaksanakan shalat isya’. Dalam salah satu hadis shahih dijelaskan:

كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ العِشَاءِ وَالحَدِيثَ بَعْدَهَا البخاري 

Artinya: "Sesungguhnya Rasululullah tidak senang tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-bincang setelah shalat Isya" (HR. al-Bukhari)

Sebab dimakruhkannya tidur sebelum melaksanakan shalat isya adalah dikarenakan khawatir akan habisnya waktu isya karena tidur terlalu lelap, seperti halnya kebiasaan kebanyakan orang yang tidur di malam hari namun belum melaksanakan shalat isya.

Alasan demikian seperti yang dijelaskan dalam kitab ‘Umdah al-Qari Syarah Shahih al-Bukhari: 

وَأما سَبَب كَرَاهَة النّوم قبلهَا فَلِأَن فِيهِ تعرضا لفَوَات وَقتهَا باستغراق النّوم، وَلِئَلَّا يتساهل النَّاس فِي ذَلِك فيناموا عَن صلَاتهَا جمَاعَة. وَأما كَرَاهَة الحَدِيث بعْدهَا فَلِأَنَّهُ يُؤَدِّي إِلَى السهر، وَيخَاف مِنْهُ غَلَبَة النّوم عَن قيام اللَّيْل وَالذكر فِيهِ، أَو عَن صَلَاة الصُّبْح

Artinya: "Adapun sebab makruhnya tidur sebelum isya’ karena akan berpotensi hilangnya waktu isya’ dengan menghabiskan waktu untuk tidur dan juga supaya orang-orang tidak menganggap enteng hal demikian, hingga mereka tidur dan meninggalkan shalat isya’ secara berjamaah. Adapun makruhnya berbincang-bincang setelah isya’ karena akan mendorong untuk begadang dan dikhawatirkan akan tertidur hingga meninggalkan qiyamul lail, berdzikir saat malam dan meninggalkan shalat subuh" (Badruddin al-‘Aini, ‘Umdah al-Qari Syarah Shahih al-Bukhari, juz 5, halaman 66)

4 dari 4 halaman

Waktu Tidur yang Dianjurkan

Sedangkan waktu tidur yang dianjurkan oleh syara’ adalah tidur di waktu qailulah. Dalam hadis dijelaskan: 

قِيلُوا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَقِيلُ

Artinya: "Tidurlah qailulah (siang hari) kalian, sesungguhnya Syetan tidak tidur di waktu qailulah" (HR. ath-Thabrani)

Waktu qailulah ini ada yang menafsirkan tidur sebelum waktu dhuhur (tergelincirnya matahari), ada pula yang menafsirkan setelah masuk waktu dhuhur. Yang pasti, fungsi utama tidur qailulah ini adalah sebagai persiapan agar dapat melaksanakan qiyam al-lail dengan shalat dan berdzikir di malam hari.

Selain itu, syara’ menganjurkan agar seseorang menjadikan waktu malam sebagai waktu untuk tidur dan istirahat, sedangkan waktu siang untuk bekerja dan beraktivitas. Sebab pola demikianlah yang dipandang ideal dan sesuai dengan ajaran Islam. 

Hal ini seperti ditegaskan dalam Al-Qur’an: 

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِباساً وَجَعَلْنَا النَّهارَ مَعاشاً

Artinya: "Dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian (waktu tidur), dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan" (QS. An-Naba’, ayat: 10-11)