Liputan6.com, Jakarta - Setiap yang bernyawa akan mengalami kematian. Tak ada yang tahu kapan datangnya hari itu. Merasa takut atau tidak, kelak kita juga akan menghadapinya.
Allah ‘SWT berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 185,
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Advertisement
Baca Juga
Namun, banyak yang terlena akan gemerlap dunia sehingga mati-matian mengejar mimpi namun lupa mempersatukan bekal untuk kehidupan akhirat.
Dunia ini hanyalah permainan. Jelas-jelas ditegaskan oleh Allah ‘Azza Wajalla bahwa alam semesta beserta isinya akan hancur juga.
Akan tetapi bagaimana halnya dengan kecemasan akan datangnya ajal tersebut? Apakah hal tersebut diperbolehkan dalam Islam?
Saksikan Video Pilihan ini:
Kekhawatiran atau Ketakutan yang Terpuji
Jika kekhawatiran atau ketakutan akan kematian tadi menjadikan seseorang lebih takut dalam melanggar perintah Allah ‘Azza Wajalla dan menjadikannya lebih taat kepada-Nya, maka kekhawatiran semisal ini tidaklah tercela. Kekhawatiran seperti ini dimiliki para salaf saleh.
Hingga di akhir kehidupan mereka dipenuhi dengan tangisan, bukan karena takut dengan kematiannya, melainkan takut dengan apa yang akan menimpa mereka di hari kemudian.
‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu sering menangis ketika datang ke pemakaman. Ketika ditanya alasan tangisan tersebut, beliau menjawab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
إنَّ القبرَ أوَّلُ مَنازلِ الآخرةِ ، فإن نجا منهُ ، فما بعدَهُ أيسرُ منهُ ، وإن لم يَنجُ منهُ ، فما بعدَهُ أشدُّ منهُ
“Sesungguhnya kubur ini adalah awal peristiwa akhirat. Siapa saja yang selamat di sana, maka setelahnya akan lebih mudah. Dan siapa saja yang tidak selamat, maka kondisi setelahnya akan lebih mengerikan.” (Shahih Ibnu Majah, no. 3461)
Bekal apa yang harus kita perbanyak untuk menghadapi kematian agar kita meninggal dengan tenang? Ketakwaan. Seorang penyair pernah mengatakan,
تزود من التقوى فإنك لا تدري إذا جن ليل هل تبقى إلى الفجر
“Berbekallah dengan ketakwaan! Karena engkau tidak tahu ketika malam menjelang, apakah engkau tetap bertahan hidup hingga fajar menyingsing.”
Advertisement
Ketakutan akan Kematian yang Tercela
Namun, ada juga kekhawatiran yang tercela ketika menyikapi kematian. Yaitu, kekhawatiran yang menjadikan pelakunya enggan untuk bangkit atau berbuat banyak ketaatan kepada Allah ‘Azza Wajalla, atau berburuk sangka dengan Allah ‘Azza Wajalla, atau berputus asa dari ampunan Allah ‘Azza Wajalla.
Kekhawatiran yang semisal ini sama sekali tidak bermanfaat bagi pelakunya. Bahkan, boleh jadi itu merupakan tanda gangguan setan. Apakah kita bisa menghindarinya? Dengan izin Allah, bisa.
Allah ‘Azza Wajalla menjelaskan dalam firman-Nya betapa lemahnya gangguan setan terhadap manusia,
إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفاً
“Sesungguhnya tipu daya setan teramat lemah.” (QS. An-Nisa: 76)
Di antara beberapa kiat agar kita terhindar dari was-was yang semisal ini adalah:
Pertama: Berlindung kepada Allah dari gangguan setan yang terkutuk.
Kedua: Banyak mengingat Allah dengan berzikir kepada-Nya, berupa zikir pagi-petang, zikir sebelum tidur, zikir ketika masuk kamar mandi, dan lain-lain.
Ketiga: Banyak membaca Al-Qur’an.
Keempat: Memperbanyak sholat sunah, seperti sholat malam.
Kelima: Memperbanyak amalan-amalan sunah, dan sebagainya.
Dengan sibuknya seorang hamba dalam ketaatan kepada Allah, Allah tidak akan membiarkan setan mengganggunya sama sekali. Ibnul Jauzi rahimahullahu mengatakan,
النفس اذا لم تشغلها بالطاعة شغلتك بالمعصية
“Jika jiwa ini tidak disibukkan dengan ketaatan, maka akan disibukkan dengan kemaksiatan.”