Sukses

Nabi Muhammad Tidak Bisa Baca Tulis adalah Pujian, Ini Penjelasan Gus Baha

Sebagian ulama haqul yaqin al-ummi bukan diartikan sebagai buta huruf. Bahkan penyebutan tidak bisa baca tulis adalah penghinaan ke diri Nabi Muhammad SAW. Gus Baha justru berpendapat sebaliknya.

Liputan6.com, Jakarta - Rasulullah Muhammad SAW adalah manusia sempurna dan merupakan rasul terakhir yang diutus Allah di zaman akhir. Setelah Nabi Muhammad SAW, tak akan ada lagi nabi dan rasul yang diturunkan ke bumi.

Nabi Muhammad SAW menjadi teladan sempurna untuk manusia. Segala hal tentang beliau adalah yang terbaik.

Namun, ada satu hal yang hingga kini masih menjadi kontroversi. Yakni, sebutan al-ummi yang disematkan kepada diri Nabi SAW.

Sebagian ulama mengartikan al-ummi sebagai buta huruf atau tidak bisa baca tulis. Sementara, lainnya haqul yaqin al-ummi bukan diartikan sebagai buta huruf.

Bahkan, kelompok kedua menganggap bahwa penyebutan buta huruf adalah penghinaan.

Soal perbedaan pendapat ini, ulama ahli tafsir yang juga Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) memiliki pendapat yang boleh jadi bisa menjadi opsi kuat penjelasan al-ummi.

Menurut dia, sebutan al-ummi sebagai tidak bisa baca tulis bukanlah penghinaan. Sebaliknya, menurut Gus Baha, sebutan itu adalah pujian.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kenapa Tidak Bisa Baca Tulis Pujian?

Gus Baha bisa menjelaskan mengapa Rasulullah sampai tidak bisa baca tulis. Penjelasan tersebut disampaikan dalam sebuah majelis, yang kemudian diunggah di laman Iqra.id.

Materi ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang didapat Gus Baha' dari salah satu hadirin pengajian. 

"Jadi tradisi ulama sama masyarakat itu memang beda. Kalau Nabi dikatakan tidak tahu dalam konteks tertentu itu malah madkh, artinya memuji. Hal ini karena tadi, syarat Nabi itu harus ummi, ummi itu kan keibu-ibuan. Jadi, kalau Nabi tahu (bisa membaca dan menulis), nanti seakan-akan beliau dikawal oleh ilmunya, padahal Nabi itu dikawal oleh nubuwwah atau kenabian," ungkap Gus Baha, dikutip dari Dream.co.id, Senin (13/5/2024).

Ini bedanya Nabi sama tidak Nabi. Kanjeng Nabi dalam Al-Qur'an biasa diwahyukan Allah:

مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ

Maa kunta tadri mal kitabu walal iman. (QS. Asy-Syura: 52)

Artinya, "Kamu tidak tahu apa itu kitab."

Sifat madkh, artinya memuji. Kenapa itu pujian? Saat Nabi sudah tahu urusan sesuatu bisa jadi ilmu tandingan menandingi wahyu.

"Mungkin netizen itu, mohon maaf, bukannya mengkritik (Nabi), mungkin mereka tidak paham tradisi ulama (tentang penjelasan sifat Ummi pada diri Nabi)," kata Gus Baha.

 

3 dari 3 halaman

Bukan Sifat Buruk

Menurutnya, saat ulama bilang, "Nabi itu tidak tahu", itu bukan sifat dzamm, celaan, tapi sifat madkh, pujian.

Dalam Alquran, menurut Gus Baha, banyak ma kunta tadri mal kitabu walal iman.

"Makanya Nabi ketika disuruh untuk membaca (oleh Malaikat Jibril), "Iqra' Ya Muhammad", jawaban Nabi bagaimana? Saya tidak bisa membaca. Itu bukan sifat buruk, justru bagus! Kalau Nabi bisa membaca, ilmu Nabi nanti dikira belajar dari buku-buku, beliau jadi Nabi, wah itu memang bacanya banyak! Clear (jelas) ini ya! Supaya tidak salah paham. Jadi, dikatakan kalau Nabi tidak tahu itu berarti bagus, madkh (pujian). Tidak bisa membaca berarti madkh (pujian)," ungkap Gus Baha.

Ia juga menekan lagi, kalau pengetahuan Nabi berasal dari wahyu. "Itu jelas, tahu semua kan? Ketika Nabi disuruh baca bilang apa? Saya tidak bisa baca. Itu bagus, karena semuanya agar berasal dari wahyu!"