Sukses

Papa Sengaja Minum ASI Mama, Apa Jadi Saudara Sepersusuan Anak?

Hukum suami minum ASI istri, benarkah bisa jadi saudara sepersusuan? Berikut hukumnya dalam Islam.

Liputan6.com, Jakarta - Secara umum, ulama sepakat bahwa Air Susu Ibu (ASI) terutama diperuntukkan bagi bayi karena nutrisi yang dikandungnya dan peran pentingnya dalam proses penyusuan yang menciptakan ikatan mahram (keluarga yang tidak boleh dinikahi) antara bayi yang disusui dan wanita yang menyusuinya.

Lalu bagaimana jika seorang suami ikut minum ASI, terlebih dengan sengaja. Apakah ini menjadi saudara sepersusuan dengan anaknya? Lalu bagaimana pula hukumnya dalam Islam?

Dalam Islam, meminum ASI istri oleh suami secara sengaja adalah isu yang memiliki pandangan khusus berdasarkan hukum syariah.

Meskipun tidak ada larangan eksplisit dalam Al-Qur'an atau hadis yang secara langsung membahas situasi ini, ulama Islam telah memberikan panduan yang berkaitan dengan masalah ini berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan etika Islam.

Ketika seorang suami meminum ASI istrinya, itu tidak memiliki implikasi hukum yang sama seperti dalam kasus penyusuan bayi. Oleh karena itu, tindakan ini tidak mengubah status hubungan suami-istri mereka atau menciptakan ikatan mahram.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Begiuni Hukum Suami Meminum ASI

Meskipun demikian, dari perspektif etika dan kesucian, banyak ulama dan cendekiawan Islam menyarankan agar suami menghindari meminum ASI istrinya.

Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan tujuan alami dan fungsi ASI dalam Islam. Oleh karena itu, meskipun tidak dianggap haram atau berdosa, tindakan tersebut sebaiknya dihindari untuk menjaga kesucian dan kehormatan dalam hubungan suami-istri.

Mengutip Dalamislam.com, berikut penjelasan lengkap terkait hukum Islam suami minum ASI istrinya dan dalilnya yang bisa dipahami.

Seorang suami mungkin secara tidak sengaja meminum ASI istrinya. Baik disengaja maupun tidak disengaja. Sedangkan, seperti yang diketahui bahwa istri yang menyusui atau memberikan ASI kepada anak maka akan menjadi saudara sepersusuan. Namun, bagaimana jika suami meminum ASI yang sama dengan anak?

Jawabannya tidak apa-apa atau bukan hal yang dilarang jika suami meminum ASI istrinya. Walaupun terdengar asing, namun beberapa orang secara tidak sengaja atau disengaja meminum. Sehingga saat dikaitkan dengan saudara sepersusuan maka banyak orang yang merasa panik dan takut.

Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin mengatakan: “Menyusui orang dewasa tidak memberi dampak apapun, karena menyusui seseorang yang menyebabkan adanya hubungan persusuan adalah menyusui sebanyak lima kali atau lebih dan dilakukan di masa anak itu belum usia disapih.

Adapun menyusui orang dewasa tidak memberikan dampak apapun, contoh lainnya hukum islam nenek menyusui cucunya. Oleh karena itu, andaikan ada suami yang minum ASI istrinya, maka suami ini hukumnya tidak kemudian menjadi anak sepersusuannya,” (Fatawa Islamiyah, 3/338).

Selain itu, syarat dari sepersusuan yang dimaksud juga dijelaskan secara lengkap untuk anak yang mendapatkan ASI. seperti ayat dalam Alquran

وَالْوَالِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ 233

233. Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

 

3 dari 3 halaman

Syarat Sepersusuan dan Dalilnya

Selain itu, suami dan istri harus tahu makna sepersusuan dalam agama Islam. Berdasarkan dalil dan hadistnya, Rasulullah SAW juga bersabda: ”Sesungguhnya susuan itu hanyalah yang mengenyangkannya dari rasa lapar.” (HR. Bukhori Muslim)

Maka dimaksud bahwa ASI merupakan kebutuhan pokok yang mengenyangkan, sedangkan orang dewasa tidak termasuk di dalamnya. Terlebih lagi hadits ini menggunakan kata-kata ‘hanyalah’. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IX hal 6637 – 6638)

Syarat dari sepersusuan di antaranya yaitu:

  • Anak laki-laki yang disusui oleh seorang ibu walaupun bukan ibu kandung. Maka ibu tersebut menjadi ibu susunya, dan semua anak perempuan dari ibu tersebut haram dinikahi oleh anak.
  • Seorang anak yang disusui oleh bibi ataupun saudara lain yang sebenarnya sepupu atau anak mereka diperbolehkan dinikahi. Maka karena adanya sepersusuan tidak diperbolehkan atau diharamkan untuk dinikahi.
  • Sepersusuan maka proses memberi ASI hingga anak atau bayi yang menerima ASI tersebut merasa kenyang.
  • Dengan ASI dilakukan dalam jangka waktu panjang atau beberapa kali melakukan pemberian ASI maka akan menjadi sepersusuan dalam agama Islam. Hal ini akan berpengaruh secara otomatis mulai dari aturan jenis pernikahan yang dilarang, hukum yang berlaku dalam Islam serta aturan lainnya.

Jadi dengan kondisi diatas suami tidak perlu khawatir karena melanggar beberapa aturan mengenai minum ASI seorang wanita. Mereka tidak akan menjadi saudara sepersusuan karena telah meminum tidak sengaja maupun disengaja saat melakukan hubungan seksual suami istri dalam Islam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul