Sukses

Tatkala Gus Baha Membela Anjing, Kenapa?

Menurut Gus Baha secinta apapun seseorang dengan kucing dan berapapun lamanya dirawat, ia tidak akan bisa memliki kemampuan sehebat anjing

Liputan6.com, Jakarta - Dalam khazanah Islam, anjing begitu populer. Popularitas pertama tentu karena pendapat larangan seorang muslim memelihara anjing.

Larangan memelihara anjing tersebut salah satunya berdasar hadis berikut,

لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلَا صُوْرَةٌ

Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing, juga tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar (patung).

Melansir tafsiralquran.id, Ibnu Hajar di dalam kitab Fath al-Bari menyatakan bahwa malaikat yang tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing adalah malaikat rahmat. Pendapat demikian disepakati oleh beberapa ulama lain seperti Imam al-Manawi, Ibnu Wadhdhah, Imam al-Khaththabi, dan beberapa ulama lainnya.

Hal ini disebabkan karena anjing mengandung najis, sedangkan malaikat rahmat tentu terpelihara dari hal-hal yang kotor.

Larangan memelihara anjing dan fakta bahwa anjing najis mughaladhah menjadikan anjing distigma begitu buruk. Tak jarang, anjing dilempari ketika masuk kampung dan bahkan dikejar-kejar sampai dibunuh.

Diakui atau tidak, sebagian besar muslim di Indonesia membenci anjing, sampai-sampai lupa bahwa anjing juga makhluk yang begitu banyak dimanfaatkan manusia. Bahkan, ada pula anjing yang masuk surga, yakni anjing pengawal para pemuda Ashabul Kahfi.

Ulama ahli tafsir Al-Qur'an, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menyampaikan pandangannya tentang anjing. Gus Baha menyodorkan fakta-fakta kelebihan atau keistimewaan anjing yang disebut dalam Al-Qur'an.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Pandangan Moderat Gus Baha tentang Anjing

 

Melansir tafsiralquran.id, sebagai ulama yang moderat, Gus Baha memberikan komentar terhadap hadis tersebut. Pada ceramahnya yang diunggah oleh channel Youtube Ngaji Masal, beliau tidak terlihat menyanggah hadis tersebut, bahkan tidak ada narasi menyalahkan ulama yang mengharamkan memelihara anjing.

Namun, penjelasan dan sikap beliau secara implisit memperlihatkan adanya perilaku moderat (tidak berlebih-lebihan) dalam memahami sebuah hadis, salah satunya hadis larangan memelihara anjing.

Menurut beliau, di dalam kitab al-Hikam dan Ihya ‘Ulumuddin, hadis tersebut hanyalah bersifat metafora (perumpamaan). Di dalam dua kitab tersebut dijelaskan bahwa narasi rumah memiliki makna sebagai “hati”. Adapun anjing berarti “ketamakan” dan gambar ialah “khayalan”.

Sehingga, hadis tersebut memiliki makna bahwa malaikat rahmat tidak akan memasuki hati manusia yang terdapat mental tamak dan mental khayalan (berangan-angan). Sehingga, tidak terlalu tepat jika hadis tersebut hanya dipahami secara tekstual saja.

Sikap moderat Gus Baha juga terlihat ketika beliau menjelaskan bahwa  di dalam Alquran terdapat beberapa term kata mukallibin (anjing). Salah satunya adalah ayat yang menjelaskan tentang kemampuan anjing yang mampu dilatih sebagai hewan pemburu. Berikut firman Allah Swt. dalam Q.S. Alma’idah [5]: 4:

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَآ اُحِلَّ لَهُمْۗ قُلْ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۙ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِيْنَ تُعَلِّمُوْنَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّٰهُ

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, ”Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu; yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.

3 dari 3 halaman

Kehebatan Anjing yang Dikisahkan dalam Al-Qur'an

Menurut Gus Baha, lafaz “mukallibin” pada ayat tersebut bermakna menganjing atau memiliki karakter seperti anjing. Imam Suyuthi menafsirkan ayat tersebut dengan memaknai hewan pemburu itu sebagai kilab (anjing). Karakter pemburu yang dimiliki oleh anjing ini ternyata memang betul adanya.

Lembaga kepolisian salah satunya menggunakan kemampuan anjing ini sebagai hewan pelacak yang handal. Bahkan menurut Imam Suyuthi, hewan yang ditangkap oleh anjing sebagai pemburu, halal dimakan darahnya.

Namun, kemampuan anjing yang sudah digambarkan oleh Al-Qur'an dan sudah dibuktikan ini ternyata tidak melunturkan stigma negatif orang-orang terhadap anjing. Anjing tetap dianggap sebagai binatang yang harus dijauhi.

Gus Baha kemudian menambahkan, secinta apapun seseorang dengan kucing dan berapapun lamanya dirawat, ia tidak akan bisa memliki kemampuan sehebat anjing.

Mungkin saja kecintaan masyarakat sekarang terhadap kucing karena ada hadis yang menyatakan bahwa seekor kucing pernah tertidur di atas sajadah Nabi Muhammad saw. Beliau tidak ingin mengganggu kucing tersebut, sehingga beliau menggunting sajadahnya.

Menurut Gus Baha, kisah anjing pun tidak kalah terhormat, seperti kisah anjing Ashabul Kahfi yang kemudian masuk surga.

Tulisan ini bukan berarti mempertajam perdebatan tentang hukum memelihara anjing maupun status kenajisan anjing. Namun, tulisan ini hanya membahas bagaimana sisi moderat dari seorang Gus Baha.

Perilaku moderat semacam ini memang perlu diterapkan supaya umat Islam tidak terjebak pada sikap ekstrim yang membenci secara berlebih-lebihan terhadap salah satu makhluk Allah Swt. Sikap berlebih-lebihan inilah yang menurut Imam al-Syaukani adalah sikap terlarang yang dimiliki oleh umat Islam. Wallahu a’lam.