Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah pengajian, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang akrab disapa Gus Baha, mengulas tentang cara minum kopi atau ngopi dengan tujuan mendapatkan pahala.
Gus Baha menyatakan bahwa istilah ngopi berpahala masih terdengar asing dan memerlukan penjelasan lebih lanjut agar bisa dipahami dengan baik.
Advertisement
Baca Juga
Gus Baha menekankan pentingnya umat Islam menjalani hidup sesuai dengan ajaran Islam dan prinsip kebenaran. Menurutnya, masyarakat umumnya memiliki keinginan untuk hidup mapan, yang sering diartikan sebagai memiliki harta, keluarga, dan kesejahteraan materi lainnya.
Dalam pandangannya, banyak orang memiliki orientasi untuk hidup mapan dengan melakukan berbagai hal, seperti bekerja keras agar dapat mencapai kehidupan yang diidamkan.
Simak Video Pilihan Ini:
Ngopi Saja Berpahala, Ini Caranya
Namun, ia menyoroti bahwa orientasi semacam ini bisa menyebabkan orang lupa akan keberadaan Allah dan mengabaikan tugas-tugas spiritual.
Gus Baha menegaskan bahwa sikap hidup semacam itu adalah aktivitas yang buruk. Oleh karena itu, ia memberikan nasihat agar menjadi orang yang benar-benar taat dan bertakwa kepada Allah.
Gus Baha juga menekankan pentingnya mengakui keberadaan Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam rutinitas sehari-hari seperti minum kopi.
Gus Baha menyatakan bahwa setiap saat adalah waktu untuk mengingat Allah, bahkan saat menunggu waktu sholat.
Dengan demikian, aktivitas ngopi pun akan dihitung mendapatkan pahala ketika status kita tercatat sebagai hamba yang sedang ngopi sambil menunggu datang dan masuknya waktu sholat.
Ini adalah salah satu cara bagi umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Mengingat Allah atau Berzikir
Seperti diketahui Allah Ta’ala berfirman,
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab (Al-Qur’an). Dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya salat mencegah dari perbuatan-perbuatan fahisyah (keji) dan munkar. Dan sungguh, dzikrullah (mengingat Allah) itu lebih besar (keutamaannya dibanding ibadah-ibadah lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-’Ankabut: 45)
Diantara faedah ilmu pada ayat di atas antara lain bahwa merutinkan zikir kepada Allah di setiap keadaan adalah amalan yang paling utama. Ia sempurna dengan sendirinya, dan (ibadah) yang lain tidak akan sempurna tanpanya.
At-Tirmidzi rahimahullah telah meriwayatkan dan menshahihkan (hadis),
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ، فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ، قَالَ: «لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ»
“Dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku akan sesuatu yang aku (bisa selalu) berpegang dengannya. (Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda, ‘(Hendaknya) lisanmu sentiasa basah (rathban) dengan dzikrullah (berdzikir kepada Allah).’”[1] (HR. At-Tirmidzi)
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul