Liputan6.com, Jakarta - Fenomena saat ini apa saja dijadikan bahan arisan, mulai uang, barang perabot rumah, atau daging saat lebaran. Bahkan, hewan untuk qurban pun dijadikan bahan arisan.
Bagi sebagian orang arisan qurban diartikan suatu bentuk gotong-royong atau sistem pengumpulan dana secara berkala dimana sekelompok orang menyisihkan sejumlah uang dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan bersama, dalam hal ini untuk membeli hewan qurban.
Arisan kurban memungkinkan anggota yang mungkin tidak mampu membeli hewan qurban secara individu untuk tetap dapat berpartisipasi dalam ibadah qurban, yang merupakan salah satu kesunnahan utama bagi umat Islam yang mampu pada Hari Raya Idul Adha.
Advertisement
Secara teknis, setiap anggota arisan akan menyetor sejumlah uang secara berkala, misalnya setiap bulan. Pada akhir periode atau saat uang yang terkumpul sudah cukup, akan diadakan pengundian untuk menentukan siapa yang berhak untuk melaksanakan qurban pada tahun tersebut.
Cara ini tidak hanya meringankan beban keuangan individu tetapi juga mempererat tali silaturahmi dan semangat kebersamaan antar anggota kelompok arisan. Selain itu, arisan qurban dapat menjadi solusi praktis dalam perencanaan keuangan bagi mereka yang ingin berpartisipasi dalam ibadah qurban namun memiliki keterbatasan dana.
Baca Juga
Soal ini, Pengasuh LPD Al Bahjah, KH Yahya Zainul Maarif (Buya Yahya) menjelaskannya dengan gamblang.
Simak Video Pilihan Ini:
Berikut Pendapat Buya Yahya
Buya Yahya mengatakan hukum melakukan arisan qurban adalah boleh atau sah asalkan mengikuti aturan yang telah dijelaskan dalam Islam di antaranya.
Aturan yang dimaksud ialah seekor kambing hanya boleh diqurbankan atas nama satu orang. Dan seekor unta, sapi, atau kerbau sebagai pengamalan ibadah qurban untuk tujuh orang.
Sementara mengutip Bincangmuslimah.com, dilihat dari segi kemampuan seakan syariat ibadah qurban adalah bagi mereka yang berkecukupan atau mampu.
Ulama Hanabilah menyatakan jika ibadah qurban itu disyariatkan bagi orang yang mungkin mendapatkan harga hewan qurban tersebut sekalipun dengan cara berhutang bila orang tersebut tidak bisa membayarnya secara tunai.
Hubungannya dengan arisan qurban, jika menerapkan pendapat mazhab Hanbali, maka sah ibadah qurban yang dilakukan secara arisan qurban. Dengan syarat setiap dari mereka berhutang agar mencukupi kewajibannya terhadap yang lain.
Advertisement
Jika Ada Selisih Harga, Begini Caranya
Diamati berdasarkan hukum Islam tentang perbedaan harga iuran arisan setiap tahunnya, maka harus diperhatikan secara detail melalui proses perjanjian hingga pelaksanaan. Apabila realisasi arisan melanggar syariat Islam, maka hukumnya haram.
Ditinjau dari perjanjian atau akadnya, maka ini termasuk akad fasad sebab dalam perjanjian tersebut tidak mencukupi salah satu rukunnya yaitu berkenaan dengan perubahan yang tidak tentu dalam kesepakatan harga iuran dari objek akad yang digunakan yaitu hewan qurban.
Akibatnya terjadi penambahan atas uang yang harus disetorkan dan perbedaan harga iuran setiap tahunnya kepada anggota. Sifat seperti ini dapat menimbulkan unsur riba dan gharar.
Hadis Jabir yang menjelaskan tentang peristiwa Hudaibiyah, di mana Nabi menyatakan unta dan sapi itu mencukupi untuk tujuh orang. Dari Jabir ia berkata, “Kami berqurban di Hudaibiyah bersama Nabi Saw., seekor unta itu sebagai qurban untuk tujuh orang dan sapi juga untuk tujuh orang.” (Ibn Majah).
Dan hadis Ibn Abbas yang menerangkan seseorang yang tidak menemukan seekor unta, boleh menggantinya dengan tujuh ekor kambing. Dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi SAW didatangi seorang laki-laki, maka ia berkata, ”Aku hendak berqurban dengan seekor unta, aku adalah seorang yang berada, tapi aku tidak memperolehnya (unta) untuk dibeli, maka ia diperintahkan Nabi saw membeli tujuh ekor kambing, lalu ia menyembelihnya.” (Ibn Majah).
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul