Liputan6.com, Jakarta - Di antara berbagai upaya yang dilakukan oleh umat Muslim untuk berharap terlepas dari hisab di hari kiamat adalah melakukan amal shaleh, bertaubat, dan memperbanyak istighfar.
Amal shaleh termasuk dalam bentuk berbagai ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan sedekah, serta berbagai bentuk kebaikan lainnya yang dianjurkan dalam agama Islam.
Dengan melakukan amal shaleh secara ikhlas dan konsisten, umat Muslim berharap memperoleh ampunan Allah SWT dan memperoleh surga-Nya di hari Kiamat.
Advertisement
Selain itu, bertaubat juga menjadi salah satu cara untuk berharap terlepas dari hisab di hari Kiamat. Taubat yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh penyesalan atas dosa-dosa yang dilakukan di masa lalu diharapkan dapat menghapus dosa-dosa tersebut sehingga seseorang dapat memulai lembaran baru dengan bersih di hadapan Allah SWT.
Imam Syafi'i mengajarkan amalan yang apabila dilakukan akan terlepas dan bebas hisab di hari kiamat. dibawah ini akan dibahas amalan tersebut. Setidaknya bisa diteladani sebagai paya kita terbebas dari hisab tersebut pula.
Sebelum sampai ke amalan Imam Syafi'i, memperbanyak istighfar juga menjadi sarana yang digunakan oleh umat Muslim untuk berharap terlepas dari hisab di hari Kiamat. Istighfar merupakan bentuk permohonan maaf atas dosa-dosa yang telah dilakukan dan sering kali disertai dengan niat untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut di masa depan. Dengan memperbanyak istighfar, umat Muslim berharap mendapatkan ampunan dan rahmat Allah SWT di hari Kiamat.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Bagaimana Amalan Tersebut?
Semua upaya ini dilakukan dengan harapan agar seseorang dapat melalui hisab di hari Kiamat dengan lancar dan mendapatkan surga sebagai balasan atas amal shaleh yang telah dilakukan di dunia. Meskipun tidak ada jaminan mutlak terlepas dari hisab, namun berbagai amalan tersebut diyakini dapat membantu memperoleh ampunan dan rahmat Allah SWT.
Menukil, Bincangsyariah.com, berikut adalah amalan Imam Syafi’i agar bebas dari hisab Hari Kiamat. Seperti yang kita ketahui, bahwa fase-fase setelah kiamat semua manusia mengalami apa yang disebut dengan Yaumul Hisab, artinya hari perhitungan amal perbuatan manusia.
Terkait peristiwa tersebut Imam Syafi’i sebagai salah ulama madzab yang masyhur karena karyanya terkait aturan-aturan masalah yuridis dalam bidang hukum Islam, pernah memberikan amalan agar terbebas dari hisab di hari kiamat kepada para muridnya.
Beliau ini juga merupakan satu-satunya Imam yang terkait dengan Nabi Muhammad (SAW) karena dia berasal dari suku Quraisy dari Bani Muthalib, yang merupakan saudara dari suku Bani Hasyim suku Nabi Muhammad (SAW). Maka sudah tidak diragukan lagi segala keilmuan darinya. Lantas bagaimanakah amalan-amalan tersebut?
Imam Al-Ghazali mengutip keutamaan lafal Shalawat Nabi yang ditulis Imam As-Syafi’i pada karya ushul fiqihnya, Kitab Ar-Risalah. Al-Ghazali mengisahkan perjumpaan Abul Hasan dengan Rasulullah SAW dalam mimpinya.
وروي عن أبي الحسن قال رأيت النبي صلى الله عليه و سلم في المنام فقلت يا رسول الله بم جوزي الشافعي عنك حيث يقول في كتابه الرسالة وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الغَافِلُوْنَ فقال صلى الله عليه و سلم جوزي عني أنه لا يوقف للحساب
Artinya, “Diriwayatkan dari Abul Hasan, ia bercerita, ia mimpi bertemu Rasulullah saw, ‘Wahai Rasulullah, apa hadiah besar untuk As-Syafi’i yang bershalawat dalam Kitab Ar-Risalah-nya, ‘Wa shallāllahu ‘alā Muhammadin kullamā dzakarahudz dzākirūna, wa ghafala ‘an dzikrihil ghāfilūna?’ ‘Hadiah besarku untuk As-Syafi’i bahwa ia tidak akan dihentikan untuk hisab nanti,’’ (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 391).
Advertisement
Sholawat Nabi yang Ditulis oleh Imam As-Syafi’i
Sholawat Nabi yang ditulis oleh Imam As-Syafi’i dalam Kitab Ar-Risalah adalah sebagai berikut:
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الغَافِلُوْنَ
Artinya, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya untuk Nabi Muhammad saw sebilangan orang yang mengingat-Nya dan sebilangan orang yang lalai mengingat-Nya.”
Kemudian terkait tata cara melafalkannya, sebenarnya ada banyak cara untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Ada sebagian orang menggunakan lafal shalawat dan salam dengan fi’il madhi. Sebagian orang lainnya menggunakan fi’il amr. Sejauh masih menggunakan lafal shalawat dan salam, maka itu diperbolehkan untuk para nabi dan rasul.
Dengan kata lain, kita boleh membaca shalawat dan salam untuk para nabi. Kita tidak diperbolehkan untuk membaca selain shalawat dan salam.
ولا يجوز الدعاء للنبي صلى الله عليه وسلم بغير الوارد كرحمه الله بل المناسب واللائق في حق الأنبياء الدعاء بالصلاة والسلام
Artinya, “Tidak boleh mendoakan Nabi Muhammad SAW dengan lafal yang tidak warid seperti lafal ‘Rahimahullāhu’. Tetapi lafal yang sesuai dan layak untuk para nabi dan rasul adalah lafal shalawat dan salam,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Darul Ihya Kutubil Arabiyyah], halaman 4).
Dengan kata lain tidak ada ketentuan baku perihal shalawat dan salam untuk nabi karena pada prinsipnya shalawat dan salam adalah doa yang dimohon kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw atau para nabi dan rasul yang lain. Wallahu a’lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul