Liputan6.com, Purwokerto - Ulama asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dikenal sebagai kiai yang kerap menyelipkan kisah lucu bin kocak dalam ceramahnya.
Baca Juga
Advertisement
Gus Baha mampu menyelipkan bahasan-bahasan fiqih rumit dalam bahasa jenaka. Analoginya juga tepat dan disampaikan secara sederhana.
Makanya, mendengarkan pengajian Gus Baha itu selain mengaji juga jadi hiburan. Sebabnya, kerap muncul kisah yang menginspirasi meski dibumbui dengan gelak tawa.
Salah satunya adalah kisah tentang hukum membocorkan soal ujian nasional. Pertanyaan ini diutarakan seorang guru yang menanyakan boleh dan tidaknya membuka soal ujian nasional yang masih disegel.
Kisah ini diceritakan Gus Baha tatkala menjadi pembicara kunci dalam pengajian bersama Gus Kautsar dan Gus Reza, dalam sebuah acara Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.
Simak Video Pilihan Ini:
Kiai Bocorkan Ujian di Alam Kubur
Saat itu, Gus Baha bercerita ketika ada yang bertanya hukum membocorkan soal ujian nasional. Gus Baha, menyebutnya sebagai pengalaman terburuk sebagai kiai.
Alkisah, datanglah guru Sekolah Dasar (SD). Tujuannya untuk memecahkan permasalahan besar. Kemudian ia bertanya soal hukum membocorkan soal ujian nasional.
Pertanyaan tersebut mendapat respons dari beberapa guru. Mereka menjawab dengan kompak bahwa membuka soal ujian nasional sangat dilarang. Karena perbuatan tersebut adalah kiriminal.
Di saat yang sama, ada satu guru yang berbeda pendapat. Dia menyebut, membocorkan soal ujian boleh-boleh saja.
Dia berpendapat demikian karena ada riwayat kiai yang membocorkan ujian di kuburan. Analoginya cerdas, namun kacau.
“Boleh saja. Wong orang ujian di kuburan dibocorkan oleh kiai. Nggak apa-apa,” tegasnya, sontak para jamaah tertawa terbahak-bahak, demikian dilansir dari laman PCNU Sumenep.
Advertisement
Pertanyaan di Alam Kubur
Menukil Laduni.id via kanal Islami Liputan6.com, Rasulullah SAW bersabda bahwa ketika seseorang telah dibaringkan di dalam kubur dan para pengantar telah meninggalkannya, maka dua malaikat, yakni Munkar dan Nakir, segera mendatangi dan menanyakan tentang tiga hal pokok, yakni: siapa tuhannya, apa agamanya dan siapa nabinya.
Hadis tersebut sebagaimana diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib:
فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ شَدِيدَا الاِنْتِهَارِ فَيَنْتهِرَانِهِ وَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولاَنِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ مَا دِينُكَ؟ مَنْ نَبِيُّكَ؟فيأتيه ملكان شديدا الانتهار فينتهرانه، ويجلسانه، فيقولان له: من ربك؟ ما دينك؟ من نبيك؟
Dalam beberapa riwayat dikatakan ketiga pertanyaan pokok tersebut diikuti dengan tiga pertanyaan berikutnya sehingga berjumlah enam pertanyaan sebagai berikut:
- Man rabbuka? Siapa Tuhanmu?
- Ma dinuka? Apa agamamu?
- Man nabiyyuka? Siapa Nabimu?
- Ma kitabuka? Apa kitabmu?
- Aina qiblatuka? Di mana kiblatmu?
- Man ikhwanuka? Siapa saudaramu?