Sukses

Kisah Haru Nenek Khotijah, Tukang Pijat Tunanetra Naik Haji dari Madura

Selama 12 tahun, uang hasil memijat ia tabung khusus untuk ongkos naik haji

Liputan6.com, Jakarta - Dari ratusan jamaah calon haji yang akan berangkat ke tanah suci tahun ini, sosok Nenek Khotijah, menjadi buah bibir masyarakat Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Sebab, nenek 84 tahun ini bisa menunaikan rukun Islam kelima karena tekun menabung. Kisahnya kian menarik karena uang yang ditabung bukanlah warisan, melainkan hasil memijat yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit selama belasan tahun.

"Nenek Khotijah bisa menjadi contoh yang sempurna tentang kegigihan. Bahwa bila punya keinginan, hanya bisa dicapai dengan ketekunan dan Istiqomah," kata Habiburrahman, 38 tahun, warga Bangkalan, Madura, Kamis, (6/3/2024).

Ya, Nenek Khotijah adalah tukang pijat tunanetra. Dia kerap memijat tetangga dekat hingga jauh di kampungnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Viral di Medsos

Kisah haru Nenek Khotijah yang tunanetra, menguar pertama di media sosial. Seorang pelanggannya merekam saat ia sedang memijat.

Si perekam kemudian menyertakan narasi suara bahwa sosok perempuan yang sedang memijat itu akan berangkat haji dua hari lagi. Meski begitu, dia tetap melayani bila ada warga yang membutuhkan jasanya.

Video ini kemudian viral dan dengan cepat menjadi perbincangan masyarakat luas di Kabupaten Bangkalan.

3 dari 4 halaman

Hidup Sebatang Kara

Nenek Khotijah tinggal di Desa Lergunong, Kecamatan Klampis. Desa ini terletak di pesisir utara Kabupaten Bangkalan, Madura.

Saat media mengunjungi rumahnya, Nenek Khotijah sedang duduk di langgar bersama beberapa orang tetangga dan keluarganya.

Rumahnya masih berbentuk rumah tradisional Madura yang sangat sederhana. Seluruh dindingnya berbahan seng. Di rumah itulah Nenek Khotijah tinggal seorang diri.

Menurut cerita keponakannya Subairi, bibinya itu mencari nafkah lewat dua profesi yaitu berjualan dan memijat.

Untuk kebutuhan sehari-hari, Nenek Khotijah mengandalkan pendapatan dari berjualan seperti kerupuk atau aneka permen yang dijajakan keliling desa.

Di luar itu, Nenek Khotijah juga mengisi waktu senggangnya dengan membuka layanan jasa pijat panggilan. Pelanggannya tidak hanya warga sekitar, tapi juga datang dari desa lain.

"Kadang dijemput pakai sepeda motor ke rumahnya. Kalau tidak dijemput, dia pergi jalan kaki pakai tongkat," tutur Subairi.

4 dari 4 halaman

Menabung 12 Tahun

Uang yang dihasilkan dari dua profesi itu dimamfaatkan secara berbeda oleh Nenek Khotijah.

Uang hasil jualan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedang bayaran dari memijat dipisah. Dan secara berkala disimpan ke bank selama kurang lebih 12 tahun khusus untuk ongkos naik haji.

"Jadi, ongkos naik hajinya murni dari hasil pijat," kata Subairi lagi.

Sebenarnya, kata dia, Nenek Khotijah sudah pernah mendapat panggilan haji pada 2012 silam. Namun karena berangkat sendirian, dia putuskan menunda keberangkatannya.

Tahun ini, Nenek Khotijah lebih mantap hatinya untuk berangkat karena ada keluarga yang menemani. Yang akan menemaninya berhaji tak lain adalah Subairi sendiri. Mereka akan berangkat dalam kloter terpisah yaitu kloter 100 dan 101 Embarkasi Surabaya.