Sukses

Bagaimana Hukum Bayar Tukang Jagal dengan Daging Qurban, Bolehkah?

Upah dalam bentuk daging, kepala atau kaki hewan qurban ini seringkali diberikan sebagai penghargaan atas jasa dan keahlian tukang jagal, bagaimana hukumnya?

Liputan6.com, Jakarta - Di masyarakat, praktik memberi upah kepada tukang jagal atau petugas penyembelih hewan qurban dengan daging hewan yang dikorbankan sudah menjadi kebiasaan yang umum terjadi.

Upah dalam bentuk daging kurban, kepala atau kaki hewan qurban ini seringkali diberikan sebagai penghargaan atas jasa dan keahlian mereka dalam melaksanakan tugas tersebut.

Dalam perspektif masyarakat, memberikan upah kepada tukang jagal atau tim penyembelih dengan daging qurban tersebut dapat dilihat sebagai bentuk kompensasi yang wajar atas pekerjaan yang telah dilakukan.

Lantas bagaiamana hukum, mengambil daging atau bagian lain dari hewan qurban untuk tukang jagal ini? Dengan apa sebaiknya memberi upah tukang jagal?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Ini Dasar Larangan Bayar Jagal Pakai Daging Qurban

Mengutip Nuonline.id, orang yang berqurban diperbolehkan memberi atau membayar upah kepada tukang jagal atau tim yang mengurusi hewan qurban.

Namun kebolehan di sini, dibayar dengan harta yang lain bukan dengan daging hewan yang diqurbankan.

Tetapi jika orang yang berqurban itu memberikan daging atau kulit hewan qurban kepada panitia qurban yang merangkap tim jagal dengan niat sedekah, maka pemberian itu tidak dilarang atau diperbolehkan.

Syekh M Ibrahim Al-Baijuri berpendapat, orang yang berqurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan qurban kepada tim jagal dengan niat sebagai upah mereka. Kalau pemberian itu diniatkan sebagai sedekah atau hadiah untuk mereka, maka hal itu tidak masalah.

ـ (ويحرم أيضا جعله أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع فإن أعطاه له لا على أنه أجرة بل صدقة لم يحرم وله إهداؤه وجعله سقاء أو خفا أو نحو ذلك كجعله فروة وله إعارته والتصدق به أفضل

Artinya, “(Menjadikan [daging qurban] sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’. Jika qurbanis memberikannya kepada penjagal bukan dengan niat sebagai upah, tetapi niat sedekah, maka itu tidak haram. Ia boleh menghadiahkannya dan menjadikannya sebagai wadah air, khuff (sejenis sepatu kulit), atau benda serupa seperti membuat jubah dari kulit, dan ia boleh meminjamkannya. Tetapi menyedekahkannya lebih utama,” (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 311).

Imam Nawawi juga mengatakan, berbagai macam teks redaksional dalam mazhab Syafi'i menyatakan bahwa menjual atau menjadikan upah hewan qurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semuanya dilarang.

اتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك

Artinya, “Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun qurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

3 dari 3 halaman

Ini Alasan Tidak Diperbolehkannya Tukang Jagal Dibayar Daging

Dalam literatur yang lain juga menyebut bahwa tidak diperbolehkannya daging hewan qurban sebagai upah

وَيَحْرُمُ الْإِتْلَافُ وَالْبَيْعُ لِشَيْءٍ من أَجْزَاءِ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ وَهَدْيِهِ وَإِعْطَاءُ الْجَزَّارِ أُجْرَةً مِنْهُ بَلْ هُوَ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمُهْدِي كَمُؤْنَةِ الْحَصَادِ

“Haram menghilangkan atau menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan qurban sunah dan hadyu, dan haram pula memberi upah tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian hewan qurban tersebut.

Tetapi biaya tukang jagal menjadi beban pihak yang berqurban dan yang ber-hadyu sebagaimana biaya memanen”. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, hlm. 545)

Tidak diperbolehkannya daging qurban sebagai upah untuk tukang jagal atau yang lainnya, karena ibadah qurban adalah ibadah pengorbanan dengan mengeluarkan qurbannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, sehingga tidak boleh menarik kembali hewan tersebut untuk upah.

Maka dari itu sebagian daging hewan qurban wajib dibagikan kepada sesama dan sebagiannya sunnah di makan oleh keluarga dengan tujuan untuk mengharap berkah (tabarruk).

وَلِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْرَجَ ذلك قُرْبَةً فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَرْجِعَ إلَيْهِ إلَّا ما رُخِّصَ لَهُ فِيهِ وَهُوَ الْأَكْلُ وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ منه لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كان غَنِيًّا فَجَائِزَانِ

“Karena ia (orang yang berqurban) mengeluarkan qurbannya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah). Maka ia tidak boleh menarik kembali qurbannya kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya” (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, hlm. 545)

Dengan kata lain, jika orang yang berqurban mengambil daging atau kulit hewan qurbannya untuk diberikan kepada penjagal sebagai upahnya, maka ia sama saja menarik kembali hewan qurbannya.

Karena ada bagian yang diambil untuk membayar penjagalnya. Padahal hewan qurban itu disembelih dalam rangka beribadah kepada Allah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul