Sukses

Skakmat! Jawaban Cadas Gus Baha kepada Orang yang Anggap Tawasul Syirik

Gus Baha bantah orang yang menganggap tawasuk kepada Nabi dan orang-orang sholeh itu perbuatan syirik

Liputan6.com, Cilacap - Ulama kondang asal Rembang yang dijuluki manusia Al-Qur’an, yakni KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha memberikan jawaban menohok kepada orang yang memiliki pandangan bahwa tawasul kepada Nabi dan ulama serta orang-orang sholeh adalah perbuatan syirik.

Anggapan keliru sebagian umat Islam ini disampaian santri kinasih Mbah Moen dalam salah satu kesempatan ceramahnya.

“Tawasul Nabi katanya syirik, tawasul kuburan katanya syirik, padahal hanya tawasul,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube @Sudarnopranoto, Kamis (13/06/2024).

“Memosisikan orang sholeh ini sebagai pintu komunikasi dengan Allah, karena orang ini merasa tidak layak komunikasi langsung dengan Allah,” jelasnya.

“Sehingga bertawasul, berwasilah dengan orang sholeh. Faham ya? Itu dihukumi kafir,” imbuhnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Jawaban Menohok Gus Baha

Menurut Gus Baha pandangan di atas merupakan sebuah kekeliruan. Memberikan stigma negatif atas orang yang melakukan tawasul kepada Nabi SAW dan para ulama merupakan hal yang secara logika itu sudah keliru.

Beliau pun lantas mempertanyakan perihal orang yang sakit dan berobat ke dokter dan jika kebetulan sembuh mereka mengatakan kalau dokter yang mereka kunjungi cocok tidak dikatakan kafir.

Demikian juga ketika sakit dan meminum obat lantas sembuh mengatakan kalau obat yang mereka minum cocok.

“Kalau perantara dianggap kafir, lalu mereka kalau berobat ditanya sudah sembuh? Sudah, dan mereka menjawab syafani tabib kadza, wa syafani dawaa kadza, kenapa kamu sembuh: “Alhamdulillah dokter kemarin cocok lalu menyembuhkan saya, obat kemarin cocok dan menyembuhkan,” paparnya.

“Kenapa mereka tidak menghukumi itu kafir? Kalau orang sholeh disebut kafir, kalau obat tidak kafir,” sanggahnya.

3 dari 3 halaman

Nabi Adam Bertawasul dengan Nama Rasulullah SAW

Mengutip NU Online, Rasulullah saw bersabda: Ketika Adam mengakui kesalahannya, dia berkata: ‘Wahai Tuhanku, jika aku memohonmu atas nama Muhammad, Engkau pasti akan mengampuniku’. Lalu Allah bertanya: ‘Wahai Adam, bagaimana kau tahu tentang Muhammad sedang Aku belum menciptakannya?’ Adam menjawab:’Tuhanku, sesungguhnya ketika Engkau menciptakanku, aku mengangkat kepalaku, dan aku melihat di kaki ‘Arsy tertulis “Laa ilaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah”, dan aku tahu, bahwa Engkau tidak akan pernah menyambungkan nama-Mu kecuali dengan ciptaan yang sangat Engkau cintai’.

Allah berfirman: ‘Kau benar wahai Adam, Muhammad adalah makhluk yang paling aku cintai, dan ketika kau memohon kepadaku atas namanya, maka Aku telah mengampunimu. Kalau bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu”. Dalam riwayat Imam Thabrani ditambahkan:”….dia adalah Nabi terakhir dari keturunanmu”.

Bertawassul kepada Rasulullah saw sebagaimana do’a Nabi Adam as tersebut di atas adalah sebuah bukti bahwa berdo’a dan meminta permohonan kepada Allah melalui perantara (wasilah) bukanlah hal yang baru atau aneh, apalagi dianggap bid’ah.

Wasilah adalah segala hal yang dapat mendekatkan kepada sesuatu yang lain. Bentuk jama’ dari wasilah adalah wusul atau wasa’il. Sedangkan bentuk tunggalnya adalah tausil dan tawassul. Contohnya, “Si A bertawassul dengan sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya”. Maka, dia mendekatkan diri kepada Tuhannya dengn sebuah wasilah. Maksudnya, dia mendekatkan diri kepada Allah melalui perantara amal baikya. Allah swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya……(QS. Al-Maidh [5]:35)

Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman: “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang(harus) diatkuti.(QS Al-Isra’ [17]:57) Dari dua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa pertama, dibolehkannya bertawassul kepada para Nabi dan orang-orang shaleh. Baik ketika mereka masih hidup maupun sepeninggal mereka. Kdeua, boleh juga bertawassul dengan amal baik masing-masing.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul