Liputan6.com, Jakarta - Surat Al-Fatihah, merupakan salah satu surat dalam Al-Qur'an yang memiliki kedudukan istimewa bagi umat Islam. Sering kali, kita mendengar dan mengikuti surat ini dibacakan di awal acara keagamaan, perayaan, atau bahkan dalam kegiatan sehari-hari.
Surat Al-Fatihah bukan hanya sekadar pembuka, tetapi juga sebuah doa yang penuh makna dan keberkahan.
Dengan kata-kata yang indah dan muatan spiritual yang dalam, surat ini menjadi simbol kehadiran Allah dalam setiap langkah kehidupan umat Islam.
Advertisement
Dalam kebiasaan membaca Al-Fatihah sebelum acara, terkandung pesan kebersamaan dan kesatuan umat Islam.
Dengan bersama-sama membaca surat ini, umat Islam mengingatkan diri akan kekuatan persatuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Setiap kalimat dalam Al-Fatihah mengandung nilai-nilai yang dapat mengikat umat Islam dalam bingkai solidaritas dan persaudaraan, menciptakan ikatan yang kokoh di antara mereka.
Tidak hanya sebagai bentuk ritual, membaca Al-Fatihah di awal acara juga merupakan ungkapan rasa syukur dan permohonan ampunan kepada Allah SWT.
Dalam setiap bacaannya, umat Islam mengakui kebesaran Allah sebagai pencipta, pemberi nikmat, dan pemimpin yang memberikan petunjuk kepada manusia. Lalu bagaimana ulama berpendapat tentang al ini?
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pendapat Beberapa Madzhab
Mengutip Hidaatullah.com, para ulama dari berbagai madzhab telah membahas mengenai hukum membaca Al Fatihah dalam memperoleh hajat tertentu.
Madzhab Hanafi
Al Allamah Ali Qari Al Hanafi berkata setelah menyebut sebuah atsar dari Atha` mengenai membaca Al-Qur`an untuk terkabulnya hajat; ”Inilah asal bagi apa yang populer bagi manusia dari pembacaan Al Fatihah dalam rangka pemenuhan hajat-hajat dan diperolehnya perkara-perkara penting.” (dalam Al Asrar Al Marfu`ah, hal. 252).
Membaca Surat Al Fatihah di awal acara, dengan bertujuan agar acara berjalan dengan lancar termasuk dalam apa yang dikatakan oleh Syeikh Ali Qari Al Hanafi ini, yakni membaca Al Fatihah dengan tujuan agar hajat terkabul.
Madzhab Syafi`i
Dalam Madzhab Asy-Syafi`i, Ibnu Allan Ash-Shiddiqi dalam Syarh Riyadh Ash Shalihin menyimpulkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwasannya hajat bisa terkabulkan dengan membaca Al Fatihah dan akhir Surat Al Baqarah. (Dalil Al Falihin, 6/200).
Madzhab Hanbali
Syeikh Yusuf bin Abdil Hadi Al-Hanbali yang masyhur dengan sebutan Ibnu Al Mibrad menulis sebuah risalah “Istianah bi Al Fatihah `Ala Najah Al Umur.” Dalam risalah itu Ibnu Abdil Hadi menyampaikan; ”Maka hendaklah engkau- semoga Allah merahmatimu- memperbanyak membaca Al Fatihah terhadap persoalan-persoalan dan hajat-hajatmu serta obat-obatmu serta kepentingan-kepentinganmu juga untuk setiap hal yang engkau hadapi.” (Istianah bi Al Fatihah `Ala Najah Al Umur, hal. 375).
Ibnu Abdil Hadi juga mengatakan, ”Guru saya Abu Al Farraj bin Al Habbal banyak menggunakannya (Al-Fatihah) untuk menunaikan hajatnya dan keberhasilan persoalannya dan perkara yang besar.” (Istianah bi Al Fatihah `Ala Najah Al Umur, hal. 375).
Advertisement
Ini Dalilnya
Para ulama menyatakan bolehnya mengawali doa dengan membaca Al Fatihah menggunakan beberapa dalil, di antaranya adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ» ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ. فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ: «اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ»؛ فإنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:” قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي، وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}. قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}. قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ (أخرجه مسلم: 395, 1/296)
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu dari Nabi SAW beliau bersabda, ”Barang siapa melaksanakan sholat dan di dalam sholat itu ia tidak membaca Umm Al-Quran (Al-Fatihah) maka sholat itu kurang.” Tiga kali. Tidak sempurna (penjelasan periwayat Hadits). Maka dikatakan kepada Abu Hurairah: ”Sesungguhnya kami berada di belakang imam.” Maka Abu Hurairah pun berkata, ”Bacalah Al Fatihah sendiri, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ”Allah Ta’ala berfirman, “Aku telah membagi sholat antara Aku dengan hamba-Ku dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia berkata: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}, maka Allah berfirman, ”Telah memujiku, hambaku.” Dan jika ia berkata: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}, Allah Ta’ala berfirman, ”Telah memuji-Ku hamba-Ku. Jika ia berkata: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}, Allah Ta’ala berfirman, ”Telah mengagungkan-Ku hamba-ku.” Dan sekali Ia juga berfirman, ”Telah menyerahkan kepada-Ku hamba-Ku.” Dan jika ia berkata: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}, Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” Jika ia berkata: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}, Allah Ta’ala berfirman: “Ini bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (Riwayat Muslim: 395, 1/296).
Syeikh Ibnu Abdil Hadi Al Hanbali berkata, ”Sebagian dari mereka (para ulama) berhujjah dengan hadits ini bahwa tidak seorang pun membaca Al Fatihah dengan diniatkan untuk tertunaikannya hajat dan ia memohon hajatnya kecuali ia akan tertunaikan.” (Al Isti`anah bi Al Fatihah `ala Najah Al Umur, hal. 372).
Sedangkan hadits lain yang dijadikan para ulama sebagai dalil dalam masalah ini adalah hadist berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأسَه، فَقَالَ: هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ اليَوْمَ، لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلا اليَوْمَ، فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الأَرْضِ، لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلا اليَوْمَ، فَسَلَّمَ وَقَال: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أَوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نبي قَبْلَكَ، فَاتِحَةُ الكِتَابِ وَخَوَاتِيَمُ سُورَةِ البَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلا أُعْطِيتَهُ. (أخرجه مسلم: 806, 1/554)
Artinya: Dari Ibnu Abbas ia berkata,”Sewaktu Jibril duduk bersama Rasulullah SAW ia (Jibril) mendengar suara (seperti terbukanya pintu), maka ia pun menengadahkan kepalanya, lantas berkata,”Ini adalah pintu langit dibuka hari ini, ia tidak pernah dibuka sama sekali, kecuali hari ini.” Lantas turunlah dari pintu itu malaikat.” Jibril berkata, ”Malaikat ini tidak pernah turun kecuali hari ini.” Lantas ia malaikat itu pun berkata, ”Aku memberi kabar gembira dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelum engkau, Fatihah Al Kitab dan penutup surat Al Baqarah. Engkau tidak akan membaca satu huruf pun dari keduanya, kecuali engkau diberinya.” (Riwayat Muslim).
Ibnu Allan Ash Shiddiqi menyimpulkan dari Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas, bahwasannya hajat bisa terkabulkan dengan membaca Al Fatihah dan akhir Surat Al Baqarah. (Dalil Al Falihin, 6/200).
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul