Sukses

Panduan Sholat Istikharah: Tata Cara, Waktu, Doa dan Isyarat Petunjuknya

Sholat istikharah merupakan sholat sunnah yang bertujuan untuk meminta petunjuk dari Allah SWT atas keraguan dalam menentukan pilihan. Berikut panduan lengkap pelaksanaannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketika hidup sedang dilanda kegelisahan dan keraguan dalam memilih satu dari dua pilihan atau lebih maka sholat istikharah jawabannnya.

Sholat istikharah bertujuan untuk meminta petunjuk dari Allah sebelum membuat suatu keputusan. Baik itu perihal jodoh, pilihan pekerjaan, dan apapun jenis persoalan hidupnya.

Dengan menunaikan sholat istikharah ini, berharap Allah SWT akan memberikan jawaban terbaik dari berbagai pilihan yang ada. Sehingga ibadah ini juga menjadi bukti butuhnya seorang hamba dengan Tuhan-Nya.

Seorang yang mendahulukan istikharah maka akan mendapatkan keberuntungan dari Allah SWT. Mengutip dari laman NU Online Jabar, berikut adalah uraian lengkap mengenai waktu, tata cara, petunjuk serta isyarat sholat sunnah istikharah.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 4 halaman

Waktu dan Tata Cara Sholat Istikharah

Waktu pelaksanaan sholat istikharah tidak ada patokan waktu, namun sebaiknya dikerjakan pada malam hari atau sepertiga malam, Karena itu merupakan waktu yang mustajab untuk memanjatkan doa. Sholat istikharah dikerjakan sebanyak dua rakaat, diawali dengan niat

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْاِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى 

Ushallî sunnatal istikhârati rak’ataini lillâhi ta’âlâ.   

Artinya: “Aku berniat shalat sunnah istikharah dua rakaat karena Allah ta’ala.” 

Untuk bacaannya, sebagaimana dijelaskan Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumiddin, pada rakaat pertama membaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Kafirun; sementara pada rakaat kedua membaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Ikhlas. 

3 dari 4 halaman

Doa Setelah Sholat Istikharah

Setelah selesai salam membaca doa berikut:

اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِيْ وَدُنْيَايَ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ وَعَـاجِلِهِ وَآجِـلِهِ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَبَارِكْ لِي فِيهِ ثُمَّ يَسِّرْهُ لِي وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِيْ وَدُنْيَايَ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ عَاجِلِهِ وَآجِـلِهِ فَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ أَيْنَـــمَا كَانَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ  

Allâhumma shalli wa sallim ‘alâ sayyidina muḫamamdin, Alḫamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. Allâhumma innî astakhîruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa lâ aqdiru, wa ta’lamu wa lâ a’lamu, wa anta ‘allâmul ghuyûb. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hâdzal amra khairun lî fî dînî wa dun-yâya wa ‘âqibati amrî ‘âjilihi wa âjilihi faqdurhu lî wa bârik lî fîhi tsumma yassirhu lî. Wa in kunta ta’lamu anna hâdzal amra syarrun lî fî dînî wa dun-yâya wa ‘âqibati amrî ‘âjilihi wa âjilihi fashrifnî ‘anhu washrfhu ‘annî waqdur liyal khaira haitsu kâna ainamâ kânû innaka ‘alâ kulli syai-in qadîr. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidina muḫamamdin, walḫamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. 

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah dengan pengetahuan-Mu, aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan sementara aku tidak mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.    Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam bagi agamaku, kehidupanku, akhir urusanku, duniaku, dan akhiratku, maka takdirkanlah hal tersebut untukku. Mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, akhir urusanku, duniaku, dan akhiratku, maka palingkanlah aku darinya dan palingkanlah dia dariku. Takdirkanlah yang terbaik untukku apa pun keadaannya. Sesungguhnya engkau Yang Maha Bisa atas segala sesuatu.” 

Selesai membaca doa, sebutkan permohonan kita. Doa ini bersumber dari salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari hadis Jabir bin ‘Abdillah. Penulis menambahkan shalawat, salam, dan hamdalah pada akhir dan awal doa sebagaimana anjuran Imam an-Nawawi. (Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumiddin, juz I, halaman 206).   

4 dari 4 halaman

Petunjuk dan Isyarat Sholat Istikharah

Petunjuk yang Allah berikan kepada hambanya yang meminta arahan melalui sholat istikharah tidaklah menentu, dan banyak isyarat yang akan kita jumpai. Petunjuk tersebut bisa datang melalui mimpi, ketenangan hati, tanda-tanda dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang lainnya.

Petunjuk tersebut akan Allah beri jika permintaan kita adalah baik di hadapan Allah Swt dan Allah akan memudahkan jalan dan memberi akhir yang baik. Sebaliknya, jika menurut Allah tidak baik maka kita akan dipersulit melakukannya.

Isyarat petunjuk dengan Al-Qur’an

Habib Muhammad Muthohar mengungkapkan bahwa sebagian ulama ahli hikmah memiliki amalan istikharah yang dilakukan dengan memakai Al-Qur’an. Hal ini diungkapkan dalam sebuah video yang diunggah oleh kanal Youtube NU Online pada Ahad (24/9/2023).  

Amalan yang diijazahkan oleh Habib Muhammad ini diawali dengan amaliah shalat istikharah 2 rakaat. Setelah sholat, memanjatkan doa istikharah yang diajarkan Rasulullah dalam riwayat Imam Bukhari.

"Setelah itu, buka Al-Qur’an. Langsung buka-sebukanya. Kemudian dilihat banyak huruf kha’ atau syin. Kha’ itu khair (baik), syin itu Syar (buruk). Kalau kha’ nya 20, Syin nya 10, berarti itu baik. Lanjutkan, monggo. Silakan,” jelasnya.   

Namun jika ditemukan dalam halaman Al-Qur’an yang dibuka tersebut banyak ditemukan huruf Syin, maka ia menyarankan untuk tidak dilanjutkan apa yang diistikharahi tersebut.    

“Ini saya ijazahkan, monggo diamalkan,” katanya. 

Ijazah ini didasarkan pada fakta bahwa para ulama tidak pernah meninggalkan Al-Qur’an. Sampai-sampai para ulama memiliki amalan wirid yang berasal dari Al-Qur’an. Amalan-amalan wirid ini dinamakan dzikir yang diambil dari ayat Al-Qur’an yakni surah Al-Hijr ayat 9 yang artinya: 

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”.