Liputan6.com, Jakarta - Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani merupakan sosok wali yang memiliki pengetahuan yang sangat luas. Berdasarkan riwayat, beliau menguasai beragam disiplin ilmu pengetahuan dan juga dianugerahi berbagai karomah.
Baca Juga
Advertisement
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani kesehariannya tak lepas dari aktivitas mengajar. Beliau mengajar ilmu nahwu, aqidah, fiqih dan beragam qira’ah.
Namun, yang tak kalah mencengangkan dan mengagumkan ialah perihal keseharian wali yang dijuluki sulthanul awliya bersama masyarakat sekitar.
Demikian halnya dengan hari-hari terakhir menjelang wafat, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani merasakan hal yang aneh. Simak kisahnya berikut ini.
Simak Video Pilihan Ini:
Keseharian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
Menukil NU Online, Syekh Abdul Qadir mengeluarkan fatwa menurut dua mazhab, Mazhab As-Syafi’i dan Mazhab Ahmad bin Hanbal. Fatwanya dihadapkan kepada ulama Iraq yang membuat mereka takjub pada kefaqihan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani hanya keluar dari madrasahnya pada hari Jumat untuk melakukan shalat Jumat di masjid jami di Baghdad. Setiap malam, Syekh Abdul Qadir meminta orang rumahnya untuk menggelar makanan. Ia makan bersama para tamu yang hadir.
Ia juga tidak segan untuk duduk bersama orang-orang terpinggirkan. Syekh Abdul Qadir terkenal sabar menghadapi para santri. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah orang yang senang menghibur hati orang fakir.
Ia juga orang yang senang mencari sahabatnya yang lama tidak jumpa. Syekh Abdul Qadir dikenal sebagai orang yang pemaaf atas kekurangan dan kesalahan para sahabatnya.
Advertisement
Wafatnya Syakh Abdul Qadir Al-Jilani
Pada hari wafat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, putranya yang bernama Abdul Jabbar bertanya, “Bagian tubuh mana yang dirasa sakit, ayah?” “Semua organ tubuhku terasa sakit kecuali hati, nak. Karena ia selalu bersama Allah,” jawab Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Syekh Abdul Qadir kemudian mulai mengulang-ulang kalimat, “Ista‘antu bi lā ilāhi illallāh subhānahū wa ta‘ālā al-hayyul ladzī lā yakhsyal fawt, subhāna man ta‘azzaza bil qudrah wa qahara ‘ibādahū bil maut, lā ilāha illallāhu Muhammadun rasūlullāh.”
Artinya, “Aku minta tolong kepada yang tiada tuhan selain Allah SWT, Zat hidup yang tidak takut pada kehilangan; maha suci Zat yang perkasa dengan kuasa-Nya, dan menundukkan hamba-Nya dengan kematian. Tiada tuhan selain Allah. Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah.” Syekh Abdul Qadir kemudian terdengar mengucap, “Allah…Allah..” Syekh Abdul Qadir terus menerus mengulang-ulang kata “Allah…”
Akhirnya suara Syekh Abdul Qadir Al-Jailani perlahan mengecil sebelum akhirnya berhenti senyap. Sementara lidahnya menempel pada langit-langit mulutnya. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani wafat pada malam hari pada usia 90 tahun. Shalat jenazah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani diimami oleh putranya, Abdul Wahhab, yang kemudian diikuti oleh 49 anaknya dari empat istri almarhum.
Shalat jenazah juga dilakukan oleh khalayak ramai yang terdiri atas santri, pengikut, dan para sahabatnya. Jenazah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dimakamkan di serambi madrasahnya. Pintu madrasah tidak dibuka hingga siang hari. Sementara masyarakat luas pergi bergegas untuk menshalatkan dan menziarahi makamnya.
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul