Liputan6.com, Cilacap - Ulama asal Rembang, Jawa Tengah sekaligus Rais Syuriyah PBNU yakni KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dalam kesempatan ceramahnya menyampaikan perihal ulama yang mengaku kalau dirinya seorang yang alim.
Baca Juga
Advertisement
Bagi sebagian orang, pengakuan seperti ini dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Stigma sombong dan julukan miring lainnya tentu saja tersemat kepada yang bersangkutan.
Demikian halnya dengan Gus Baha, yang dalam salah satu ceramahnya pernah mengaku kalau dirinya seorang yang alim agama. Tentu saja hal ini sempat menuai reaksi pedas dari warganet dan masyarakat awam.
Jika ada ulama yang mengaku dirinya alim, menurut murid kinasih Mbah Moen ini tidak bisa serta merta disebut sebagai orang yang sombong. Beliau lantas membeberkan alasan logisnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Agar Tak Salah Alamat
Gus Baha membeberkan alasan seorang ulama yang mengaku alim itu tidak bisa disebut sebagai orang yang sombong. Pasalnya hal ini agar diketahui oleh orang lain perihal kapasitas dirinya.
Gus Baha membandingkan dengan para dokter yang menyematkan tulisan kalau dirinya seorang ahli jantung dan gigi, misalnya, namun tidak dicap sebagai orang yang sombong. Menurut Gus Baha, mengaku alim itu merupakan informasi kepada masyarakat agar mereka tidak salah alamat dalam menempuh pendidikan agama.
“Saya bolak-balik bicara, kalau ada orang mengaku alim, dikira sombong. Padahal dokter spesialis gigi tidak sombong, spesialis jantung tidak sombong. Padahal tanpa ditulis kan tidak tahu,” terang Gus Baha sebagaimana dikutip dari laman NU Online, Rabu (19/06/2024).
Pengasuh Pesantren Tahfidz Qur’an LP3IA, Narukan, Rembang ini melihat, masyarakat tidak ada yang bertanya ke alumni pesantren. Sebab, sering pergi dan di rumahnya tidak ditulis keahlian ilmunya. Seharusnya para santri berani menuliskan ‘ahli fikih medium’, ‘ahli Taqrib medium’, ‘ada masalah fikih, hubungi kami’.
“Jadi jelas. Ini orang mau mencari dokter kandungan, gampang. Cari bar, gampang. Cari klub, gampang. Ini mau cari ahli fikih susah karena tidak ditulis. Makanya, harus diumumkan,” tegas Gus Baha.
Advertisement
Ada Kalanya Kebaikan Harus Diperlihatkan
Abul Hasan Asy-Syadzili, lanjut Gus Baha, pernah berfatwa ketika ditanya tentang hukum amal sirri (rahasia). Lalu, dijawab tidak ada. Sebab, sekarang zamannya amal terkenal lebih baik dibanding amal yang dirahasiakan.
“Dulu orang zina malu, orang maksiat malu. Sekarang maksiatnya terlihat, amal shaleh dirahasiakan. Akhirnya, dunia nampak penuh maksiat,” keluhnya.
“Coba kalau alumni pondok mengumumkan: saya hafidh Qur'an. Saya hafidh 2 juz kalau setoran juz Amma saya bisa. Saya ngaji taqrib, khatam 2 kali. Saya pernah ngaji Fathul Wahab. Sehingga orang nanti akan tahu, orang pun bisa konsultasi,” tambah Gus Baha.
Rais Syuriyah PBNU ini menilai bahwa mengaku alim adalah sesuatu yang diperbolehkan. “Tidak niat sombong. Tapi, mempermudah orang yang ingin mengambil manfaat,” tutur ulama kelahiran 29 September 1970 ini.
“Lha ini nggak ada yang menulis (keahlian). Gayanya ikhfa' (samar) semua, kayak tawadhu', padahal tidak bisa beneran hehehe,” sindir Gus Baha sembari tertawa.
Ketaatan Harus Diperlihatkan Supaya Menjadi Teladan
Gus Baha mengajak untuk berpikir tentang perkataan Allah dalam sebuah hadis:
كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًا فَأَحْبَبْتُ أَنْ أُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِي عَرَفُوْنِي
Gus Baha mengartikan, Allah tanpa makhluk tetap Tuhan. Akan tetapi, kelihatannya tidak ada yang kenal. Akhirnya Allah menciptakan makhluk supaya tahu bahwa dia itu Tuhan.
“Saya itu senang terkenal alim, bukan karena niat sombong. Yang suka biar meniru alimnya, yang tidak suka biar hasud,” ungkap kiai yang sering terlihat mengenakan baju putih dan peci hitam itu.
“Saya minta, sekarang zamannya cara pandang berubah. Kamu harus memperlihatkan taatmu, karena mereka sudah memperlihatkan kemaksiatan mereka,” pinta Gus Baha. Gus Baha menyebut, di antara target agama adalah harus muncul. Makanya orang yang memperlihatkan alimnya itu ada juga pembenarannya.
Orang alim harus memperlihatkan kalau dia seorang alim. “Kalau ada orang mau ngaji, terus tidak yang mengaku alim. Kalau semua orang alim begitu, terus orang mau ngaji sama siapa?” tanya Gus Baha mengajak berpikir para santri dan kiai yang hadir pada acara haul tersebut.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement