Liputan6.com, Jakarta - Kematian adalah takdir yang pasti bagi setiap manusia. Sebelum kematian itu, manusia akan mengalami sakaratul maut yaitu proses terpisahnya ruh dari jasad.
Sakaratul maut rasanya sangat sakit dan nyeri teramat sangat. Sakaratul maut sangatlah ditakuti oleh setiap makhluk yang bernyawa, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَجَاۤءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ۗذٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيْدُ
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari." (QS. Qaf: 19).
Advertisement
Tak hanya itu, ada banyak ayat maupun hadis yang menggambarkan betapa beratnya sakaratul maut, terutama yang dialami oleh hamba-hamba zalim dan ahli maksiat.
Baca Juga
Saksikan Video Pilihan ini:
Perbincangan Umar dengan Ka‘b tentang Kematian
Dilansir dari laman NU Online, beratnya kematian tergambar dari perbincangan singkat antara Sayyidina Umar bin Khattab dengan Ka‘b. Pria yang tengah menjabat sebagai khalifah kedua itu bertanya, “Wahai Ka‘b, sampaikanlah kepadaku tentang maut.”
Ia menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, maut itu bagaikan sebuah pohon yang banyak durinya dimasukkan ke dalam perut ibnu Adam. Setiap duri memegang satu urat darinya. Kemudian ditarik sekaligus oleh seorang laki-laki yang sangat kuat. Maka terputuslah semua urat yang menyangkut pada duri. Tertinggallah urat-urat yang tersisa.”
Kemudian, saat menghadapi sakaratul maut ‘Amr ibn Al-‘Ash pernah ditanya oleh putranya tentang gambaran kematian. Ia menjawab, “Demi Allah, dua sisi tubuhku seakan-akan berada dalam himpitan. Napasku seakan-akan keluar dari lubang jarum. Dan sebuah dahan berduri ditarik sekaligus dari ujung telapak kaki hingga ujung kepalaku.”
Beratnya kematian juga dirasakan oleh para nabi. Hanya saja menurut Al-Qurthubi, bagi mereka beratnya kematian memiliki dua keuntungan. Keuntungan pertama adalah menyempurnakan keutamaan mereka dan mengangkat derajat mereka.
Dan beratnya kematian mereka bukan berarti sebuah kekurangan atau celaan. Sebab, manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang di bawah mereka.
Keuntungan kedua adalah memberi tahu makhluk atau umat akan beratnya kematian. Mereka mungkin mengira bahwa kematian itu ringan. Namun, jika beratnya kematian disampaikan oleh para nabi, mereka sendiri merasakannya, padahal mereka adalah orang-orang mulia di sisi Allah, barulah umat akan memahaminya.
Hanya saja kematian para nabi dan umatnya ada perbedaan. Kematian para nabi tidak terjadi sebelum diberikan tawaran atau pilihan (Jami‘ al-‘Ulum wal-Hikam, jilid 38, halaman 32).
Advertisement
Orang Mukmin Meninggal dengan Keringat di Keningnya
Konon, pada zaman dahulu ada sekelompok bani Israil yang mendatangi kompleks pemakaman. Karena ingin mengetahui bagaimana rasanya kematian, mereka kemudian sholat dua rakaat dan berdoa kepada Allah agar ada seorang meninggal yang dihidupkan di tengah mereka, sehingga mereka bisa bertanya-tanya tentang kematian. Allah pun mengabulkan doa mereka.
Tak lama muncul seorang laki-laki dari sebuah kuburan. Namun yang keluar hanya kepalanya. Di antara kedua kepalanya terdapat bekas sujud. Pertanda laki-laki itu seorang ahli ibadah. Ia pun bertanya: “Wahai orang-orang, apa yang kalian inginkan dariku? Sungguh, aku telah meninggal seratus tahun yang lalu. Dan hingga kini panasnya kematian masih saja terasa dan belum hilang.” Demikian sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdu ibn Humaid dari Jabir ibn ‘Abdullah.
Meski begitu, ada sebuah kabar gembira bagi orang-orang mukmin. Sebab, kematian mereka disaksikan dan disambut para malaikat yang bersiap akan membawa ruhnya dalam secarik kain sutera dari surga yang berisi minyak misik paling wangi.
Namun, seringan-ringannya sakaratul maut bagi seorang mukmin tetap dirasakan cukup berat. Hal itu tampak dari cucuran keringat di keningnya. Demikian seperti yang diungkapkan dalam riwayat At-Tirmidzi dari Buraidah. Rasulullah SAW menyatakan:
الْمُؤْمِنُ يَمُوتُ بِعَرَقِ الْجَبِينِ
Artinya: "Orang mukmin itu meninggal dengan keringat di keningnya."
Keringat tersebut merupakan ungkapan dari beratnya kematian. Ada pula yang mengatakan sebagai tanda baik kematiannya. Maka selayaknya kita semua mempersiapkan kematian dan sakaratul maut, di samping mempersiapkan bekal untuk kehidupan abadi pasca-kematian. Sebab kita tidak tahu kapan datangnya kematian tersebut.