Sukses

Apakah Keturunan Nabi Pasti Selamat di Hari Kiamat karena Nasabnya? Simak agar Tak Gagal Paham

Ada pendapat bahwa orang bisa selamat di hari kiamat maupun di akhirat karena nasabnya. Keistimewaan nasab akan membuatnya selamat, meski di dunia durhaka. Benarkah?

Liputan6.com, Jakarta - Ada hadis populer yang menyatakan bahwa nasab Nabi Muhammad SAW akan dijaga hingga kiamat tiba. Sementara, nasab yang lain akan terputus.

ﻛُﻞُّ ﺳَﺒَﺐٍ ﻭَﻧَﺴَﺐٍ ﻣُﻨْﻘَﻄِﻊٌ ﻳَﻮْﻡَ ﺍْﻟﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺳَﺒَﺒِﻲْ ﻭَﻧَﺴَﺒِﻰ

Artinya, “Setiap sebab dan nasab akan terputus di hari kiamat kecuali sebabku dan nasabku.” (HR Al-Bazzar, Al-Hakim, At-Thabarani dan Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kabir) - via NU Online.

Umat Islam di Indonesia pastinya begitu menghormati dzurriyah atau keturunan Nabi SAW. Masuknya Islam di Indonesia tak lepas dari para keturunan Rasulullah, misalnya walisongo yang sebagian besarnya merupakan para sayyid atau syarif.

Namun, belakangan banyak yang mengaku keturunan Nabi SAW dengan perilaku yang tak terpuji. Namun, ada yang memaklumi karena mereka diyakini akan tetap selamat karena nasabnya yang mulia.

Gonjang-ganjing ini bahkan sampai menimbulkan riak isu habib palsu, dan nasab terputus.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Nasab dan Nasib di Hari Kiamat

Di akhirat, nasib seseorang akan banyak dipengaruhi oleh perbuatannya selama di dunia. Bagi yang rajin beribadah dan beramal baik, di akhirat dia akan selamat. Sebaliknya, para pendurhaka akan masuk neraka dan mendapat siksa.

Namun, ada pula sebagian kecil umat yang berpendapat bahwa orang bisa selamat di hari kiamat maupun di akhirat karena nasabnya. Keistimewaan nasab akan membuatnya selamat, meski di dunia durhaka.

Bagi yang berpandangan seperti ini, maka keturunan nabi, wali, ulama maupun orang saleh lainnya akan selamat karena nasab. Benarkah demikian?

Soal bisa tidaknya nasab menolong seseorang di akhirat dijelaskan cukup gamblang oleh KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU, dalam ulasannya di NU Online.

3 dari 4 halaman

Apakah Nasab Akan Menolong?

Sebelum membahas hal itu, Kiai Husen menceritakan, ada seorang santri yang bertanya tentang hubungan nasab/keturunan dengan nasib dirinya. Apakah nasab bisa menolong?.

"Lalu aku menceritakan kembali apa yang ditulis oleh Imam al Ghazali dalam bukunya Al Tibr al Masbuk," tulisanya, dikutip dari laman nu.or.id via kanal Islami Liputan6.com, Jumat (12/7/2024).

Kiai Husein mengungkapkan, suatu hari cucu Nabi yang amat saleh dan rendah hati, yang populer dipanggil "Al-Sajjad" tampak sedang berduka. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu yang menggelisahkan hatinya. Pipinya basah oleh air mata yang tak terbendung. Temannya mengatakan : "wahai, putra Husein yang mulia, cucu Ali bin Abi Thalib yang mulia dan cicit Nabi Muhammad, utusan Allah yang amat mulia, mengapa engkau berduka?".

Al-Sajjad menjawab : saudaraku, tolong jangan bawa-bawa ayah, ibu dan kakekku. Aku sedang memikirkan masa depanku sendiri, aku akan tinggal di mana sesudah aku meninggalkan dunia ini. Apakah aku akan selamat atau tidak?. Ingatlah, di akhirat kelak tak ada lagi hubungan nasab/keturunan yang bisa menyelamatkan seseorang, kecuali amal salehnya masing-masing".

Allah berfirman :

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلَا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ

"Apabila terompet ditiup (kelak pada hari kiamat) maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanggungjawab".

4 dari 4 halaman

Ayat Lainnya

Allah juga mengatakan :

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ. يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِوَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

"Dan apabila terompet kedua ditiup.Hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang pada hari itu disibukkan oleh urusan dirinya sendiri".

Sementara demikian Allah dalam al-Qur'an menyatakan :

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُون َإِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

"(yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."

Betapa mendalamnya pengetahuan Al-Sajjad, cicit Nabi itu, dan betapa rendah hatinya beliau. Ia sangat mengerti bahwa kemuliaan dan kebaikan seorang manusia hanyalah karena ketakwaannya kepada Allah, bukan karena keturunan, jabatan, jenis kelamin, asesoris atau simbol-simbol yang dilekatkan orang kepadanya.

Allah sudah mengatakan hal ini :

ان اكرمكم عند الله أتقاكم

"Sesungguhnya yang paling mulia di mata Allah adalah orang yang paling bertakwa". (Sumber: jabar.nu.or.id)