Sukses

Baca Istighfar Justru Sombong jika Hanya Ingat Dosa Saja, Kok Bisa?

Kok bisa orang mengucapkan istighfar masih terkategori orang yang sombong?

Liputan6.com, Cilacap - Ulama Ahli Tafsir asal Rembang, Jawa Tengah, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menerangkan pendapat salah seorang ulama tersohor yakni Abul Qasim Al-Qusyairi perihal mengucapkan istighfar. 

Pandangan mengejutkan Al-Qushayri ini dikemukakan salah seorang santri senior Mbah Moen ini dalam sebuah kesempatan tausiyahnya. 

Menurut Abdul Qasim Al-Qushayri, orang yang mengucapkan istighfar rupanya masih terkategori orang yang sombong, sebab hanya mengingat akan dosa-dosanya saja.

“Kata Abdul Qasim Al-Qushayri, orang istighfar kok ingat dosa itu orang sombong,” terangnya sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Layang Kumitir, Kamis (27/06/2024).

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Harus Ingat Rahmat Allah

Jika istighfar ingat dosa itu merupakan sebuah kesombongan, lantas harus ingat apa? Menurut Abdul Qasim Al-Qushyari, ketika istighfar, maka sebaiknya harus mengingat rahmat Allah SWT yang sudah dilimpahkan kepadanya.

“Lantas harus ingat apa? Ingat luas rahmatnya Allah SWT, jangan ingat dosa kamu,” terangnya. 

Sebab jika istighfar terfokus kepada dosa-dosa kita, akan memiliki dampak psikologis yang luar biasa seperti merasa tidak nyaman dengan Allah SWT. 

“Kalau ingat dosa-dosamu itu seakan-akan kamu trus istighfar menangis ingat dosa kamu,” paparnya.

“Setelah ingat dosa kamu, terus tidak nyaman hidup kamu dengan Allah,” sambungnya. 

Gus Baha juga mengemukakan salah satu contoh istighfar yang mengingat akan kebesaran rahmat Allah SWT yaitu dengan istighfar kita mengingat betapa luas rahmat dan ampunan Allah SWT. 

“Seharusnya kamu ingat, ya Allah, saya pernah berdosa, kok tetap Engkau izinkan mujalasah dengan Engkau,” terangnya lagi. 

“Saya berdosa kok Engkau izinkan minta ampun, Ya Allah betapa besarnya hidayah Engkau, Engkau tahu kalau saya berdosa tetap Engkau tarik, Engkau angkat, sehingga saya mau istighfar,” imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Sekilas Biografi Abul Qasim Al-Qusyairi

Menukil NU Online, nama asli Abul Qasim Al-Qusyairi adalah Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad. Bila dirunut, leluhurnya bersumber dari kabilah Qusyair dari dataran Hadramaut. Kabilah Qusyair adalah salah satu kabilah arab keturunan Rabi’ah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah bin Hawazin. Bila dirunut lebih jauh lagi nasab Abul Qasim al-Qusyairi bertemu dengan Nabi Muhammad ﷺ dari kakek Nabi Muhammad yang bernama Adnan.

Leluhur Abul Qasim al-Qusyairi hijrah dari tanah Hadramaut menuju kota Naisabur pada kisaran akhir abad pertama Hijriah. Hal ini dikarenakan perluasan dinasti Umayyah yang sangat masif hingga dataran Khurasan di negara Irak. Abul Qasim al-Qusyairi lahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 376 H di perkampungan Osto yang masih termasuk kawasan kota Naisabur.

Keterangan ini merujuk pada kesaksian al-Khathib al-Baghdadi sebagaimana tertuang dalam karyanya, Tarikh Baghdad (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2008, 11: 83). Sejak kecil, Abul Qasim al-Qusyairi telah ditinggal wafat oleh ayahnya dan ia pun diasuh oleh seorang ulama sufi bernama Abu Qasim al-Yamani. Di usia remaja, Abul Qasim al-Qusyairi mengembara ke kota Naisabur. Di kota penuh ilmu inilah Abul Qasim al-Qusyairi bertemu dengan Abu Ali ad-Daqqaq, seorang tokoh sufi besar.

Rupanya Abu Ali ad-Daqqaq menaruh hati kepada sang murid. Kelak, sang sufi muda ini pun dinikahkan dengan seorang perempuan cantik jelita bernama Fathimah yang tak lain adalah putri dari Abu Ali ad-Daqqaq. Dari pernikahan yang pernuh berkah ini, Abul Qasim al-Qusyairi mendapatkan enam anak laki-laki dan satu anak perempuan. Abul Qasim al-Qusyairi menemui banyak tokoh besar Islam di zamannya. Pada awalnya ia menimba ilmu tasawuf kepada Abu Ali ad-Daqqaq.

Bila dirunut silsilah tasawuf Abul Qasim al-Qusyairi adalah Abul Qasim al-Qusyairi dari Abu Ali ad-Daqqaq dari Abu Qasim an-Nashrabadi dari Muhammad Asy-Syibli dari al-Junaid al-Baghdadi dari as-Sirri as-Saqati dari Ma’ruf al-Karkhi dari Dawud at-Tha’I (Lihat kitab Thabaqat al-Fuqaha’ asy-Syafi’iyyah karya Ibnu Shalah hal.525 vol.2 cetakan Muassasah ar-Risalah Kairo tahun 2012).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul