Sukses

Kisah Karomah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, Puasa sejak Bayi dan Berbicara dengan Seekor Sapi

Karomah-karomah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani selalu menarik untuk diulas. Di antara dari karomahnya yang masyhur ialah dirinya telah berpuasa semenjak masih bayi dan mampu berbicara dengan sesekor sapi.

Liputan6.com, Cilacap - Banyak tulisan yang menceritakan karomah wali agung yang dijuluki sulthanul awaliya atau rajanya para wali, yakni Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

Di antaranya karomahnya yang populer adalah ternyata Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sudah berpuasa sejak dirinya masih bayi. Semenjak usianya menginjak remaja, beliau juga ternyata mampu berbicara dengan seekor sapi.

Karomah atau dalam istilah Jawa disebut dengan keramat merupakan kemuliaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia pilihan.

Demikian halnya, kejadian ajaib seputar waliyullah yang juga diberi julukan muhyiddin atau orang yang menghidupkan agama Allah SWT ini menarik sekali untuk dibahas.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Berpuasa Sejak Bayi

Dari sekian banyaknya karomah yang dimiliki Syekh Abdul Qadir al-Jailani, penulis hanya mencatat tiga karomah. Pertama, dimulai dari rekam jejaknya saat dalam kandungan, yaitu al-Jailani seorang anak yang dilahirkan dari perempuan yang usianya sangat renta, yaitu 60 tahun.

Padahal, usia tersebut sangat tidak memungkinkan bagi Wanita yang dapat melahirkan secara normal dan sehat, tetapi ini kehendak Allah yang telah mengatur segalanya.

Konon, sejak bayi al-Jailani telah berpuasa. Tatkala bayi yang kerap menangis saat kehausan, saat puasa al-Jailani enggan menyusu sampai waktu maghrib tiba ia baru kemudian menangis. Tanda bukti, ia berbuka dan meminta untuk menyusu.

Sampai-sampai orang di sekitarnya kerap bertanya pada ibu al-Jailani untuk memastikan waktu Ramadhan, yang mana zaman dahulu masih sulit menentukan terlihat atau tidaknya hilal.

3 dari 3 halaman

Berbicara dengan Seekor Sapi

Kedua, saat usia al-Jailani menginjak remaja ia hendak membajak sawah di ladang dengan seekor sapi. Tiba-tiba seekor sapi dapat berbicara seperti halnya manusia, sapi itu mengatakan, “Hai Abdul Qadir, engkau tidak dijadikan untuk ini dan tidak diperintahkan mengerjakannya.” Mendengar itu, ia ternganga dengan keajaiban yang ada. Ini mungkin peristiwa aneh, tapi demikian Allah Maha Berkehendak.

Alhasil, al-Jailani berpamitan pada ibunya untuk meminta izin menuntut ilmu. Ibunya, bertanya mengapa putranya tiba-tiba berpikir demikian. Al-Jailani menceritakan kisahnya, sang ibu terharu dan menyadari anaknya tidak dilahirkan menjadi orang biasa, melainkan ditakdirkan memiliki derajat mulia sebagaimana waliyullah. Al-Jailani menuntut ilmu, dengan berbagai suka dan duka, hingga tumbuh menjadi seorang ilmuwan dan sufi yang dikagumi banyak orang.

Ketiga, berdasarkan dari sumber menurut Syaikh Ja’far al-Barzanji sebagaimana yang dijelaskan dalam karangannya yang berjudul Al-Lujain Ad-Dhani. Kisah seorang Wanita yang menitipkan anaknya untuk belajar dan mengabdi kepada Syekh Abdul Qadir. Namun, suatu hari ibu tersebut menjumpai anaknya sangat kurus dan tidak terurus tengah memakan roti yang kasar. Hal itu dikarenakan, tirakat yang harus ditempuh (suluk) agar mujahadah, melawan hawa nafsu.

Melihat itu, ibunya marah kepada Syekh Abdul Qadir yang justru sedang menikmati tulang belulang ayam. Lantas Syekh Abdul Qadir mengumpulkan tulang-tulang tersebut, atas izin Allah tulang ayam yang remuk tadi, berwujud menjadi ayam hidup. “Jika anakmu sudah dapat seperti ini, ia boleh makan apapun yang dikehendaki,” ujar Syekh Abdul Qadir.

Demikian tiga dari sekian banyak karomah yang dimiliki Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Kiranya dari adanya karomah tersebut, kita dapat mengambil hikmah. Yakni, siapapun yang bisa mengistimewakan Allah mengabdikan diri dari segala kehidupannya, maka Allah akan mengistimewakan manusia tersebut atas izinnya. Para wali merupakan orang-orang yang mengistimewakan Allah di atas segala-galanya, dunia yang fana tidak mampu menggoyahkan hatinya untuk terus memprioritaskan hatinya hanya berzikir menyebut Allah yang esa.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul