Sukses

Pandangan Fiqih Gus Baha, Mahar Akad Nikah yang Harus Dibayar Separuh, Sisanya setelah Hubungan Intim

Gus Baha jelaskan hukum pembayaran mahar dalam pernikahan menurut Fikih Islam

Liputan6.com, Jakarta - Umumnya, dalam masyarakat, mahar atau mas kawin dibayarkan langsung sebelum akad nikah berlangsung. Mahar ini merupakan pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai tanda keseriusan dan tanggung jawab dalam membangun rumah tangga.

Tradisi ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa calon suami siap secara finansial dan moral untuk menafkahi calon istri.

Ada yang berbeda yang diungkapkan oleh ulama satu ini, namun sandarannya Al-Qur'an langsung.

KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, memberikan penjelasan menarik tentang hukum pembayaran mahar dalam pernikahan menurut fikih Islam.

Dalam ceramahnya, ia menjelaskan bahwa pembayaran mahar memiliki ketentuan khusus yang harus dipahami oleh umat Islam.

 

2 dari 3 halaman

Begini Menurut Fikih yang Dijabarkan Gus Baha

"Menikah yang sah itu begini, dalam hukum fikih Islam, saya nikah dengan Sri misalnya, kalau hanya akad itu saya wajib bayar mahar hanya separuh," kata Gus Baha.

Ia menjelaskan bahwa setelah akad nikah, kewajiban membayar mahar hanya setengah dari jumlah yang dijanjikan.

Sebagai contoh, Gus Baha menyebutkan, "Jadi kalau saya janji bayar Rp1 miliar, berarti wajib bayar berapa? Rp500 juta. Kalau janjinya Rp100 juta, hanya bayar Rp50 juta, itu yang wajib bil akdi," sebutnya.

Dengan kata lain, separuh dari total mahar harus dibayarkan setelah akad nikah.

Namun, kewajiban membayar mahar secara penuh baru berlaku setelah hubungan intim antara suami dan istri terjadi.

"Nanti wajib sepenuhnya nunggu bil jima, kalau sudah hubungan intim baru wajib 100%," jelas Gus Baha. Hal ini berdasarkan hukum dalam Al-Quran, bukan aturan buatan manusia.

3 dari 3 halaman

Mahar Orang Indonesia Sedikit Sekali

Gus Baha mengutip ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang kewajiban membayar mahar penuh setelah hubungan intim.

"Perempuan yang sudah diajak hubungan intim itu kata Allah, " ujarnya. Dalamketentuan tersebut menegaskan bahwa mahar harus dibayar penuh setelah suami dan istri melakukan hubungan intim.

Namun, Gus Baha juga mengkritisi praktik pembayaran mahar yang sering terjadi di Indonesia. "Problem kita sebagai orang Indonesia ini juga problem semua Kiai, mahar di Indonesia itu gak bisa diahas di Qur'an karena keterlaluan kecilnya itu," katanya.

Ia merasa bahwa mahar yang diberikan seringkali terlalu kecil dan tidak sesuai dengan nilai yang seharusnya.

Gus Baha bercerita tentang pengalamannya sebagai Kiai yang sering mengakadkan pernikahan dengan mahar yang sangat minim.

"Saya ini kiai sering ngakadkan sampai bos-bos, maharnya seperangkat alat sholat itu ngawur sekali," keluhnya. Bahwa mahar yang berupa seperangkat alat sholat tidaklah cukup.

Dalam ceramahnya, Gus Baha juga memberikan provokasi yang positif kepada para perempuan agar tidak menerima mahar yang terlalu rendah. "Ini mbak-mbak harus gak mau, saya provokasi minimal itu ya berapa juta? Rp100 juta?" ujarnya.

Ia mendorong agar para perempuan menuntut mahar yang lebih wajar dan bernilai.

Menurut Gus Baha, mahar yang wajar dan bernilai menunjukkan penghargaan terhadap perempuan dan pernikahan itu sendiri.

"Mahar itu tanda penghargaan, jangan terlalu kecil nilainya," ucapnya. Ia berharap agar masyarakat bisa lebih memahami pentingnya memberikan mahar yang layak.

Gus Baha menekankan bahwa meskipun mahar harus sesuai dengan kemampuan calon suami, namun nilai mahar juga harus mencerminkan penghargaan terhadap calon istri.

"Kalau mampu ya seharusnya memberikan yang lebih baik, tapi juga jangan memberatkan," tandasnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Â