Sukses

Benarkah Tahlilan Bid’ah dan Ikut Tradisi Agama Lain? Buya Yahya Tegaskan Ini Hukumnya

Benarkah tahlilan adalah bid’ah dan umat Islam yang melakukannya berarti meniru tradisi agama lain? Soal ini, ulama kharismatik Buya Yahya menjelaskannya dengan gamblang.

Liputan6.com, Jakarta - Perkara tahlilan atau selamatan orang meninggal mulai 7 hari, 40 hari, hingga 100 hari setelah wafat masih menjadi pro kontra di kalangan masyarakat. Tahlilan pada dasarnya adalah mendoakan orang yang sudah meninggal.

Bagi Nahdliyin, acara tahlilan sudah biasa digelar setiap ada orang meninggal, namun tidak bagi kelompok lain yang menentang. Sebagian kelompok menganggap tahlilan adalah bid’ah karena tidak ada di zaman Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, mereka juga mengasumsikan bahwa tahlilan adalah tradisi yang sering dilakukan oleh agama leluhur masyarakat Indonesia yakni Hindu-Budha.

Tak hanya soal itu. Menurut yang menentang, seharusnya orang yang sedang berduka dibantu bukan malah mengeluarkan hartanya untuk orang lain melalui tahlilan.

Lantas, benarkah tahlilan adalah bid’ah dan umat Islam yang melakukannya berarti meniru tradisi agama lain? Soal ini, ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’rif alias Buya Yahya menjelaskannya dengan gamblang.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kata Buya Yahya soal Tahlilan

Buya Yahya mengatakan, saat ada orang yang meninggal baik itu keluarga, kerabat, anak, atau bahkan orangtua, maka dianjurkan berbakti dengan cara mendoakan sebanyak-banyaknya.

“Kemudian yang kedua jika kita punya rezeki dan sebagainya kita potong rezeki kita, kita sedekahkan untuk orangtua,” tutur Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Selasa (9/7/2024).

Sedekah untuk orang yang meninggal itu biasanya dikemas dalam acara tahlil. Tahlil adalah kegiatan bertawasul, berdzikir, membaca ayat-ayat Al-Qur’an, dan mendoakan orang yang meninggal dunia.

Sedekah tersebut tidak ada batasan waktunya. Boleh dilakukan setiap hari. Tak harus menunggu momen 7 harinya, 40 harinya, dan waktu-waktu lain yang menjadi kebiasaan untuk diisi tahlilan.

“Setiap hari boleh Anda bersedekah, dianjurkan. maka bersedekahlah sebanyak-banyaknya. Mungkin Anda orang sibuk gak membuat makanan untuk mereka, Anda langsung transfer (masing-masing) Rp1 juta buat jemaah juga boleh,” ujarnya.

Buya Yahya mengatakan, ulama sepakat bahwa sedekah untuk orang meninggal boleh. Karena itu, ia heran jika kebaikan tersebut menjadi sebuah yang terlarang. 

“Ini mungkin dia salah membacanya. Dari sisi mana ini menjadi sesuatu yang terlarang, wong isinya sedekah dan berdoa. Memanjatkan doa dianjurkan,” tuturnya.

“Adapun kalau kasusnya orang fakir memaksakan diri, itu yang gak boleh. Sampai ngutang-ngutang jangan,” tegasnya.

3 dari 3 halaman

Bukan Meniru Agama Lain

Buya Yahya menegaskan, acara tahlilan bukan mengikuti ajaran agama lain. Kalau pun ada kemiripan dengan agama lain, bukan berarti Islam meniru agama tersebut. 

“Sebagian mengatakan ini (tahlilan) meniru agama lain. Saya gak ngerti di agama itu ada. Jadi, kenapa tiga hari tujuh hari? Ini sudah kebiasaan. Nanti 4 hari sama 9 hari gak masalah. Permasalahannya kadang ada kebencian antarsesama muslim yang mencari kesalahan,” jelas Buya Yahya.

Buya Yahya menekankan, pada prinsipnya acara tahlilan boleh dilakukan kapan saja. Tidak harus selalu setelah 3 hari, 7 hari, atau 40 hari meninggal. Boleh-boleh saja jika dilakukannya setiap hari.

“Kalau permasalahannya adalah masalah hari Anda mengatakan bid'ah, boleh diganti kira-kira (menjadi) 4 hari, 9 hari, 1002 hari (setelah meninggal). Permasalahannya adalah kita ingin menghindari perselisihan sejauh mungkin. Paling tidak kalau Anda tidak mau melakukan ya sudah,” katanya.