Sukses

Bolehkah Gabungkan Niat Puasa Asyura dengan Qadha Ramadhan, Bagaimana Hukumnya?

Bagi muslimah, banyak yang memanfaatkan kesunnahan puasa Asyura sekaligus untuk mengganti puasa Ramadan. Lalu, bagaimanakah hukumnya jika menggabungkan niat kedua puasa ini?

Liputan6.com, Jakarta - Setiap muslim berkewajiban untuk melaksanakan puasa Ramadhan. Sehingga, apabila memiliki utang puasa maka wajib hukumnya untuk mengqadha puasa tersebut.

Mengganti puasa Ramadan sebisa mungkin dilakukan sebelum tiba Ramadan berikutnya. Untuk membayar hutang puasa ini, ada yang melakukannya pada bulan Muharram.

Sementara bulan Muharram adalah bulan mulia yang mana terdapat hari disunnahkan untuk berpuasa yakni puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram.

Tentunya banyak yang berlomba-lomba untuk berpuasa sunnah Asyura untuk meriah pahala dan keutamaannya. Khusunya bagi wanita muslimah, banyak yang memanfaatkan kesunnahan puasa Asyura sekaligus untuk qadha puasa Ramadan.

Harapannya agar qadha puasa Ramadan bisa dijalankan dan pahala puasa sunnah Asyura juga didapat. Lantas, bolehkah menggabungkan niat puasa Asyura dengan qadha Ramadhan? Berikut penjelasannya.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hukum Menggabungkan Niat Puasa Asyura dan Qadha Ramadan

Melansir dari laman NU Online, berkenaan dengan hukum menggabungkan niat puasa qadha Ramadan dengan puasa Asyura ditemukan perbedaan pendapat ulama yakni sah dan kedua-duanya bernilai pahala dan tidak diperbolehkan bahkan tidak sah kedua-duanya.

Imam Ar-Ramli (wafat 1004 H) menjelaskan dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj tentang keabsahan menggabungkan dua niat puasa qada' dengan puasa sunah.

"Kalau seorang puasa qadha atau nadzar di hari Asyura, maka dia mendapatkan pahala puasa sunnah Asyuranya juga, sebagaimana fatwa ayah kami (Sayamsudin ar-Ramli) mengikuti fatwanya al-Barizi, al-Asfuni, an-Nasyiri, al-Faqih Ali bin Shalih al-Hadrami dan selainnya." (Syihabbuddin ar-Ramli, Nihayatul Mujtaj [Bairut, Darul Fikr: 1984 H] juz III halaman 208).

Berikutnya Imam Abdurahman Ba'alawi (wafat 1320 H) dalam kitabnya, Bugyatul Mustarsyidin fi Talkhish Fatawa Ba’dh al-Aimmah al-Muta-akhkhirin menjelaskan perbedaan pendapat terkait permasalahan ini sebagai berikut.

"Dzahir hadis "kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal" dan hadis-hadis lainnya mengindikasikan tidak tercapainya kesunnahan puasa enam hari di bulan Syawal jika diniatkan bersamaan dengan niat qadha Ramadan. Akan tetapi Ibnu Hajar menjelaskan tentang dihasilkannya pahala sunah karena ia telah dianggap telah menyelesaikannya, jika ia meniatkannya termasuk juga puasa sunah lainnya seperti puasa sunah Arafah, Asyura dan lain-lain"

3 dari 3 halaman

Perbedaan Pendapat Ulama Madzhab Syafi'

"Bahkan Imam Ramli menguatkan pendapat tentang dihasilkannya pahala semua puasa sunah yang diniatkan bersama puasa fardlu sekalipun tanpa diniatkan, selama tidak ada niat lain yang membelokkannya seperti seseorang berniat qadha Ramadhan di bulan Syawal dan berniat mengqadha puasa sunah Syawal pada bulan Dzulqa’dah. Dan disunnahkan berpuasa sunah Syawal, meskipun ia tidak puasa Ramadhan."

"Aku berkata: "Imam Abu Makhramah mengikuti pendapat Imam as-Samanhudi memegang pendapat tidak tercapainya salah satu dari keduanya (kedua-duanya tidak sah) jika berniat dengan dua niat secara bersamaan. Sebagaimana seseorang yang berniat shalat dzhuhur sekaligus niat shalat sunahnya. Bahkan, beliau menegaskan tidak sah seseorang puasa sunah Syawal sementara ia masih memiliki tanggungan puasa qadha Ramadan." (Sayyid ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba ‘Alawi al-Hadhrami [Bairut, Darul kutub ilmiyah: 2012], halaman 235).

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa hukum menggabungkan niat puasa qadha Ramadan dengan puasa Asyura terdapat perbedaan pendapat ulama madzhab Syafi'i.

Pendapat pertama mengatakan sah menggabungkan niat puasa qadha Ramadan dengan puasa Asyura dan keduanya bernilai pahala. Ini adalah pendapat al-Baziri, Syihabuddin ar-Ramli, Syamsuddin ar-Ramli, Ibnu Hajar dan yang lainnya.

Sementara pendapat kedua menurut Imam Abu Makhramah mengikuti pendapat Imam as-Samhudi menyatakan penggabungan dua niat puasa wajib dan sunnah dalam satu kali pelaksanaan justru membuat puasa ini tidak sah. Seperti tidak sahnya niat sholat dzuhur dan sunnah ba'diyahnya dalam satu pekerjaan sholat. Bahkan lebih dari itu, beliau menyatakan puasa sunnah tidak sah jika masih memiliki tanggungan qadha Ramadan. Wallahu a'lam bisshawab.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.