Sukses

Tak Banyak yang Tahu, Begini Makna Khusyuk bagi Gus Baha

Gus Baha ungkap makna khusyu yang berbeda dengan pengetian yang selama ini kita pahami.

Liputan6.com, Jakarta - Kiai kondang asal Kota Garam, Rembang yang memiliki penampilan khas dan nyentrik, yakni KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menerangkan makna khusyu atau khusyuk. Hal ini beliau sampaikan dalam sebuah kesempatan tausiyahnya.

Pembahasan mengenai khusyuk, biasanya disandingkan dengan salah satu ibadah umat muslim yakni sholat. Namun kali ini penjelasan Gus Baha tidak demikian. Meski demikian, pembahasan mengenai khusyuk ini berkaitan juga dengan ibadah sholat.

Dalam kesempatan ceramahnya kali ini, secara spesifik murid kinasih Mbah Moen ini hanya menerangkan perihal definisi khusyu.

Makna khusyuk yang disampaikan Gus Baha ini rupanya berbeda dengan definisi khusyuk sebagaimana yang kita pahami selama ini.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Makna Khusyuk Menurut Gus Baha

Bagi Gus Baha definisi khusyu begitu sedernaha, yakni takut. Takut di sini berdasarkan penuturan beliau selanjutnya memiliki banyak tingkatan.

Gus Baha juga mencontohkan sikap khusyu dengan takut yakni ketika dipanggil maka datang menuruti perintah tersebut.

“Khusyuk itu maknanya takut, ya takut itu ya maknanya takut, takut itu ya kelas-kelasan. Misalnya saya dipanggil bapak saya: “Baha sini,” sekadar datang ke tempat itu meskipun gak niat nurut,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube SudarnoPranoto, Sabtu (20/07/2024).

Meskipun kedatangannya tersebut tidak hendak menuruti perintah, namun masih memiliki nilai dibandingkan yag dipanggil tidak datang.

"Saya ulang lagi, sekadar datang ke tempat beliau manggil saya meskipun gak niat nurut itu sudah satu poin tertentu. Karena dipanggil terus menghadap itu sudah bagus meskipun di hati saya nanti saya bilang 'Gak mau ah, saya mau main, tapi itu sudah poin tersendiri," jelasnya.

Beliau lantas membandingkan seseorang yang datang bila dipanggil dan yang tidak datang bila dipanggil. Menurutnya, seburuk-buruk hamba ialah jikalau dipanggil tidak datang. Sebagai contoh misalnya jila ada panggilan sholat tidak menunaikannya.

"Karena bandingannya aqbala dalam bahasa Arab itu adbara. Adbara itu dari kata dubur dubur itu membelakangi. Dari pada misalnya dipanggil: Baha sini, malah lari menjauh. Membelakangi kalau dalam bahasa Arab adbaro. Adbaro itu menjadikan duburnya di belakangnya," paparnya.

Makanya bandingannya aqbala, yakni menghadap dengan muka, kalau adbaro orang dibelakangi pakai duburnya, maka dalam bahasa Arab disebut adbaro sehingga terburuk dari seorang hamba itu adbaro dipanggil tidak datang,” tandasnya.

3 dari 3 halaman

Khusyuk Perspektif Tasawuf

Menukil NU Online, kita sering mendengar kata “khusyuk”. Khusyuk biasanya dikaitkan dengan ibadah shalat atau sembahyang. Dari kaitan ini, kita pada umumnya mengaitkan khusyuk dengan pelaksanaan shalat secara tenang baik lahir maupun batin.

Khusyuk dan shalat memiliki kaitan erat. Kaitan keduanya dapat ditemukan pada Surat Al-Mukminun ayat 1-2. Bahkan shalat khusyuk pada awal Surat Al-Mukminun ini menjadi sifat orang beriman yang beruntung.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyuk dalam shalatnya,” (Surat Al-Mukminun ayat 1-2).

Al-Qusyairi mengutip Surat Al-Mukminun ayat 1-2 sebagai pembukaan pembahasan perihal khusyuk dalam Kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah. Sedangkan pengertian khusyuk itu sendiri secara bahasa adalah ketundukan/kepatuhan kepada Allah (al-inqiyad lil haqq). (Lihat Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah,[Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 82).

Sebagian ulama menyebutkan tanda khusyuk pada seorang hamba Allah. Menurutnya, (tanda) orang yang khusyuk ketika dipancing kemarahannya, dilanggar janjinya, atau ditolak (oleh orang lain) akan menghadapinya dengan penuh penerimaan.

Muhammad bin Ali At-Tirmidzi mengatakan, orang yang khusyuk adalah mereka yang padam api syahwatnya, kecil asap dalam dadanya, dan terbit cahaya takzim dalam hatinya sehingga syahwatnya mati, hatinya hidup, dan pembawaan fisiknya tenang. (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 82).

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, khusyuk adalah rasa takut senantiasa yang lazim pada hati kepada Allah.

Sedangkan Imam Junaid menjawab ketika ditanya perihal khusyuk, “Kerendahan hati pada Allah yang maha mengetahui ghaib,” (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 82). Ketika menjelaskan kekhusyukan, Abu Ali Ad-Daqaq mengutip Surat Al-Furqan ayat 63, yaitu “Wa ‘ibādur rahmānil ladzīna yamsyūna fil ardhi hawnan” , atau “Hamba Allah yang berjalan di muka bumi dengan merendah.” Kata “merendah” tidak lain adalah tawadhu dan khusyuk.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul