Sukses

Bolehkah Kirim Hadiah Doa dan Pahala Amal untuk Orang yang telah Meninggal?

Bolehkah menghadiahkan pahala dan doa untuk orang yang sudah meninggal?

Liputan6.com, Jakarta - Mendapat hadiah adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Hadiah, dalam bentuk apa pun, membawa kebahagiaan dan kehangatan tersendiri karena merupakan tanda perhatian dan apresiasi dari seseorang.

Ketika menerima hadiah, kita merasa dihargai dan diingat, yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kebahagiaan kita. Selain itu, hadiah sering kali membawa kejutan yang menggembirakan dan bisa menjadi kenangan indah yang dikenang seumur hidup.

Mendapat hadiah berupa doa bagi orang yang telah meninggal adalah sebuah pemberian yang penuh makna dan spiritual. Doa adalah bentuk kasih sayang dan perhatian yang tulus dari mereka yang masih hidup, mengirimkan harapan dan restu kepada yang telah berpulang.

Dalam banyak tradisi dan keyakinan, doa bagi orang yang telah meninggal dipercaya dapat memberikan kedamaian dan pengampunan bagi arwah, serta memperkuat ikatan spiritual antara yang hidup dan yang sudah tiada.

Ketika seseorang berdoa untuk orang yang meninggal, itu menunjukkan betapa dalamnya cinta dan kepedulian yang dirasakan oleh mereka yang ditinggalkan.

Meski demikian di kenyataannya, masih banyak yang menentang soal  menghadiahkan pahala amal baik untuk orang meninggal dan  semacam itu. Selisih paham memang menjadi kewajaran.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Begini Urusan Pahala Bagi Orang Meninggal

Menukil Lampung.nu.or.id, Masyarakat Muslim Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), terkhusus warga Nahdlatul Ulama (NU) sering melakukan ibadah dan perbuatan baik dalam bentuk mendoakan yang dikhususkan kepada orang yang telah meninggal dunia.

Biasanya menyebutkan secara khusus niat sedekahnya dengan kata-kata yang langsung ditujukan kepada mayit, contohnya lafadz khususan ila ruh, atau jika menggunakan bahasa Indonesia dengan kata-kata, aku akami niatkan sedekah atau ibadah ini (disebutkan bentuk sedekah atau ibadahnya) yang pahalanya diberikan kepada mayit ini (sebutkan namanya).

Mengenai tradisi tersebut, apakah diperbolehkan dalam ajaran Islam? Lalu apakah pahala yang dikirimkan kepada orang yang telah meninggal akan sampai?

Mengenai masalah mendoakan dan menghadiahkan pahala kepada orang yang telah meninggal dunia, mayoritas ulama berpendapat sampai. Hal ini berdasarkan Hadits Rasulullah saw dari Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

عن عائشة رضي الله عنهما أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أمي أفتلتت نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها؟, قال نعم (صحيح مسلم, رقم ١٦٧٢).

An ‘Aisyata radliyallahu ‘anhaa anna rajulan atan Nabiyya shallallahu ‘alaiihi wasallama faqaala yaa Rasulallahi inna ummiy uftulitat nafsuhaa wa lam tushi wa adzunnuhaa lau takallamat tashaddaqat afalahaa ajrun in tashaddaqtu ‘anhaa? Qaala na’am.

Artinya: Dari ‘Aisyah ra, seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw, “Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya?” Nabi Muhammad saw menjawab, “Iya” (Shahih Muslim, 1672).

3 dari 3 halaman

Mensedekahkan Harta Pahalanya juga Sampai

Sependapat dengan Rasulullah SAW, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa pahala yang diberikan kepada mayit maka akan sampai pahala tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al-Arba’in halaman 36:

قال شيخ الأسلام تقي الدين احمد بن تيمية في فتاويه، الصحيح أن الميت ينتفع بجميع العبادات البدنية من الصلاة والصوم والقراءة كما ينتفع بالعبادات المالية من الصدقة ونحوها باتفاق الأئمة وكما لو دعي له واستغفر له (حكم الشريعة الإسلامية في مأتم الأربعين: ٣٦).

Qaala Syaikhul Islami Taqiyuddini achmadu Ibnu taymiyyata fii fataawiihi, ashahihu annal mayta yantafi’u bijamii’il ‘ibaadaatil maaliyyati minash shadaqati wa nahwihaa bittifaaqil aimmati wa kamaa lau du’iya lahu wastughfira lahu.

Artinya: Syaikh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam kitab Fataawanya bahwa pendapat yang benar dan sesuai dengan kesepakatan para imam adalah bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti shalat, puasa, membaca Al-Qur’an, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang berdoa dan membaca istighfar untuk mayit (Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al-Arba’in halaman, 36).

Dari keterangan di atas sangat jelas bahwa mensedekahkan harta maupun bacaan-bacaan doa dan Al-Qur’an yang pahalanya ditujukan kepada mayit, maka pahala tersebut akan sampai.

Pernyataan tersebut juga banyak ditemukan diberbagai kitab para ulama salaf, seperti dalam kitab Nailul Awthar juz 4 halaman 142, kitab Al-Adzkar Imam Nawawi halaman 150, kitab Al-Ruh halaman 143, dan yang lainnya.

Dalam kitab Al-Dakhirah al-Tsaminah halaman 64, dikatakan bahwa Imam Syafi’i pernah berziarah ke makam Layts bin Sa’d kemudian beliau membaca Al-Qur’an sekali khatam, kemudian Imam Syafi’i berkata: Saya berharap semoga perbuatan seperti ini (membaca Al-Qur'an di depan makam Imam al-Layts) tetap berlanjut dan senantiasa dilakukan.

Sedangkan dalam kitab Dalil Al-Falihin juz 6 halaman 103, Imam Syafi'i menyatakan bahwa:

ويستحب أن يقرأ عنده سيء من القرأن وإن ختموا القرأن كله كان حسنا (دليل الفالحين ، ٦: ١٠٣).

Wa yustahabbu an yuqra a ‘indahu syaiun minal qur’aani wa In khatamul qur’ana kullahu kaana hasanan.

Artinya: Disunnahkan membaca sebagian ayat Al-Qur’an di dekat mayit, dan lebih baik lagi jika mereka (pelayat) membaca Al-Qur’an sampai khatam (Dalil Al-Falihin, 6: 103).

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul