Liputan6.com, Jakarta - Sering kita saksikan, seseorang yang bertaubat dengan tulus menunjukkan penyesalan yang mendalam, seringkali dengan meneteskan air mata.
Tangisan ini mungkin sebagai manifestasi dari kesadaran yang mendalam akan kesalahan yang telah diperbuat dan ketulusan hati dalam memohon ampunan Allah SWT.
Air mata tersebut bukan hanya sebagai simbol penyesalan, tetapi juga sebagai refleksi dari keinginan yang kuat untuk berubah dan memperbaiki diri.
Advertisement
Dalam momen tersebut, seseorang merasakan beban dosa yang selama ini menghimpit hati, dan air mata menjadi salah satu bentuk ekspresi emosional yang menunjukkan keseriusan dalam taubat.
Di sisi lain, ada juga orang yang bertaubat dengan hanya sedikit meneteskan air mata di pipi. Meskipun tampaknya tidak sekuat tangisan yang deras, tidak bisa diabaikan bahwa setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan penyesalan dan keinginan untuk berubah.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Hadis Soal Air Mata
Beberapa orang mungkin tidak bisa menunjukkan emosinya dengan cara yang sama, tetapi itu tidak berarti mereka tidak merasakan penyesalan atau keinginan yang kuat untuk memperbaiki diri.
Apakah dalam Islam ada makna tangisan semacam itu? Apakah tangisan seseorang yang taubat bisa padamkan api neraka?
Mengutip islamindonesia.id, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa air mata taubat memadamkan api neraka dan air mata kerinduan kepada Tuhan melicinkan jalan ke surga.
Sementara di hadis lain, terdapat seruan: “Wahai sekalian manusia! Menangislah, sebab jika tidak menangis, maka kalian akan ditangisi. Sesungguhnya penghuni neraka menangis hingga air mata mereka mengalir di wajahnya seperti mengalirnya air sungai. Jika air mata mereka sudah habis, maka yang mengalir lagi dari matanya adalah darah. Andaikata sebuah kapal dilepaskan di aliran darah itu, niscaya kapal itu akan berlayar.”
Biasanya ada dua hal yang mendorong seseorang untuk menangis, yaitu rasa takut kepada sesuatu, termasuk kepada Tuhan dan rasa penyesalan terhadap kesalahan masa lalu. Jika kedua hal ini menjadi penyebab keluarnya air mata maka inilah yang disebutkan dalam ayat-ayat dan hadis-hadis di atas.
Berbahagialah orang yang selalu menyuburkan jiwanya dengan menyiraminya dengan air mata taubat dan rindu.
Dalam perspektif tasawuf, ada dua air mata yang sangat mahal nilainya, yaitu air mata kerinduan terhadap Tuhan dan air mata taubat.
Advertisement
Betapa Mahalnya Air Mata
Air mata yang keluar karena didorong oleh rasa rindu terhadap Tuhan ini yang paling mahal. Seseorang tidak tahu sebabnya kenapa tiba-tiba mengucur air mata kerinduan itu. Linangan air mata taubat akan memadamkan api neraka.
Di dalam Al-Qur’an banyak diungkapkan perihal air mata. Antara lain: “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis.” (QS. Al-Isra:109), “Mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam:58)
Jika seorang hamba merindukan Tuhannya dan Tuhan pun merindukannya maka tanda utamanya adalah keluarnya air mata rindu dari kedua pelupuk mata seseorang.
Terkadang memang sajadah tiba-tiba basah tanpa terasa akibat lelehan air mata, terutama saat-saat sujud tahajud tengah malam.
Disebutkan dalam sebuah kitab bahwa ada sejumlah hamba Tuhan yang cacat mukanya karena air mata tak pernah berhenti mengalir di pipinya, karena begitu terharu bercampur rindu dan takut kepada Tuhannya.
Mata yang tidak pernah menangis karena terharu, rindu, takut, atau rindu kepada Tuhan dikhawatirkan akan membuat jiwanya kering. Karena itu siramilah jiwa dengan air mata taubat dan rindu kepada Allah SWT.
Abu Umamah al-Bahili bertanya kepada Rasulullah s.a.w: “Apakah keselamatan itu?” Beliau menjawab: “Jagalah lidahmu, lapangkan rumahmu, dan tangisilah dosa-dosamu.”
Menangis karena takut kepada Allah merupakan suatu petunjuk yang sangat jelas atas adanya rasa takut kepada Allah dan itu membuat cenderung semakin cinta akan kehidupan akhirat. Mungkin sepintas kelihatan cengeng, tetapi cengeng kepada kebesaran Allah SWT adalah terpuji dan cengeng terhadap makhluk Allah itulah yang tercela.
Alangkah indahnya jika seorang hamba tersungkur di atas sajadah menikmati kemesraan dengan Tuhannya kemudian menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, hingga dijemput ke hadirat-Nya dengan predikat husnul khatimah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul